Quantcast
Channel: SWA.co.id – Berita bisnis terkini, Diaspora Indonesia, Business Champions, dilengkapi dengan strategi dan praktek bisnis, manajemen, pemasaran, entrepreneur, teknologi informasi, keuangan, investasi, GCG, CSR, profil dan gaya hidup eksekutif.
Viewing all 430 articles
Browse latest View live

Pramukti-Parwati Kenal Dunia Perbankan Sejak SD

$
0
0

Siapa yang tidak kenal Karmaka Surjaudaja alias Kwee Tjie Hoei. Dialah pendiri Bank NISP (Nilai Inti Sari Penyimpan), yang sekarang menjadi Bank OCBC NISP. Karmaka sukses meletakkan dasar-dasar pertumbuhan Bank NISP hingga mampu menjadi bank besar dan mampu menggaet investor ternama, OCBC Bank. Untuk menjaga kelangsungan bisnisnya, Karmaka sudah mengenalkan dunia perbankan kepada dua buah hatinya, yakni Pramukti dan Parwati Surjaudaja sejak masih di bangku Sekolah Dasar.

“Kadang, mereka datang ke kantor dan ikut dalam berbagai acara kebersamaan. Saat makan malam dengan anak-anak atau santai bersama di rumah, saya sering menceritakan berbagai kegiatan dan pengalaman yang menarik sