Quantcast
Channel: SWA.co.id – Berita bisnis terkini, Diaspora Indonesia, Business Champions, dilengkapi dengan strategi dan praktek bisnis, manajemen, pemasaran, entrepreneur, teknologi informasi, keuangan, investasi, GCG, CSR, profil dan gaya hidup eksekutif.
Viewing all 430 articles
Browse latest View live

Michelle E. Surjaputra, Kenalkan Ayam Goreng ala Korea

$
0
0

Untuk resto cepat saji dengan menu ayam goreng, umumnya orang akan menjawab Amerika juaranya. Belakangan, muncul sebuah resto ayam goreng serupa asal Korea, BonChon Chicken. Bagaimana bisa masuk ke Indonesia? Adalah Michelle E.Surjaputra yang memegang master franchise BonChon International. Di usianya yang masih sangat muda , Michelle telah berhasil membangun jaringan BonChon di Indonesia sebanyak 25 gerai. Tahun ini, ia berencana membuka lagi gerai baru di Medan dan Palembang.

“Saya kira ini yang paling membanggakan untuk saya pribadi. Ketika saya mendapatkan lisensi franchise BonChon dan orang-orang ingin franchise BonChon dari saya. Itu membuat saya merasa sangat bangga,” katanya.

Gadis kelahiran Jakarta 15 November 1988 itu memang tidak tumbuh besar di Indonesia. Ia diboyong ayah dan ibunya ke Amerika Serikat saat masih berusia 8 tahun. Ia lalu melanjutkan sekolah dari sekolah dasar hingga selesai kuliah di negeri Paman Sam. Michelle mengantongi gelar sarjana cum laude dari New York University Stern School of Business, Amerika Serikat untuk bidang keuangan dan e-commerce.

Michelle mengaku ide membuka BonChon di Indonesia berawal dari hobinya semasa kuliah, yaitu makan di BonChon. Ketika selesai kuliah dan kembali ke Indonesia tahun 2008, dia sempat magang di perusahaan ayahnya. Tetapi ketika diajak ikut bergabung di sana, dia menolak karena bisnis manufaktur yang digeluti ayahnya tak sesuai dengan minatnya. Ia lebih menyukai bisnis gaya hidup. Maka ketika jalan-jalan di mall, Jakarta, terbersit ide untuk membawa BonChon ke Indonesia.

Michelle E.Surjaputra, Chief Executive Officer PT Michelindo Food International

Michelle E.Surjaputra, Chief Executive Officer PT Michelindo Food International

“BonChon itu unik. Ini adalah Korean fried chicken, dimana ayam gorengnya disajikan dengan cita rasa Asia. Jadi kami harus mengedukasi pasar khususnya anak-anak dan remaja: Inilah ayam goreng dengan taste Asia,” ujar wanita cantik mantan Analis Ekonomi Bank Indonesia itu.

Ia pun menyurati pihak BonChon International di Korea. Tetapi tidak serta-merta diterima permohonannya sebab sebelumnya sudah ada beberapa permohonan serupa dari Indonesia tetapi tidak dikabulkan. Alasannya, mereka gagal membuat rencana bisnis yang menarik. Michelle lalu menyanggupi untuk membuat bisnis plan setebal hampir 50 halaman, dan ternyata pihak BonChon menerima.

Awal tahun 2012, resmi berdiri gerai pertama BonChon di Grand Indonesia, di bawah bendera PT Michellindo Food International. “Saya memang suka berbisnis. Terutama untuk membuat strategi, creative thinking. Saya ingin, ke depan, BonChon bisa ada di setiap ibu kota propinsi di Indonesia,” katanya.

Namun, perjalanan bisnisnya tak semudah membalikkan tangan. Ada banyak rintangan yang melintang di hadapan. Tak jarang, masalah demi masalah yang datang menguras energi dan pikirannya. Beruntung, Michelle tak patah arang. Ia terus berjuang menemukan keyakinan di bisnis makanan ini.

“Yang paling susah itu merekrut orang, lalu getting the network untuk buka di mal dan tempat-tempat strategis. Untuk masalah SDM, kami buka pengumuman lowongan di berbagai media dan meminta staf kami untuk merekomendasi teman-teman mereka,” ujarnya. (Reportase: Arie Liliyah)

The post Michelle E. Surjaputra, Kenalkan Ayam Goreng ala Korea appeared first on Majalah SWA Online.


Prita Kemal Gani, Ingin Karyawan Juga Maju

$
0
0

Tidak mudah menjadi wanita karier yang sukses atau usahawati yang bisnisnya terus membesar, serta memiliki keluarga yang harmonis. Anak-anak tumbuh dengan baik serta memiliki hubungan yang hangat dengan suami. Inilah yang ditunjukkan Pendiri London School of Public Relations, Prita Kemal Gani. Selain mengembangkan bisnis perguruan tinggi, ia juga aktif di banyak kegiatan sosial dan organisasi kemasyarakatan. Ia menilai wanita di Asia, terutama ASEAN, lebih berpeluang untuk merenda karier lebih tinggi ketimbang rekan-rekannya di belahan dunia lain.

Prita Kemal Gani, Founder & CEO London School of Public Relation

Prita Kemal Gani, Founder London School of Public Relations

Ia mengutip survei Ernst & Young, bahwa perempuan di Asia, khususnya ASEAN, peluangnya 60-70% lebih besar dibanding perempuan di negara-negara barat seperti Eropa dan Amerika. Salah satu alasannya, karena perempuan di ASEAN mendapat dukungan keluarga, mulai dari orang tua, kakak, adik, sehingga mereka bisa fokus dalam pengembangan karier maupun bisnisnya. “Untuk mendapatkan pembantu, baby sitter, atau sopir tidak semahal di Amerika. Mereka baru bisa punya itu kalau posisinya sudah tinggi karena mahal sekali,” katanya.

Ini juga yang dirasakan Prita di masa-masa awal membangun London School of Public Relations setelah melepas kariernya di dunia kehumasan. Sebelum menikahi pria pujaannya, Kemal Effendi Gani, ia sempat berpikir bakal punya waktu bersama keluarga saat membuka usaha sendiri setelah menikah kelak. Tapi, kenyataannya, ia jauh lebih sibuk saat membangun usaha sendiri. “Kalau sebagai profesional, kita bekerja dari jam 9 sampai jam 5. Kalau ada pekerjaan tambahan kadang-kadang saja. Kalau menjadi entrepreneur, pulang kerja saja masih ada yang dipikirkan, bahkan sampai terbawa mimpi,” ujarnya.

Prita utama

Menurut Prita, kunci sukses dalam berbisnis adalah komitmen terhadap karyawan. Sama halnya dengan komitmen kepada pekerjaan sebagai seorang profesional. Jangan sampai usaha yang dirintis terus maju, tetapi nasib dan kesejahteraan karyawan tidak ikut membaik. Komitmen ini juga yang dipegangnya dengan teguh saat mengembangkan London School of Public Relations. “Saya punya komitmen dan tanggung jawab. Kalau punya usaha jangan sampai karyawan kita tidak maju. Karyawan kita juga punya keluarga, tidak mungkin tidak kita pikirkan,” ujarnya.

Selanjutnya, adalah komitmen sebagai seorang istri dan juga ibu untuk buah hati tercinta. Ia berusaha sebisa mungkin menyelesaikan urusan rumah tangga sehingga sang suami dan anak-anak tercinta betah di rumah seperti sabda Rasulullah SAW: Rumahku adalah surgaku. Inilah pentingnya fungsi dan peran keluarga dalam kehidupan sosial maupun bernegara. Sebagai seorang ibu, Prita juga tak menyerahkan sepenuhnya  pengasuhan anak pada pengasuh. “Hubungan ibu dan anak sangat erat. Komunikasi tak boleh putus. Saya juga harus terus memonitor apa kegiatan anak-anak di luar,” katanya. (Reportase: Herning Banirestu)

The post Prita Kemal Gani, Ingin Karyawan Juga Maju appeared first on Majalah SWA Online.

Kunci Sukses Helianti Hilman Lambungkan Javara

$
0
0

Gagal bukan berarti kalah untuk Helianti Hilman, CEO & Founder Javara Indonesia. Pada awal merintis usahanya, produk pangan organik, ia menampung berbagai varian beras lokal yang namanya sudah asing terdengar saat ini, seperti Menthik Susu, Cempo Merah, Jenggot Netep, Wangi Menyan dan Andel Abang. Mantan konsultan pertanian ini mengemas menarik produk langka itu dengan berat antara 400 gram dan 5 kg. Sesuai dengan ongkos produksinya yang tinggi karena kelangkaannya, produknya dibanderol dengan harga 2-3 kali lipat dari harga beras massal lainnya.

Dengan mencantumkan pada kemasan produknya berupa kisah proses pembuatan produknya yang sehat, alami dan diproduksi oleh komunitas petani dari daerah terpencil, Helianti pede memasarkan produknya ke dalam negeri. Ia yakin, kalangan menengah-atas di Indonesia tertarik dengan produk yang alami dan sehat. Namun, keyakinannya salah. Ia bahkan sempat terlilit utang kartu kredit hingga Rp 300 juta. Tapi, Helianti tak patah arang. Sejak tahun 2011, target pasar diubah dari semula menyasar pasar domestik, kini fokus pada pasar ekspor.

Helianti Hilman, CEO & Founder Javara Indonesia

Helianti Hilman, CEO & Founder Javara Indonesia

Lulusan master ilmu hukum jurusan Intellectual Property Right dari Kings College, London, Inggris, ini juga giat mengikuti aneka pameran produk organik di mancanegara seperti Biofach, SIAL Paris, dan SIAL Kanada. Penjualannya pun berbalik, dari 80% lokal, menjadi 80% ekspor dengan tujuan utama ke Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Italia, Jerman, dan negara Eropa lainnya, hingga sekarang. Adapun di dalam negeri, produknya yang diberi merek Javara bisa diperoleh di supermarket kelas atas seperti Ranch Market dan Kem Chicks. Tak lupa, Ia kerap mengajak 1-3 orang petani berpameran ke luar negeri. “Dengan melihat produknya dipajang di supermarket luar negeri, saya mau mereka merasa bangga dengan produk dan profesi mereka sehingga nanti ada penerusnya,” kata Helianti.

Kini, varian produk Javara kian bertambah, mencakup kacang hijau, aneka rempah, madu, garam, gula aren, kacang mete, virgin coconut oil, dan sebagainya. Total, kini ada 640 varian produk yang diproduksinya dengan bantuan 50 ribu mitra petani saat ini. Puluhan ribu petani itu tentu tak mungkin dibina oleh Javara yang hanya berawak 40 karyawan. Karena itu, Javara membina 100 mitra perusahaan pengolah produk di daerah yang mengawasi kualitas tanaman petani dan hasil panennya, serta mengemasnya.

Dari dapur resep miliknya, Helianti menguji coba aneka menu baru yang bisa dihasilkan dari produk rempah Indonesia. Modifikasi resep dalam menggunakan bahan makanan Indonesia sangat penting agar produknya mudah diterima pasar luar negeri. Salah satu inovasinya, penggunaan kemiri dalam saus pesto yang kerap dikonsumsi masyarakat Italia. “Saat kami tunjukkan di pameran luar negeri rasa saus pesto pakai kemiri, langsung ordernya kontaineran. Kuncinya, inovasi dan pahami karakter pasar. Jangan pasarkan kemiri ke luar negeri untuk ayam goreng kemiri, mereka gak kenal. Yang penting, produknya diterima dulu untuk membuat produk makanan mereka,” katanya. (Reportase: Eddy Dwinanto Iskandar)

The post Kunci Sukses Helianti Hilman Lambungkan Javara appeared first on Majalah SWA Online.

Filosofi Bisnis Sepatu 910 Hartono Wijaya

$
0
0

Dengan mengusung tagline “everyone can fly”,  Air Asia mencoba merangkul penumpang dari kalangan menengah dengan menyuguhkan tiket penerbangan dengan harga yang terjangkau. Ide tersebut secara tidak langsung mengubah image bahwa bepergian menggunakan maskapai penerbangan tidak lagi kebutuhan mewah, sehingga kalangan menengah pun kini bisa merasakannya.

rsz_img_20150428_133041rsz_img_20150428_133041IMG_20150428_133041Rupanya filosofi Air Asia ini diterapkan Hartono Wijaya, CEO 910 (NineTen) yang sebelumnya pernah berkiprah di beberapa brand global seperti Nike, Puma, dan Yonex, pada brand barunya yang telah berusia satu tahun tersebut. Sama halnya dengan kebutuhan bepergian menggunakan maskapai penerbangan, olahraga lari pun identik dengan citra high class dimana untuk melengkapi gear running-nya umumnya runner harus merogoh kocek hingga jutaan rupiah, terlebih untuk sepasang sepatunya.

“Untuk sepatu running brand global misalnya, bahkan range harganya itu ada yang di atas jutaan rupiah,” ujarnya. Bicara soal harga, wajar saja apabila sepatu running tersebut mencapai jutaan rupiah. Hal tersebut karena fitur safety yang ditawarkan lengkap, seperti fitur insole gel technology-nya yang meminimalisir terjadinay cedera tumit, outsole yang disesuaikan (bisa tebal ataupun tipis) untuk menahan gesekan kala berada di track tanah yang licin, berbatu, atau berpasir, juga cenderung nyaman apabila digunakan di track road (jalan raya). Selain itu heel counter dan pull tab yang kokoh juga bisa meminimalisir runner dari cedera engkel.

Namun pada brand 910 (NineTen) besutannya, fitur tersebut tetap dipertahankan namun harga yang disuguhkan masih berkisar di Rp 200.000 – Rp 400.000. Alasannya, seperti yang dituturkan Hartono, adalah untuk menjaring sebanyak mungkin pelari – pelari dari kalangan menengah untuk tetap bisa mendapatkan prioritas safety tersebut, namun tetap bisa menjangkau harga yang ditawarkan.

Bagi alumnus La Trobe University Australia ini, margin tidaklah penting. Yang terpenting adalah kuantitas dalam jumlah massal. “Sekarang gini, pilih mana, margin sebesar 200 – 300% tapi yang beli sedikit, atau margin sedikit tapi yang beli banyak,” katanya.

Adapun mengenai kualitas brand yang berada di naungan Wijaya Artha Mandiri Group ini, jika dibanding brand global, agaknya tidak banyak yang berbeda. Sebut saja seperti pada koleksi spring summer 2015 ini, di mana beberapa variannya mengimplementasikan teknologi no sew (tanpa jahitan), maupun knitting (teknik rajut). Kemudian beberapa varian juga mengimplementasikan insole dan outsole technology yang diberi nama Acro+ dengan disesuaikan pada medan yang ingin ditempuh pelari.

“Kalau medannya jalan raya, ya almost barefoot. Namun kalau untuk trail atau medan gunung yang umumnya bertanah ataupun berbatu, ya outsolenya mesti tebal,” kata Hartono.

Hartono sendiri menargetkan di pengujung tahun 2015 ini bisa menjangkau sebanyak mungkin dealer yang tersebar di kota – kota besar di Indonesia. Adapun saat ini, dealer yang digandengnya baru terpusat di Jawa Barat dan DKI Jakarta. Sementara ekspektasi penjualan akhir tahun 2015 ditargetkan sekitar 2 juta pasang.

“Kami sudah siap untuk bersaing dengan merek – merek global saat ini. Apalagi di tahun 2015, akan ada banyak kejutan yang kami berikan baik dari sisi pengembangan teknologi, dan model produk, distribusi penjualan, dan juga cara berkomunikasi kepada masyarakat Indonesia. Dimana begitu mendengar kata lari, yang terbesit adalah sepatu 910 (NineTen),” tutur Hartono.

Ia pun pelan – pelan mulai bangga atas hasil jerih payahnya, di mana di beberapa event lari, mulai dari Car Free Day, Marathon, hingga Trail Gunung, sepatunya mulai digunakan oleh khalayak. “Saya bisa mengenali sepatu 910 (NineTen) tersebut hanya dengan melihat saja. Bangga juga sih, meski dari 10 orang, paling dua sampai tiga di antaranya yang menggunakan sepatu ini,” lanjutnya.

Tak dilewatkan pula, event – event berwarna charity dan sosial pun dilalui Hartono. Sebut saja seperti Pertamina Eco Run yang dihelat oleh Pertamina, dan sebuah kegiatan lari sosial bertajuk  “sweat over sweat” yang digelar oleh International Pharmaceutical Student di Bundaran Hotel Indonesia beberapa waktu silam. (EVA)

 

The post Filosofi Bisnis Sepatu 910 Hartono Wijaya appeared first on Majalah SWA Online.

Sering ke Barbershop, Ranggaswara dkk Kibarkan Mansion Yard

$
0
0

Ingin mencoba tatanan rambut yang berbeda, suatu hari Ranggaswara Prasetya masuk ke sebuah barbershop. Siapa sangka rambut keritingnya bisa diubah dengan tatanan rambut yang cool dan elegan. Sejak itu, Rangga sapaan pria kelahiran Jakarta, 6 Oktober 1990 itu terlintas untuk mendirikan bisnis barbershop.

“Setiap ada masalah pasti membutuhkan sebuah solusi. Bisa jadi masalah rambut yang saya miliki mewakili pria lain di Jakarta,” kenang Rangga pada SWA Online saat ditemui di Jakarta beberapa hari yang lalu.

Ranggaswara Prasetya (kiri)  Nanda Yanadi dan Eko Fachrurozi, Owner Mansion Yard

Ranggaswara Prasetya (kiri) Nanda Yanadi dan Eko Fachrurozi, Owner Mansion Yard

Akhirnya, Rangga mengajak ke dua temannya Nanda Yanadi dan Eko Fachrurozi yang saat itu mereka bertiga masih berstatus karyawan di PT Astra International bagian marketing. Dengan modal patungan usaha bertiga sebesar Rp 240 juta, mereka resign dari pekerjaan sebelumnya dan mendirikan sebuah barbershop bernama Mansion Yard.

Konsep yang diusung perpaduan antara tempat cukur rambut (barbershop), coffeeshop dan shoe cleaning dalam satu tempat. Sebuah tempat yang sengaja didesain untuk memenuhi kebutuhan gaya hidup pria masa kini. “Ya bisa dibilang sebagai gantlement playhouse,” tambah Rangga lagi.

Rangga mengaku, awal ide tersebut muncul dari interaksi dengan para customer yang ingin mengerjakan banyak hal dalam satu tempat, dan kopi adalah salah satu request terbanyak yang diinginkan dari pelanggan setelah potong rambut.

Pertama kali berdiri di Kelapa Gading pada bulan Agustus 2014 lalu, peminatnya terus bertambah, sehingga ada sekitar 1.600 orang per bulan yang berkunjung ke Mansion Yard untuk potong rambut. Rata-rata setiap pengunjung dua kali dalam satu bulan. Dan, hasilnya selama 6 bulan beroperasi dengan dibantu 8 karyawan, modal pertama yang dikeluarkan sudah balik modal.

Sebelum mendirikan bisnis barbershop, Sarjana Keuangan lulusan Universitas Prasetya Mulia itu, pernah mengikuti lomba business plan  di Singapura selama 2 bulan. Pengalaman itu pula yang mengasah insting bisnis Rangga, sehingga bisa meraih omset hingga Rp 110 juta per bulan dan bisa mendirikan cabang Mansion Yard ke dua di Taman Ratu Jakarta Barat dengan investasi sebesar Rp 500 juta.

“Ke depan kami berencana buka franchise dengan harga Rp 40 juta, bulan Juni depan sudah siap  untuk franchise perdananya,” terang Rangga lagi.

Edukasi pada karyawan merupakan salah satu kendala yang dirasakan Rangga. Mesti begitu dengan mengedepankan kualitas dan layanan yang ramah dari capture adalah cara ampuh menjaga loyalitas pelanggannya. Selain itu, dengan membuat promosi bayar suka-suka selama 5 hari pertama buka dan membuat keramaian saat pembukaan akan menarik pelanggan untuk datang. (EVA)

The post Sering ke Barbershop, Ranggaswara dkk Kibarkan Mansion Yard appeared first on Majalah SWA Online.

Rafael David, Membentuk Karakter Entrepreneur Sejak Dini

$
0
0

Bangsa yang maju adalah bangsa yang memiliki populasi entrepruener yang kuat. Rupanya paradigma inilah yang diyakini oleh Rafael David, owner dari Aboday Design. Pembandingnya cukup jelas, ia mencontohkan Amerika Serikat mencatatkan populasi wirausahanya sebesar 15%, dan juga Singapura sebesar 9%. Namun untuk Indonesia angkanya masih belum bisa move on dari 2%.

rafael david

Memang jika dibandingkan dengan Singapura, jumlah 2% ini lebih banyak, namun untuk mengayomi jumlah penduduk Indonesia yang telah mencapai 250 juta, tentu saja masih sangat kecil perbandingannya.

“Idealnya itu antara 7% – 10%, dimana jumlah tersebut diharapkan bisa menjaring kelebihan bonus demografi kita untuk bisa dikembangkan kemampuannya ke arah yang lebih produktif,” kata Rafael, saat ditemui di acara prese conference Canisius Alumni Day di Hermitage, Menteng Jakarta (11/3).

Menurutnya, angka pertumbuhan entrepreneur ini perlu digenjot sehingga pada akhirnya bisa menggalakkan perekonomian negara pada umumnya. Hanya saja, pertumbuhan jumlah juga perlu diimbangi dengan peningkatan kualitas entrepreunernya. Untuk mewujudkannya, David mengutip perkataan Yohannes Haryanto, pengelola Kolese Canisius , bahwa untuk menciptakan qualitypreuner hal yang sangat fundamental untuk dibenahi adalah karakter. Sehingga Kolese Canisius menerapkan pendidikan karakter, ketimbang kompetensi.

Itu artinya kolese ini tidak semata – mata berfokus pada mendidik siswa agar menjadi pribadi yang pintar dalam segala hal, melainkan lebih kepada menanamkan karakter humanity, sehingga simpelnya, ketika mereka berada pada situasi tertinggi pun, masih memiliki karakter down to earth.

“Saat ini kan banyak manusia pintar baik itu pengusaha maupun yang berada di pemerintahan, banyak terjerat kasus. Itulah bukti faktual betapa kurangnya pendidikan karakter ditanamkan pada setiap pribadi generasi kita,” sambung Rafael.

Sebagai bentuk implikasi dari pendidikan karakter yang diterapkan di Kolese Canisius, Rafael mencontohkan, ada beberapa nilai yang ditanamkan pada setiap individunya, yakni seperti menghargai perbedaan, peduli terhadap sesama, gotong royong, dan selalu menempatkan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi. Kemudian barulah disusul dengan nilai – nilai yang bersinggungan dengan kompetensi seperti teknologi, finance, serta komunikasi.

10917874_10152953182921291_1219997979797891734_n

“Sebagai contoh, waktu saya sekolah saya memiliki teman dari berbagai latar belakang budaya, memang banyak hal yang membuat kita merasa berbeda satu sama lain. Tapi disitu Romo Hary selalu menekankan betapa kita harus saling menghargai. Begitu juga dengan teman saya yang setiap hendak pergi ke sekolah harus bangun jam empat subuh, dan membawa bekal makan seadanya, disitu juga kita diajarkan untuk saling berbagi, tanpa perlu membeda – bedakan,” jelas Rafael, sambil menceritakan secara flashback masa – masa sekolahnya.

Masih tentang nilai entrepreuner, penyandang gelar arsitektur Universitas Parahyangan, Bandung ini menambahkan bahwa menjadi entrepreuner harus bisa memberikan value added bagi perekonomian negara. Dalam artian, dengan memberikan impact terhadap perekonomian Indonesia yang semakin solid, maka imbasnya akan dirasakan oleh masyarakat, baik itu penambahan jumlah lapangan kerja yang akan diserap, juga bisa memberikan kesejahteraan pagi pekerjanya.

Efek lain yang bakal dirasa jika tercipta entrepruener Indonesia yang berkualitas adalah bisa mempertahankan market Indonesia dari gempuran perusahaan multinasional. Artinya pengusaha lokal pun dengan kompetensinya bisa dapat bersaing dengan pengusaha global. “Yang paling terasa itu ketika nanti Masyarakat Ekonomi Asia telah bergulir, jika pengusaha lokal memiliki kualitas, maka akan memiliki determinasi atas pangsanya sendiri di lokal, maupun melebarkan pangsa ke luar, bukan malah didominasi oleh pengusaha global,” ujarnya. (EVA)

The post Rafael David, Membentuk Karakter Entrepreneur Sejak Dini appeared first on Majalah SWA Online.

Bella Terjun ke Bisnis Mukena

$
0
0

Muda, cantik dan sukses dalam karier sebagai artis. Itulah gambaran sosok Laudia Cynthia Bella. Nama Bella tidak hanya melambung di dunia sinetron dan  film, tapi  dia juga eksis di jagad modelling. Gadis kelahiran Bandung,  24 Februari 1988 ini diam-diam mulai memperlihatkan kebolehannya berbisnis. Sejak November 2014 lalu Bella yang baru – baru ini mengenakan hijab, merilis produk anyar mukena berbahan premium dengan harga di atas Rp 500 ribu/piece yang diberi label sesuai namanya: Laudia. Berikut ini penuturan mantan kekasih aktor  Chico Jericho itu kepada Arie Liliyah dari SWA Online:

laudya c bela

Sejak kapan mulai membangun bisnis mukena ini ?

Sudah sejak november 2014

Apa latar belakangnya hingga tercetus ide berbisnis mukena ini?

Awalnya ibu saya pernah membuat sendiri sebuah mukena untuk saya. Waktu saya pakai shalat di sebuah masjid dan ada orang yang melihat dan bilang mukenanya bagus. Dia tertarik ingin beli, dari situ saya juga jadi tertarik untuk mulai bisnisnya. Saya kemudian bilang ke ibu saya, mukena buatannya banyak yang tertarik ingin beli, bagaimana kalau dibuatkan saja bisnisnya, jadi awalnya by order.

Lalu,saaya pasang foto-fotonya di media sosial, eh ternyata makin banyak yang mau, jadinya sudah nggak by order lagi, kami bikin saja kemudian dilepas ke pasar.

Sekarang produksinya berapa potong per bulan?

Rata-rata di atas 100 potong per bulan

Dibanderol dengan harga berapa mukenanya?

Harganya di atas Rp 500 ribu dengan bahan yang memang saya pilih dari bahan- bahan mutu premium.

Apakah Anda juga ikut terlibat dalam proses produksinya atau menyerahkan ke penjahit?

Jahitan awal ibu saya sendiri, tapi seiring waktu permintaan makin banyak akhirnya kami pakai tenaga penjahit buat membantu. Saya juga sempat pakai jasa konveksi, tetapi karena ini pakai bahan premium ketika dijahit oleh konveksi hasilnya kurang memuaskan. Jadi sekarang yang menangani proses menjahit ibu saya dan seorang saudara ibu, dan beberapa orang penjahit yang dikontrol langsung oleh mereka.

Kalau desainnya apakah mendesain sendiri?

Iya, saya dan ibu yang mendesain samapai mencari bahannya. Saya sendiri memang sangat suka berburu bahan.

Strategi pemasarannya seperti apa?

Pemasarannya saya masih menggunakan media sosial dan toko online. Tetapi nanti, saya berencana membuka toko di Bandung, saat ini sedang dalam proses mendesain toko, rencananya akan mulai buka tahun ini. Saya buka toko itu pun untuk mengakomodasi calon konsumen yang masih kurang percaya dengan belanja online. Kan masih banyak orang yang tidak percaya jual beli online karena takut tertipu.

Apakah ini bisnis pertama Anda?

Tidak, sebenarnya sebelum membuat mukena saya sempat membuat aksesoris dan pakaian ready to wear. Ya,  itu tadi saya hobinya berburu bahan dan mendesain, kemudian didukung ibu yang pintar jahit. Sekarang yang ready to wear dan aksesoris masih jalan, tetapi yang mukena ini membuat saya makin semangat lagi menjalani bisnis ini.

Kenapa tertarik masuk ke dunia bisnis fashion dan aksesoris ini?

Karena saya selalu ingin berkreatifitas, ingin mencoba dunia yang baru diluar profesi saya. Ternyata seru.

Apa yang Anda maksud dengan ‘seru’ dalam dunia bisnis?

Serunya itu ketika produk kita dipakai dan diberi komentar memuaskan, apalagi diposting di sosial media, yang seperti itu yang membuat saya tambah semangat.

Dalam menjalani bisnis ini adakah suka dukanya?

Iya tentu ada, namanya juga bisnis, contohnya kadang ada yang pesan, barangnya sedang dalam proses pembuatan, eh, dibatalin. Yah, itu sempat bikin kesal. Tetapi menuurt saya, masalah apapun itu pasti ada sisi positif dan negatifnya. Jadi dimabil jadi pelajaran saja.

Apakah bisnis mukenanya ini akan dijalankan dengan serius sampai besar?

Saya berniat begitu. Saya sendiri tidak menyangka dari hobi, kemudian iseng membuat mukena jadi bisnis. (EVA)

The post Bella Terjun ke Bisnis Mukena appeared first on Majalah SWA Online.

Mimpi Nanda, Alatselam.com Mendunia

$
0
0

Salah satu cabang olahraga yang menantang adalah menyelam. Tak banyak memang yang menggeluti hobi ini meskipun sudah bisa berenang. Seorang penyelam membutuhkan ketenangan dan mental yang kuat saat sedang berada di kedalaman. Itulah pentingnya para penyelam pemula bergabung dengan komunitas selam, seperti Forum Penyelam Mahasiswa Indonesia (FPMI), Persatuan Olahraga Selam Seluruh Indonesia (POSSI), Freediver Indonesia, dan National Association of Underwater Instructors (NAUI) yakni organisasi yang menyediakan lisensi untuk kegiatan menyelam. “Anggotanya dari mana saja. Bermacam-macam, mulai dari remaja sampai orang dewasa. Ada juga dari kalangan pekerja serta mahasiswa,” ujarnya.

Lewat komunitas ini, lanjut dia, biasanya ada sesi pengayaan pengetahun dasar tentang menyelam yang kemudian bisa dipraktekkan di sesi lapangan. Kunjungan dan kegiatan menyelam bareng di spot-spot menyelam terbaik di Tanah Air, seperti Wakatobi, Pulau Weh, dan Raja Ampat akan memperkaya pengalaman dan jam terbang sekaligus untuk mengasah mental saat sedang berada di kedalaman. “Komunitas menyelam yang ada sekarang terbentuk secara alami. Ya, karena sama-sama suka menyelam dan setiap kali ada aktivitas menyelam, semuanya terlibat. Anggotanya tersebar dari Sabang sampai Merauke. Jumlahnya mungkin kini sudah ribuan,” kata Nanda Amiruly, Managing Director alatselam.com.

Nanda Amiruly, Managing Director alatselam.com

Nanda Amiruly, Managing Director alatselam.com

Menyelam tak hanya sekadar menyalurkan hobi, tapi juga kerap dibarengi aktivitas lain yang bermanfaat. Seperti, program peduli lingkungan maupun edukasi masyarakat. Misalnya, FPMI kerap melakukan kegiatan pelestarian terumbu karang, serta gerakan penyelamatan ikan hiu (#SaveShark). Ada juga komunitas Freediver Indonesia yang juga sering melakukan hal serupa. “Kegiatan edukasi masyarakat seperti program menjaga terumbu karang dan sumber daya ikan. Jadi, tidak hanya menikmati pemandangan bawah laut, tapi juga tidak boleh memotong terumbuh karang, menangkap atau membunuh ikan yang terancam punah,” ujarnya.

Untuk memasyarakatkan olahraga menyelam, Nanda juga mendirikan toko alat selam. Promosinya dilakukan lewat dua showroom peralatan selam yang terletak di Jakarta dan Denpasar, Bali, serta lewat website alatselam.com. Promosi juga dilakukan lewat kerjasama dengan DiveMagz, majalah khusus untuk penyelam pemula maupun profesional. “Pemesanan bisa datang ke toko langsung, lewat website, telepon, dan SMS. Kami juga kerap memberitahu program promosi lewat milis. Setiap yang belanja, harus memberikan nama, no telpon, dan email. Dari sana, kami memberitahu promo-promo yang ada,” katanya.

Harga satu set alat selam dibanderol Rp 15 juta, sudah termasuk masker, snorkel, tabung, Bouyancy Compensation Device (BCD), regulator untuk bernapas lewat mulut, fin (kaki katak untuk mempercepat gerakan saat berenang di dalam air), dan belt (semacam ikat pinggang yang terbuat dari logam). “Tapi, kami juga menyediakan paket hemat untuk penyelam pemula yang hanya sekadar untuk liburan, yakni paket masker, snorkel dan fin. Ke depan, kami ingin toko selam ada di semua kota di Indonesia,” ujarnya.

The post Mimpi Nanda, Alatselam.com Mendunia appeared first on Majalah SWA Online.


Ini Rahasia Magfood Berjaya di Bisnis Kuliner

$
0
0

Yanty Melianti Isa mungkin tak pernah menyangka Magfood yang berdiri sejak 2001 silam bisa menjadi besar seperti sekarang. Dari awalnya menyediakan bumbu masakan dalam bentuk bubuk, PT Magfood Inovasi Pangan kini telah memiliki anak perusahaan, yaitu PT Magfood Amazy International. Magfood Amazy menyediakan hidangan makanan ayam krispi yang dipasarkan lewat restoran dan juga gerobak. Total, sudah ada 135 outlet yang terdiri dari 130 restoran dan 5 gerobak dengan penghasilan sekitar Rp 4,9 miliar sepanjang tahun 2013 lalu.

Direktur Utama Magfood Inovasi Pangan, Suwanto, mengisahkan, Magfood berdiri pada tahun 2001 sebagai produsen penyedia bumbu untuk makanan dalam bentuk bubuk. Produknya antara lain tepung bumbu, bumbu masak, bumbu bakso, dan bumbu makanan ringan. Sang pemilik, Yanti, berinovasi dengan membuat tepung bumbu untuk ayam goreng (fried chicken).

“Tahun 2003, kami membangun lini bisnis baru berupa pengembangan tepung bumbu fried chicken, yakni Magfood Red Crispy. Kami berhasil memiliki sampai 270 outlet berbentuk gerobak hingga tahun 2007. Produk kami pertama kali muncul dalam bentuk gerobak. Di situ, promosinya dengan membagikan brosur serta banyak mengikuti pameran,” katanya kepada SWA.

Sumanto, President Director PT MagFood Inovasi Pangan

Sumanto, President Director PT MagFood Inovasi Pangan

Sukses lini bisnis tersebut rupanya ditiru banyak orang. Mendadak muncul banyak usaha sejenis. Tidak mau terkapar di tengah kerasnya persaingan di industri makanan, Magfood Red Crispy bertransformasi menjadi Magfood Amazy, menawarkan konsep baru dalam bentuk restoran. Menu yang ditawarkan pun bukan hanya ayam dan kentang, tetapi juga menu semi fast food. “Outlet kami sudah 135 buah. Dengan konsep waralaba, yang terdiri dari 5 gerobak dan 130 restoran dan mini restoran yang menawarkan 22 menu. Yang kami punya sendiri ada 10 restoran,” kata Suwanto.

Cukup sampai di situ? Tentu saja tidak. Magfood Amazy kembali berinovasi dengan menawarkan menu baru setiap tiga bulan. Pada saat bersamaan, menu yang jarang dipesan pelanggan ditinggalkan. Khusus di Magfood Inovasi Pangan sendiri, lanjut dia, sudah tercipta 4 bumbu baru sehingga total produk bumbu mencapai 42 buah.

“Kami juga memikirkan aspek keamanan untuk setiap hidangan yang disajikan di restoran. Banyak produsen makanan sekarang kurang memperhatikan tingkat keamanan makanan mereka. Dalam mencari supplier, kami memberikan persyaratan seperti sertifikat analisis (CoA) dan sertifikasi halal,” ujarnya.

Hingga saat ini, Magfood Amazy masih menjadi penyumbang terbesar pendapatan Magfood Inovasi Pangan, yakni Rp4,9 miliar hingga akhir tahun 2013. Untuk lini bisnis di luar itu, perseroan mereguk pendapatan Rp3,5 miliar. “Kami tumbuh 15% dari tahun 2011 hingga 2012. Pertumbuhan setahun berikutnya naik menjadi 20%-an. Targetnya, kami memiliki 500 outlet hingga tahun 2019 mendatang,” ujarnya.

The post Ini Rahasia Magfood Berjaya di Bisnis Kuliner appeared first on Majalah SWA Online.

UMKM Indonesia Masih Bergerak di Sektor Informal

$
0
0

Banyaknya pelaku UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) di Indonesia yang muncul dan tenggelam, menjadi perhatian bagi TNP2K (Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan) yang bekerja sama dengan AKATIGA, sebuah lembaga penelitian non-profit yang berdiri sejak tahun 1991, untuk melakukan studi dalam rangka merancang ulang kebijakan UKM di Indonesia.Peningkatan-Produk-UMKM

 

Penelitian tersebut memberikan pemahaman yang dapat menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan UKM menghadapi kendala usaha dan mencoba untuk merekomendasikan langkah-langkah untuk mengurangi kendala tersebut. Menurut Indrasari Tjandraningsih, peneliti dari AKATIGA, ada tiga kendala yang dihadapi oleh pelaku UKM. “Yang pertama harga bahan baku yang tidak stabil. Selain harga juga terkadang ketersediaan bahannya tidak menentu. Kedua, kurangnya tenaga kerja yang terampil. Dengan tenaga kerja seadanya akan sulit bagi UKM untuk menghasilkan produk yang berkualitas. Dan, yang ketiga adalah pelatuhan yang diberikan oleh pemerintah terlalu mendasar. Padahal kebutuhan UKM saat ini sudah semakin kompleks,” katanya.

Ari Perdana, Ketua Pokja Kluster 3 TNP2K, menambahkan, saat ini masih banyak pelaku UMKM yang memilih untuk tetap informal. “Permasalahaannya bukan hanya tiga hal tadi, tapi juga banyak yang lebih memilih untuk tetap informal. Dalam artian mereka tidak memiliki CV atau PT. Dengan demikian akan sulit bagi pemerintah untuk mendeteksi dan memantau yang akan berpengaruh terhadap pemasukan pajak negara,” ujarnya.

Menurut Ari, pelaku UMKM lebih memilih untuk tetap informal dikarenakan mereka tidak melihat benefit yang bisa mereka dapatkan ketika usahanya sudah legal di mata hukum. “Di negara kita ini kan tidak bisa dipungkiri lagi bahwa adanya oknum yang merugikan pengusaha. Mereka (pengusaha) sering berpikr kalau mereka sudah bayar pajak tapi tetap saja ada oknum, apakah itu dari preman setempat atau mengatasnamakan ormas tertentu, yang meminta jatah,” papar Ari.

Terkait dengan lembaga yang membina para pelaku UMKM, Ari menjelaskan lebih lanjut bahwa setiap kementrian di Indonesia melakukan pembinaan UMKM di masing-masing kementriannya. Dengan demikian, kementrian menjadi kurang fokus dalam melaksanakan tugasnya. “Contohnya kementrian kelautan kan ada binaan untuk pelaku UKM yang bergerak di bidang budidaya ikan atau produk hasil laut, kemudian di perindustrian ada lagi UKM di bidang garment dan lain sebagainya. Menurut saya dibuat saja satu untuk mengurus UMKM ini dan kementrian bisa fokus membuat peraturan yang bisa mendukung UMKM tersebut,” lanjut Ari.

Dari hasil temuan riset tersebut juga ditemukan bahwa dana bantuan dari peerintah sering kali tidak mencapai seluruh pelaku UKM yang ada. Hal tersebut diakibatkan adanya ketidak tahuan dari pemerintah terhadap UKM yang ada di Indonesia. “Karena ketidak tahuan, maka biasanya yang mendapat dana bantuan itu hanya pelaku yang memiliki hubungan atau dekat dengan orang-orang dari kementrian atau dinas-dinas yang ada di daerah. Mungkin ini terjadi karena sama seperti bank yang tidak mau mengambil resiko. Istilahnya orang lebih suka investasi pada ikan yang sudah gemuk. Tapi masalahnya kalau setiap orang maunya investasi ke ikan yang gemuk, maka ikan yang masih kecil ini kapan bisa gemuknya,” ungkap Ari.

Untuk menjamin agar dana bantuan tersebar merata, Ari berpendapat bahwa dana tersebut sebaiknya diserahkan kepada lembaga keuangan yang sudah berpenaglaman dalam mengelola dana. “Lembaga keuangan kan pasti tahu UKM mana saja yang membutuhkan,” tutupnya.

The post UMKM Indonesia Masih Bergerak di Sektor Informal appeared first on Majalah SWA Online.

Achdiat Farid Berbisnis Tas Unik dengan Modal Ratusan Ribu

$
0
0

Tidak ada salahnya mencoba berwirausaha sembari menyelesaikan studi. Itulah yang dijalankan anak muda kelahiran 20 tahun silam ini. Achdiat Farid, mengaku sedang menikmati masa – masa membesarkan bisnis tas fashion yang diberi nama Radusa, walaupun saat ini ia sedang bergulat menyelesaikan studi sarjana hukumnya di Universitas Padjajaran.

diat radusa

Adapun ide menjalankan bisnis tas ini sebenarnya sudah lama dipendam Achdiat, tapi  baru bisa benar – benar diwujudkan pada pertengahan tahun 2014 lalu. Ia mengaku, pada saat itu keadaan memang sedang pada masa buruk – buruknya, dimana ia mulai harus bisa membiayai hidupnya sendiri karena ayahnya sebagai tulang punggung keluarga telah terlebih dahulu meninggalkannya. “Saya harus memutar otak supaya dapat penghasilan,” ujar  Achdiat, meskipun terlahir sebagai anak terakhir, namun keukeuh untuk bisa menuai penghasilan sendiri.

Bermula dengan modal sejumlah Rp 800 ribu, Achdiat memberanikan diri membuat beberapa model tas, dengan dominasi komponen kayu dan tali sebagai pembeda. Namun sayang perjalanannya tidak langsung semulus ekspektasinya, dimana banyak orang yang meragukan model tas tersebut akan laku.

“Di awal itu saya merasakan banyak hinaan dan disepelehkan. Banyak yang menganggap tas ini tidak akan laku, karena modelnya aneh. Tapi saya tidak menanggapi, saya tetap bangga dan percaya diri dengan karya saya. Dalam hati saya percaya yang penting saya melangkah dan berkarya, Insyaallah ada jalan dan rezeki,” terang Achdiat kepada Swaonline.

radusaTidak berhenti di situ saja, ia juga memantapkan langkahnya menggeluti bisnis kreatif ini dengan menampikkan sejumlah keraguan dari orang – orang sekitar kala ia hendak mengikuti event Pasar Seni ITB.

“Ada yang bilang bayar stand di sana mahal, terus apa bisa balik modal? Tapi, saya tetap yakin tas saya akan laku, sehingga saya beranikan untuk pinjam uang ke beberapa teman untuk menyewa tempat disana,” lanjutnya. Dan, alhasil seperti yang dituturkannya, dagangan tasnya ludes. Dari situlah ia menyimpulkan bahwa, ia telah mendapatkan segmentasinya, dijajarkan dengan varian produk yang dikreasikannya.

Saat ini, Achdiat telah memunculkan total delapan varian tas dengan beberapa beberapa corak yang dibanderol dari Rp 190 ribu sampai dengan Rp 290 ribu. Adapun untuk beberapa penamaan untuk tiap varian,  ia menyematkan dari nama gunung, seperti Kilimanjaro, Fujiyama, Jayawijaya dan Carstensz. Sementara sisanya antara lain Kalimantan, Mojito, Samade, dan Duraesa. Dari beberapa varian ini, yang membedakan adalah dari sisi motif, serat sueden, serat tiap komponen, serta warnanya.

“Yang utama dari produk saya adalah tas, dengan konsep tas untuk liburan santai, bukan untuk membawa barang yang banyak. Meskipun dominasi produknya pada komponen kayu dan tali, namun saya juga memproduksi tas tas biasa, hanya untuk meramaikan bisnis,” ungkap anak muda yang juga gemar melancong ini.

Mengenai pemasarannya, keaktifan dan kreativitas dalam memanfaatkan jejaring sosial seperti Instagram, Facebook, Twitter, dan Path, menjadi modal besar Achdiat mendekatkan produk kreasinya kepada khalayak. Tak segan, ia juga mengajak pembeli maupun rekannya untuk berfoto mengenakan tas Radusa dengan berlatar pemandangan alam, seperti pantai, gunung, sungai, dan tebing. Untuk semakin memantapkan penetrasi jualannya, Achdiat juga bahkan kerap turun langsung berpose bersama buatan tangannya.

Saat ini, meskipun secara fisik tokonya masih terpusat di Bandung,  order yang didapat silih berganti datang dari berbagai belahan Indonesia. Bahkan tidak tanggung – tanggung, sejumlah pelancong asingpun banyak yang kesengsem dengan kekhasan produknya. Ia pun langsung mengambil peluang emas ini dengan melayani pembelian secara online dari website-nya, radusastore.com , ataupun dari eCommerce tempat ia menitipkan barang. “Untuk eCommerce saya telah bekerja sama dengan Berrybenka,” katanya.

Karena itu,  dirinya pun berani mengambil ancang – ancang untuk membuka gerai di sejumlah tempat wisata andalan Indonesia, seperti Bali, Derawan, dan beberapa tempat lainnya, seiring dengan meningkatnya jumlah wisatawan baik domestik maupun asing. Rencananya, Achdiat akan meluaskan segmen industri kreatifnya dengan merambah pada baju, sepatu, dan aneka kerajinan tangan lainnya.

The post Achdiat Farid Berbisnis Tas Unik dengan Modal Ratusan Ribu appeared first on Majalah SWA Online.

Chef Yono, Memulai Bisnis Resto di AS dari Nol

$
0
0

Widjiono Purnomo sukses menekuni bisnis restoran di Amerika Serikat. Ia kini telah memiliki dua resto di Negeri Paman Sam dengan total omzet 3-4 juta per tahun, yakni Yono’s Restaurant yang fokus di fine dining dan DPYONOS yang merupakan kependekan dari nama putranya Dominick Purnomo. Jalan hidup lulusan AKPAR NHI Bandung, September 1971 sangat berliku. Ia sempat gonta-ganti profesi hingga akhirnya memilih menjadi koki. “Sejak menjadi chef inilah kemudian muncul ide untuk memulai bisnis restoran di Ameria dengan menyewa 21 Restaurant pada 1983, saya memulai memasak dan bisnis memasak dari nol,” katanya.

Usai lulus dari NHI, pria kelahiran Solo pada 1 Agustus 1951 ini langsung bekerja di kapal pesiar Holland America kira-kira tujuh tahun lamanya. Yang ada di pikirannya hanya bagaimana dia bisa mendapatkan kesempatan untuk liburan di negeri orang, tentu saja sembari bekerja. Namun, semuanya berubah ketika dia bertemu dengan wanita idamannya pada tahun 1975, yang merupakan penumpang di kapal pesiar tempatnya bekerja. Wanita keturunan Amerika-Italia dan berwarganegaraan AS itu dinikahinya dua tahun berselang. Ia memutuskan menetap di Albany, New York, mengikuti sang istri. “Di AS inilah, saya mulai dengan pekerjaan baru saya, mulai dari bus boy di hotel, staf dining room dan dapur sekaligus bus boy. Beberapa tahun kemudian, karier saya berkembang menjadi server, bartender, dan sommelier,” ujarnya.

chef Yono, pemilik restoran di Albani New York

Pada 1979, Widjiono bekerja sebagai dining room manager di Hotel Americana (sekarang Desmond) dengan tugas mengurus Scrimshaw Restaurant. Pada April 1981, dia diajak Jim Rua untuk bekerja sama menyediakan katering bagi artis di acara Boston Symphony Orchestra. “Di sinilah, saya memiliki kehormatan untuk memasak dan menyajikan makanan pada komposer Sejei Ozawa, konduktor John Williamns, Maria Cole (Janda Nat King Cole) dan putrinya Natalie. Saat itu, saya juga bekerja di 21 Restaurant di Albany. Pada 1983, saya menyewa 21 Restaurant, lalu saya ditantang oleh chef saya, bagaimana kalau saya yang memasak sendiri?” kata dia.

Sejak saat itu, ia belajar memasak secara otodidak dari buku-buku dan seminar. Ia juga bergabung dengan berbagai organisasi, seperti The American Culinary Federation (ACF), NYSRA, Chaine des Rotisseurs, ACCVB, dan sering ikut dalam konferensi yang bisa mengasah skill memasaknya. “Saya juga berhubungan dengan Chef William Wongso, Chef Fritz Sonnenschimdt yang merupakan Dekan dari Culinary Institute of America. Saya benar-benar belajar dari nol untuk urusan memasak. Tahu basic, tapi belum pernah memasak untuk umum,” katanya.

Selama 10 tahun belajar, Widjiono akhirnya mendapatkan sertifikat executive chef dari semula hanya sertifikat food and beverage. Pada 1985 terjadi kebakaran di 21 Restaurant, kepemilikan gedung berganti. Widjiono memutuskan tidak memperpanjang sewa dan mencari lokasi baru, tepatnya ke Turnkey Operation di Jalan Hamilton 289. Dibantu seorang teman, lahirlah Yono’s Restaurant. Begitu buka, restoran ini langsung diminati dan bertahan sampai saat ini berusia 35 tahun. Ia lalu berekspansi dengan mendirikan DPYONOS. “Berbisnis restoran banyak sekali tantangannya, mulai dari pekerja dan ketentuan perundangan. Rajin, tawakal, dan sabar. Saya ambil peluang dan sedikit gambling. Di AS kalau tidak gambling tidak akan maju. Gambling tapi pakai otak,” kata dia. (Reportase: Aulia Dhetira)

The post Chef Yono, Memulai Bisnis Resto di AS dari Nol appeared first on Majalah SWA Online.

Siti Nurjanah Kembangkan Roti Halal di Jepang

$
0
0

Tak mudah memulai bisnis di negeri orang. Hal itu juga yang dihadapi Siti Nurjanah yang kini sukses menjalankan bisnis roti berlabel halal di Jepang. Namun karena passion yang dimilikinya dan kelihaiannya dalam memilih ceruk bisnis yang belum banyak digarap orang lain, tantangan bisnis bisa dihadapi lulusan D3 Sastra Jepang dari Universitas Padjajaran, Bandung, tersebut. Semula, ia pergi ke Negeri Sakura hanya untuk mengikuti Japanese Course Extension Program di Okazaki, Jepang. Namun, ia memilih menetap di sana. “Saya datang ke Jepang tahun 1995, semakin lama saya makin tertarik untuk tinggal. Saya juga tertarik dengan bisnis makanan di Jepang, sehingga bekerja part time di pabrik obento dan kerupuk,” kata dia.

Kegiatan membuat kue bukan hal yang asing baginya. Saat tinggal di Bandung, ia sudah terbiasa memproduksi kue di toko ‘Dapur Ibu Dedeh’ milik ibunya. Sambil bekerja part time, pada 1997 Siti Nurjanah mulai menerima pesanan kue atau roti dari teman-temannya. “Saya mengawali bisnis di Jepang sejak 1997, mulai dengan mensuplai roti dan cake pesanan dari orang Jepang, Indonesia, Malaysia, Pakistan, Arab, Bangladesh, Mesir, dan China, mereka umumnya mahasiswa-mahasiswa asing di Jepang,” kata dia.

Pesanan pun mulai berdatangan. Siti Nurjanah memutuskan ikut kursus agar bisa memiliki sertifikat dari Japan Home Bakery (institusi bakery course terbesar di Jepang). Sertifikat itu menunjukkan pemiliknya punya pengalaman membuat berbagai macam kue dan roti termasuk memperkenalkan ke publik resep roti dan kue yang dikembangkan sendiri. Dia juga mempunyai kelas bakery course di Gifu Jepang. “Dengan modal yang diberikan suami saya, tahun 2014 kami akhirnya memberanikan membuat desain pabrik sendiri bersama arsitek disesuaikan dengan aturan perizinan pabrik makanan di Jepang,” kata dia.

siti nurjanah hanamaza pan-JEPANG

Siti Nurjanah kini memiliki lisensi pabrik roti halal di Jepang dengan merek dagang Hanamaza Pan. Ia juga telah memiliki pabrik roti sendiri yang berlokasi di Gifu City dengan kapasitas produksi 50 buah per hari dengan dibantu staf asli Jepang. Omset pabrik roti itu kini mencapai Rp 500 juta per tahunnya. “Kelebihan pabrik saya adalah menghasilkan 30 macam roti sesuai musim di Jepang, roti pada saat musim dingin berbeda dengan roti pada saat musim panas, dengan rasa dan desain roti yang menarik, misalnya roti choco sheep, roti berbentuk kepala kambing lucu,” kata dia.

Semua itu dilakukannya karena memang bisnis roti di Jepang selalu penuh inovasi dan terkait seni desain roti karena bukan hanya rasa yang akan dicapai tapi penampilan sajian, kemasan, dan teknik promosi. “Pabrik saya menyasar para muslim yang tinggal di Jepang maupun turis yang mencari roti halal, juga orang Jepang yang mencari desain dan rasa roti berbeda. Jadi selain memiliki keunggulan dari sisi desain, roti yang saya hasilkan adalah roti berlabel halal,” kata dia.

Sukses berbisnis roti. Siti Nurjanah kerap diundang untuk mengisi seminar di berbagai kota di Jepang. Ia kini menyandang Ketua Fahima Jepang (organisasi muslimah di Jepang yang bergerak di bidang sosial). Ia kini ingin mengembangkan sayap, menembus supermarket di Jepang. “Supermarket di Jepang telah mulai menerima produk dengan label halal, sehingga tidak sulit untuk menawarkan produk roti. Untuk memenuhi permintaan, kami membuat tipe beku, misalnya mini pizza beku,” kata dia. (Reportase: Tiffany Diahnisa)

The post Siti Nurjanah Kembangkan Roti Halal di Jepang appeared first on Majalah SWA Online.

Tedy Chan : Raup Untung Sedikit Demi Kepuasan Pelanggan

$
0
0

Tedy Chan dikenal sebagai pengusaha berlatar belakang profesional sukses dengan 12 Food Court bernama Kwetiau Bagan dan Kongkow Restaurant di Supermall Karawaci. Kongkow Restaurant kembali melebarkan sayapnya dengan membuka cabang keduanya di Mall Tangcity, Tangerang. Restaurant ini hadir dengan konsep modern kontemporer seluas 300 meter persegi.

PhotoGrid_1434088825959_resized

Pengusaha lulusan salah satu perguruan tinggi di Belanda ini mengaku untuk memperluas cabangnya ia hanya memberikan pelayanan yang terbaik untuk para pelanggannya, tidak hanya berpaku pada mencari untung sebanyak-banyaknya namun pelanggannya dimanjakan dengan masakan chinese food yang berkualitas.

“Strateginya ya jangan mengambil untung banyak-banyak yang penting restonya ramai dulu dan penyajiannya, pelayanan juga tetap diutamakan, “ tuturnya saat grand opening Kongkow Restaurant di Tangcity, Tangerang.

Dia menceritakan, untuk menarik pelanggan sendiri, ia memberikan harga yang sangat terjangkau mulai dari Rp 15.000 – Rp 55.000 yang bisa menjadi satu pilihan menarik untuk kumpul bersama teman atau keluarga serta promosi-promosi menarik seperti potongan harga.

Inovasi-inovasi juga selalu dilakukan Tedy seperti di cabang keduanya ini ia membuat restoran dengan konsep modern kontemporer yang cocok untuk berkumpul atau “kongkow-kongkow” bersama teman-teman dan keluarga dengan aneka suguhan dari Mu Shu Chicken, kwetiau, kopi hingga street food .

Mempunyai kunci sukses bisa menangkap peluang bisnis dan menggunakan peluang tersebut serta selalu berinovasi. Pria pecinta makanan ini merasa tertantang dalam menjalankan bisnisnya karena dengan harga bahan dasar sembako yang terus melonjak namun tetap harus memberikan kualitas rasa makanan yang disajikan di restaurant yang sudah ia mulai rintis pada tahun

“Harapan ke depan Kongkow Restaurant bisa diterima secara branding dan bisa membuka cabang lagi ke daerah-daerah lain ke Jakarta, Bekasi, Cibubur,” tuturnya. (EVA)

The post Tedy Chan : Raup Untung Sedikit Demi Kepuasan Pelanggan appeared first on Majalah SWA Online.

Bisnis Dokter Muda dengan 11 Cabang Klinik Kecantikan

$
0
0

20150608_100616_resized

Menjadi cantik merupakan dambaan setiap wanita. Saat ini banyak wanita yang melakukan perawatan-perawatan untuk mewujudkan mimpinya menjadi cantik dan menarik. Di Indonesia sendiri sudah banyak klinik kecantikan yang memberikan pelayanan-pelayanan terbaik. Salah satunya The Clinic Indonesia yang diperkasai oleh dr. Danu Mahandaru, SpBP-RE bersama beberapa rekannya yang mempunyai visi dan misi yang sama untuk mendirikan The Clinic Indonesia dengan taraf Internasional. Berikut wawancara SWA Online dengan dr. Danu Mahandaru, SpBP-RE :

Boleh diceritakan bagaimana awal berdirinya The Clinic Indonesia?

The Clinic Indonesia ini berdiri pada tahun 2010 dengan dirintis oleh beberapa dokter yang memang punya konsen yang sama di bidang estetika. Saya melihat di Indonesia belum ada klinik yang mempunyai fasilitas yang benar-benar bagus, sehingga kebanyakan masyarakat Indonesia masih pergi keluar negeri walalupun hanya untuk suntik botok, kenapa sih di Indonesia tidak ada klinik yang menyediakan jasa yang bertaraf internasional ? Dari hal tersebut saya dan beberapa teman saya berinisiatif membuka klinik ini.

Bagaimana perjalanan bisnis ini dari tahun 2010 hingga saat ini ?

Pada prinsipnya The Clinic Indonesia mempunyai visi dan misi untuk memberikan pelayanan yang baik, konsep yang baik, sehingga menghasilkan profit yang besar sehingga banyak orang yang tertarik juga untuk mengembangkan bisnis ini dengan konsep One Stop Estetika.

Selama lima tahun ini suka dukanya apa dalam menjalankan bisnis ini?

Untuk suka dukanya sendiri tentu banyak terutama ketika berhubungan dengan Sumber Daya Manusia (SDM) kami menginginkan dokter-dokter yang akan bergabung dengan kami mempunyai kualitas yang bagus dan sesuai dengan kapasitas yang kami perlukan untuk memberikan pelayanan yang terbaik untuk para konsumen kami.

Apa kelebihan klinik ini dibandingkan dengan klinik lainnya?

Di The Clinic Indonesia ini kami melayani konsumen bukan sesuai dengan kemampuan para dokter tetapi sesuai dengan kebutuhan konsumen. Di sini kami menggunakan konsep “One Stop Aesthetic Center” di mana kami melayani dari struktur wajah, rambut, gigi, dan kuku. Menurut saya, ini bagian organ-organ tubuh yang menunjang kecantikan wanitta. Misalnya ada pasien yang mengeluhkan wajahnya sudah kendur, nah kami bisa memberikan layanan sesuai kebutuhan pasien seperti pasang benang, operasi plastik, sedangkan di klinik lain banyak dokter yang melakukan tindakan hanya sesuai dengan kemampuan dokternya. Menurut saya,  pasien mempunyai kepuasan yang tertinggi, semua pasien mempunyai hak untuk menggunakan vilen, implan semua hak pasien.

Produk dan layanan apa saja yang ada di klinik ini? Dan bagaimana strategi pemasarannya?

Di sini karena mengusung konsep One Stop Aesthetic Center, kami mempunyai beberapa layanan seperti Plastic Surgery yang meliputi Liposuction, Tummy Tuck, Breast Augmentation, Eyelid Surgery, Rhinoplasty, Facelift, Jaw Countouring, Tattoo Removal. Untuk Dental Care kami mempunyai layanan Whitening Bleaching atau Scalling&Polishing, Snap On Smile sedangkan untuk Hair care disini melayani Hair Loss, Damage Hair, Dandurff, dan Hair Growth with laser. Strateginya sendiri lebih banyak mulut kemulut, kalau kami memberikan pelayanan yang berkualitas dan pelanggan merasa puas, tentu dia akan bercerita ke orang lain mengenai pengalamannya melakukan perawatan di sini.

Ada berapa jumlah dokter saaat ini? Bagaimana perekrutannya?

Saat ini ada sekitar 40 dokter yang tergabung di The Clinic Indonesia yang tersebar di 11 cabang diberbagai kota besar di Indonesia. Untuk perekrutannya sendiri tentu kami lihat dulu CV nya. Ada berbagai macam dokter seperti dokter bedah plastik, estetik, dermatologis dan dokter gigi, berdasarkan spesialisasi dokter ini kami kirim training ke luar negeri. Untuk dokter estetikanya, kami ada tranining juga.

Dalam lima tahun berapa cabang yang dibuka ? Lalu strategi apa yang digunakan untuk memperluas cabang?

The Clinic Indonesia sudah punya 11 cabang seperti di Jakarta, Lampung, Kebumen, Medan, Solo, Tanjung Pinang, Bekasi. Rencananya tahun ini juga akan membuka cabang di beberapa kota besar di Indonesia. Untuk strateginya kami lebih mengutamakan memberikan pelayanan yang berkualitas, kami tidak mau mengorbankan kualitas demi profit yang banyak. Akhirnya dari mulut ke mulut banyak yang mempunyai visi dan misi yang sama untuk memberikan pelayanan yang berkualitas.

Inovasi-Inovasi apa saja yang dilakukan untuk menghadapi pesaing?

Pertama kami tambah treatment, update teknologi, kami juga kirim dokter keluar negeri dan kami juga selalu minta perusahan-perusahan farmasi untuk produk baru, lalu kita uji cobakan di lab.

Kunci sukses dokter dalam menjalankan bisnis ini apa?

Kunci suksenya bekerja keras dan berkomitmen, kami harus berkomitmen sama tujuan yang ingin kami capai.

Berapa omsetnya?

Untuk saat ini omsetnya Rp1 miliar hingga 2 miliar. Harapannya The Clinic Indonesia bisa hadir di kota-kota besar di Indonesia.

Apa saran Anda untuk masyarakat dalam memilih klinik kecantikan?

Jadi untuk para pelanggan saran saya, pertama, pastikan kliniknya benar, punya sarana dan prasarana yang baik dan berizin. Yang kedua, pastikan sesuai dengan indikasi anda kalau memang anda punya masalah dengan kecantikan, pastikan Anda datang ke suatu klinik one stop estetik klinik, datang ke klinik yang di dalam rumah sakit. Juga, pastikan dokternya terdiri dari beberapa dokter,  jangan cuma satu dokter karena kalau cuma satu dokter kemampuannya terbatas. Padahal sebetulnya itu bukan yang terbaik buat Anda. Terakhir, jika berkonsultasi dengan dokter, pastikan semuanya ditanyakan apa kelebihannya, apa sih kekurangannya,apa ada alternatif lain? Ada efek sampingnya apa tidak? Semuanya harus jelas. (EVA)

The post Bisnis Dokter Muda dengan 11 Cabang Klinik Kecantikan appeared first on Majalah SWA Online.


Mona Tjahja Getol Mengembangkan Yoga

$
0
0

Untuk menciptakan performa kerja yang maksimal, kebugaran tubuh dan juga pikiran mutlak diperlukan. Ketika berada dalam rutinitas kerja, kadang manusia lupa akan batasan dirinya. Memforsir kerja, menimbun aktivitas multitasking membuat otak menjadi stress, dan berimbas buruk pada kebugaran tubuh. Yoga, sebuah olahraga yang menyatukan antara alam dengan badan dan pikiran, ternyata mampu secara efektif meredam stress, baik itu yang disebabkan oleh rutinitas kerja kantor, rumah, hingga aktivitas pergaulan di sekitar. Menurut Mona Tjahja, CEO Gudang Gudang Yoga, manusia bisa lebih mengenal dirinya sendiri sehingga bisa mengeluarkan potensi terbaiknya dengan melakukan yoga. Juga selain itu, mereka bisa menerima diri mereka apa adanya, sehingga signifikansinya kemungkinan terkena stress jauh berkurang.

Memang, Yoga merupakan implementasi dari aktivitas keagamaan Hindu. Namun, Gudang Gudang Yoga menawarkan program ini bukan atas nama aliran agama tertentu, melainkan menghubungkan Yoga dengan kehidupan modern saat ini. Hasilnya, terbukti Yoga mampu menurunkan stress, lebih bersyukur, melakukan segala hal secara conscious (sadar), efektivitas kerja, dan lainnya. Ada lima prinsip dalam Yoga, yaitu Yama (pengendalian diri), Niyama (disiplin diri), Asana (posisi tubuh), pranayama (teknik pernapasan) yang imbasnya nanti ke Pratayahana (peningkatan kesadaran diri) dan Dhara (mempertajam pikiran), dan kemudian ada Dhyana (meditasi).

“Orang salah kaprah dengan menganggap yoga adalah senam. Ini jelas berbeda, mungkin memang ada unsur senamnya, tapi kalau senam itu sendiri khusus untuk membugarkan badan (lahiriyah) saja. Yoga lebih dalam dari itu, secara fisik bisa jadi lebih kuat, lebih bugar, lebih fleksibel, juga bisa meningkatkan stamina. Dari segi mind, menjadi lebih tenang dan nyaman setelah berlatih,” ujarnya.

Mona Tjahja, CEO Gudang Gudang Yoga

Mona Tjahja, CEO Gudang Gudang Yoga

Gudang Gudang Yoga lahir secara tidak sengaja saat Mona yang mulai jatuh cinta dengan Yoga pada tahun 2008 silam bertemu beberapa teman yang punya ketertarikan serupa. Mereka sepakat berlatih bareng yang tujuannya saat itu having fun semata. Dari kelompok kecil itu, mereka kemudian mengenal pecinta Yoga yang lebih besar, yang kemudian dinamakan Yogaholics. Mona pun mulai mengenal Deera Dewi yang merupakan guru pertamanya yang pada akhirnya juga ikut berkecimpung di Gudang – Gudang Yoga. Dari latihan bersama, mereka kemudian mempersiapkan calon guru, praktisi, maupun mengajarkan pemula melalui kegiatan workshop.

“Kami membentuk LearnYoga@GG pada tahun 2012 yang berlokasi di Joglo. Yang teregistrasi adalah 200 jam RYS (Rishikesh Youth Peet, sekolah Yoga dari India). Dengan guru-guru yang sudah punya jam terbang mengajar Yoga lebih dari 200 jam. Kami juga berafiliasi dengan Yogamaze dari LA (Los Angeles) yang didirikan oleh guru kami juga, Noah Maze,” katanya.

Mona menjelaskan, keputusannya untuk mendirikan Gudang – Gudang Yoga disebabkan mulai banyaknya permintaan dari peserta workshop dan pertanyaan untuk berlatih secara reguler. Gudang Gudang Yoga akhirnya resmi dibuka pada tahun 2013. “Visi Gudang Gudang Yoga sederhana, menjadi tempat dimana praktisi Yoga merasa nyaman, tidak takut untuk mencoba Yoga sebagai salah satu cara mereka mengenal diri lebih baik lagi, menemukan potensi maupun untuk bisa menerima diri apa adanya. Kami percaya Yoga itu untuk semua,” ujarnya.(Reportase: Fardil Khalidi)

The post Mona Tjahja Getol Mengembangkan Yoga appeared first on Majalah SWA Online.

Sun Motor Sulap Lahan Bekas Showroom Jadi Hotel

$
0
0

Sun Motor lahir dari sebuah tekad dan kegigihan Imelda Sundoro dan suaminya Sundoro Hosea pada tahun 1974 di Solo, Jawa Tengah. Dari hanya kredit mobil di beberapa kota di Jawa Tengah, usaha mereka kemudian berkembang menjadi dealer besar mobil dan sepeda motor, bahkan melangkah juga ke bisnis lain, seperti rental mobil, properti, dan jasa keuangan.

Presiden Direktur Sun Motor Group, Hartono Hosea mengisahkan lini bisnis hotelnya diawali dengan mendirikan Hotel Novotel di jantung kota Solo pada 1997 silam. Dengan kapasitas 141 kamar, setiap tahunnya, hotel bintang 4 plus ini terisi rata-rata di atas 60% dan tingkat hunian pada saat ini mencapai 80%.

Selanjutnya, di bulan Mei 2004 Hotel Mercure Yogyakarta diresmikan. Hotel yang merupakan sebuah gedung antik yang dibangun pada tahun 1800-an, telah direnovasi menjadi hotel berbintang 4 plus.

Dalam perjalanannya, hotel ini telah mengalami beberapa pergantian nama seiring dengan peningkatan peringkat hotel menjadi bintang 5, dengan nama Grand Mercure Phoenix Yogyakarta, kemudian dikarenakan kekhususan serta keunikan hotel ini maka oleh grup Accor ditetapkan ke dalam M Gallery dengan nama The Phoenix Hotel Yogyakarta.

Presiden Direktur Sun Motor Group, Hartono Hosea

Presiden Direktur Sun Motor Group, Hartono Hosea

“Kami sudah beberapa kali membeli lahan dan bangunan bekas showroom yang harganya lebih murah. Karena posisinya strategis di tengah kota, kami ubah jadi hotel. Kalau belinya tanah baru, harganya jauh lebih mahal. Dari sana, kami serius ke properti,” kata Hartono.

Menurut dia, Sun Motor Grup sekarang telah mengoperasikan 14 hotel, tersebar di Bali, Solo, Semarang, Jogja, dan Jakarta. Semuanya bintang tiga dan empat karena menyesuaikan dengan luas tanah bekas showroom yang hanya sekitar 3.000-5.000 m2.

Hotel Novotel Semarang dengan 178 kamar resmi beroperasi pada tahun 2005. Menyusul kesuksesan 3 hotel sebelumnya, Hotel Ibis Solo resmi dibuka dan mulai beroperasi pada bulan Agustus 2008.

Hotel Best Western Premier Solo hadir membanggakan di kota Solo pada bulan Oktober 2009. Berkat konsep batik yang diusungnya hotel ini mendapatkan penghargaan dari MURI.

Pada tahun 2011, Hotel All Season Denpasar pun hadir di Bali, dan beberapa hotel akan segera bergabung ke dalam jaringan hotel milik Sun Motor Group, di antaranya Mercure Matraman dan Yogyakarta, Jaringan Hotel Harris & Pop, Hotel Ibis Kuta, Hotel Ibis Sunset Road Bali dan beberapa hotel dalam jaringan Ibis Budget di kota Jakarta, Semarang, Yogyakarta dan Bali.

“Sekarang, sedang kurang baik persaingannya. Semua orang masuk ke bisnis ini, ramai sekali. Tapi, di hotel itu tidak ada cerita minus. Hotel itu grafiknya naik turun seperti gelombang, tapi stabil. Jadi tidak naik ekstrim lalu menukik tajam,” ujar Hartono. (Reportase: Arie Liliyah)

The post Sun Motor Sulap Lahan Bekas Showroom Jadi Hotel appeared first on Majalah SWA Online.

Novita Tandry Berbisnis Sembari Berbagi

$
0
0

IMG_1859

Ditemui di sela sela peluncuran buku kelimanya yang berjudul Happy Parenting with Novita Tandry, Novita Tandry, Direktur NTO International membagikan ilmunya mengenai pola asuh anak dan mengenai psikologi anak. Ia menempuh pendidikan sarjana dan master di Psikologi Pendidikan Anak di University of New South Wales, Australia. Apa saja yang telah ia lakukan di NTO international? Berikut penuturannya dengan reporter SWA Online.

Sejak kapan Anda memulai bisnis ini?

Saya memulai bisnis ini ketika saya berumur 21 tahun di tahun 1993. Awalnya saya membawa franchise Tumble Tots dari Inggris ke Indonesia. Seiring dengan berjalannya waktu, saya juga membawa brand-brand lain. Dengan banyaknya brand yang saya bawa, saya membuat roof company di tahun 2014 yang diberi nama NTO International untuk membawahi 7 brand saya yang lain yaitu NTO day care, Super Tots, Tumble Tots, Leaps and Bound, Right Steps, Right Starts Indonesia, dan Indonesia Teacher Academy. NTO merupakan singkatan dari Nurture, Teach, dan Observe. Nurture artinya kami percaya bahwa 70% anak belajar dari lingkungan mereka, dari nurture-ing mereka, teach bagaimana kami mengajarkan mereka dengan lebih baik dari orang tuanya, observe dunia pendidikan tidak lepas dari observasi.

Apa yang membuat Anda berkecimpung di bisnis ini?

Pertama karena background pendidikan saya. Kedua, saya bertekad ketika saya punya anak, saya ingin merawat anak saya sendiri. Tapi jadinya malah jika saya tidak berbagi dengan orang lain saya berpikir kok saya egois ya ilmu yang saya dapat juga bisa hilang begitu saja. Namun, saya juga tidak mau bekerja dari jam 9-5 sore lalu anak saya diasuh dengan orang lain. Saya tidak pernah memakai jasa pengasuh. Akhirnya saya memilih cara yang paling gampang yaitu membuat sekolah. Mengapa franchise? Karena ketika saya memulai ini usia saya masih muda jadi tidak terlalu banyak pengalaman.

Saat ini sudah memiliki berapa cabang?

Saat ini sudah ada sekitar 41 cabang yang tersebar di beberapa wilayah Indonesia seperti Sorong, Kupang, Makasar, dan lain-lain. Untuk NTO day care sendiri sudah ada 8 cabang.

Apakah keempat-puluh satu cabang itu dikelola sendiri?

Sepuluh cabang saya kelola sendiri, selebihnya dikelola oleh pembeli franchise.

Untuk usia berapa brand-brand dari NTO ini?

Kami berfokus untuk anak dari usia 6 bulan sampai 6 tahun.

Sudah ada berapa siswa yang bersekolah disini?

Saat ini saya sudah mendidik lebih dari 1 juta siswa.

Berapa biaya untuk masuk ke salah satu brand dari NTO ini?

Biaya pendaftaran antara Rp 500.000-Rp 1.000.000 tergantung dengan programnya. Biayanya sebenarnya murah, kelasnya bisa dipilih perhari, perminggu, atau perbulan. Saya membuka NTO ini bukan untuk mencari keuntungan, saya ingin berbagi dengan orang banyak. Bisa dikatakan saya tidak mendapat keuntungan dari ini.

Apa syaratnya untuk membeli franchise?

Saya melihat dari komitmen calon pembeli. Jika komitmennya memang untuk pendidikan, saya terima. Tapi jika tujuannya hanya untuk mencari keuntungan saya tolak. Saya berprinsip jika kita punya passion, uang akan datang dengan sendirinya. Saya tidak ingin pendidikan dijadikan sarana mencari uang.

Apa saja kegiatan yag dilakukan di NTO?

Kegiatannya bermacam macam mulai dari kelas memasak, kelas bahasa, gym, kelas musik, life skills, dan lain-lain.

Mengenai buku kelima Anda, apa yang melatarbelakangi Anda untuk membuat buku ini?

Sebelumnya saya sudah menulis beberapa buku, Bad Behaviour, Tantrums and Tempers, Mengenal Tahap Tumbuh Kembang Anak dan Masalahnya, Buku Pintar Perilaku, dan 365 Days of Happy Parenting with Novita Tandry. Buku-buku ini bertujuan untuk calon orang tua dan orang tua Indonesia dapt belajar bagaimana menjadi orangtua yang baik dan lebih baik lagi. Buku ini berisi bagaimana menghadapi anak, menjadi orang tua yang baik, menjadi kakek-nenek yang baik, bagaimana memilih pengasuh dan lain lain. Materi di buku kelima ini berasal dari beberapa narasumber di acara radio saya seperti ibu Puan Maharani, ibu Veronica Tan, Laura Lazarus, dan lain-lain.

Parenting seperti apa yang baik untuk anak?

Saya tidak bisa memberikan secara pasti parenting yang baik itu seperti apa karena semua itu bergantung kepada background budaya, agama yang dianut, dan pengalaman orang tua ketika dididik sewaktu kecil.

Apa impian Anda dengan NTO?

Saya berharap NTO dapat lebih banyak lagi mendidik anak-anak Indonesia dan masa depan anak-anak Indonesia lebih banyak lagi. Saya ingin lebih banyak berbagi lagi dengan masyarakat Indonesia. (EVA)

The post Novita Tandry Berbisnis Sembari Berbagi appeared first on Majalah SWA Online.

Sugiarto-Diana Alim, Dibimbing Langsung Sang Ayah

$
0
0

Sugiarto dan Diana Alim, putra-putri bos Maspion Group, Alim Markus, punya caranya sendiri mengasah kemampuan berbisnis. Jiwa bisnis, warisan sayang Ayah, memang mengalir deras dalam darah mereka. Namun, mereka tak ingin terus berada di bawah bayang-bayang sukses besar orang tuanya. Bagaimana cara? Keduanya membangun bisnis sendiri, namun tentu saja masih di bawah pengawasan Alim Markus.

“Kami masuk kesini tidak dalam posisi pengambil keputusan sendiri. Saya di posisi asisten President Director, masih banyak mendengarkan dan belajar. Bagaimana cara papa menanangani masalah, bagaimana menyelesaikan, dan bagaimana papa mengambil keputusan,” kata Diana.

Sugiarto pun demikian. Masuk di Maspion Group sejak 2006, ia mendapat amanah di bidang Pengembangan Bisnis. Dia mengaku masih lebih banyak mendengar dan belajar dari sang Ayah. Untuk hal-hal yang mereka berdua bisa mengambil keputusan sendiri, Alim Markus memberi mereka kewenangan di bisnis pribadinya.

“Bisnis pribadi papa di hotel dan restoran. Di hotel, papa punya Quest Hotel di Jl Ronggolawe Surabaya. Kami menggunakan bendera PT Marindo Surya dan menanam investasi senilai Rp 70 miliar untuk membangun hotel berbintang 3,” kata Sugiarto.

Diana (kiri) dan Sugiarto Alim

Diana (kiri) dan Sugiarto Alim

Dia menjelaskan, mereka berdua siap melakukan ekspansi dengan membangun Edition Hotel di Bali. Alim Markus memang tengah membangun bisnis hotel bintang lima di kawasan Pantai Balangan, Jimbaran, Bali, dengan bendera PT Marindo Gemilang. Nilai investasinya sebesar US$ 150 juta atau Rp 1,76 triliun.

Sugiarto menjabat sebagai Direktur Utama Marindo Gemilang. Rencananya, hotel ini akan mulai melakukan konstruksi pada kuartal III/2015 dan penyelesaian akhir tahun 2018. Dikelola oleh Luxury Hotels International Management Company dengan brand Edition Hotel and Residences, hotel ini menempati lahan seluas 4,1 ha.

“Idenya mendirikan Quest Hotel lahir dari anak-anak papa. Papa inginnya kita tidak hanya mendengarkan dan belajar. Tapi harus mencoba. Kalau dikontrol terus sama papa, kita tidak bisa mandiri. Papa masih ngontrol terutama di bidang keuangan,” kata Diana yang lulusan arsitek dari Iowa State University tahun 2012 ini.

Selain hotel, bisnis pribadi Alim Markus yang lain adalah bisnis restoran, PT Reins Marindo Indonesia, patungan dengan perusahaan asal Jepang, Reins. Di sini, Diana menjabat sebagai salah satu direkturnya. Mereka baru saja membuka satu restoran daging panggang di AEON Mall BSD City, yakni Gyu-Kaku.

“Kami menawarkan Onyasai dan Shabu-Shabu. Selanjutnya kami juga akan buka di Lippo Puri Mall Puri Indah Jakarta Barat, sekitar bulan Juli. Targetnya, dalam 5 tahun bisa buka 50 resto di seluruh kota besar Indonesia. Passion saya memang condong ke resto,” ujar Diana.

Untuk Maspion Group sendiri, menurut Sugiarto, kini tengah mengembangkan bisnis pelabuhan. Mereka telah membangun pelabuhan di Manyar, Gresik, seluas 58 hektar. Kini, mereka tengah menyiapkan fasilitas pendukung pelabuhan seperti kawasan pergudangan, jalan yang memadai, rumah makan, dan lainnya.

“Ke dapan Papa juga ingin membangun pelabuhan-pelabuhan di tempat lain selain Gresik,” katanya. (Reportase: Suhariyanto)

The post Sugiarto-Diana Alim, Dibimbing Langsung Sang Ayah appeared first on Majalah SWA Online.

Pendiri Sun Motor: Kenalkan Bisnis Sedini Mungkin

$
0
0

Jumlah pengusaha di Indonesia ternyata masih sangat sedikit dibandingkan negara lain di kawasan Asia Tenggara (ASEAN). Singapura masih yang terdepat dalam mencetak pengusaha baru. Jumlah pengusaha di Tanah Air masih di bawah 2% dari total jumlah penduduk sekitar 250 juta jiwa. Bandingkan dengan Singapura yang sudah mencapai 7%, Malaysia (5%), Thailand (3%). Pendiri Sun Motor Group, Imelda Sundoro, berbagi tips jitu untuk mencetak generasi pengusaha yang tangguh.

“Ketika anak-anak masih kecil sering saya bawa-bawa dalam kegiatan bisnis (istilah bahasa Jawa nya sambil usaha sambil momong anak), dari situ anak-anak melihat dan belajar bagaimana orang tua bekerja dan sedikit-sedikit mendapat bekal jiwa entrepreneur,” katanya.

Pendiri Sun Motor Group, Imelda Sundoro (kanan) bersama buah hatinya, Hartono Hosea (Foto: nationalgeographic.co.id)

Pendiri Sun Motor Group, Imelda Sundoro (kanan) bersama buah hatinya, Hartono Hosea (Foto: nationalgeographic.co.id)

Dengan begitu, lanjut dia, selepas lulus kuliah, sang anak akan dengan sukarela membantu usaha yang telah berhasil dirintis oleh orang tuanya. Ia mencontohkan pada anak-anaknya yang mulai bekerja dari dasar dahulu dengan diberikan tanggung jawab di kantor cabang hingga mampu menerima tanggung jawab yang lebih besar ke tingkat hubungan dengan pihak luar, dan memimpin unit usaha.

“Saya melibatkan mereka dalam rapat-rapat, diskusi internal, maupun mengenalkan mereka pada relasi-relasi usaha. Mengikutsertakan mereka dalam training, seminar, dan lain-lain. Memberikan contoh, instruksi ataupun teguran bila ada kesalahan, dan pelan-pelan melepas mereka untuk lebih bertanggung jawab, namun tetap mengawasi, mengontrol dari belakang (peribahasanya Tut Wuri Handayani) dan tetap berkomunikasi, memberikan arahan,” katanya.

Imelda menjelaskan, anaknya juga diberi contoh-contoh keberhasilan tokoh masyarakat dari titik 0 sampai titik puncak agar mereka punya gambaran mana yang baik, mana yang tidak, sehingga anak-anak memiliki visi untuk masa depan.

Titik 0 terhadap ketidak berhasilan seseorang disebabkan oleh macam-macam persoalan. Titik puncak terhadap keberhasilan seseorang sampai menjadi panutan, bahkan anak-anak harus inovatif, harus training, seminar keluar negeri (WEOY Monte Carlo) biar wawasan terbuka luas.

“Semangat kerja yang tinggi, suka dengan pekerjaan yang menjadi tanggung jawab merupakan kunci kesuksesan selain integritas, strategi, globalisasi, professional,” katanya.

Sejauh ini, dia melihat anak-anaknya mampu memimpin perusahaan dan punya rasa tanggung jawab. Anak pertama, Hartono S. Hosea, diberi tanggung jawab untuk unit usaha perhotelan dan properti. Dari semula hanya 1 hotel kini sudah berkembang menjadi 9 hotel yang beroperasi dan akan bertambah lagi karena masih dalam tahap pembangunan.

Lisa S. Hosea, anak kedua, bertanggung jawab di unit usaha otomotif seluruh Area, dengan dibantu oleh adik-adiknya yaitu Andrysan S. Hosea untuk wilayah Jatim, dan Jeffry Hosea untuk wilayah Jateng. Sejauh ini, mereka memiliki tidak kurang dari 60 showroom mobil untuk berbagai merek.

“Saya mengajarkan dan tanamkan pada mereka prinsip-prinsip yang harus dipegang dalam berbisnis, yaitu: integritas tinggi, punya strategi dalam berbisnis, berpikiran global, profesional, punya semangat kerja tinggi, fokus pada tujuan/cita-cita, pantang menyerah meski mengalami kegagalan, hidup berkualitas,” katanya.

The post Pendiri Sun Motor: Kenalkan Bisnis Sedini Mungkin appeared first on Majalah SWA Online.

Viewing all 430 articles
Browse latest View live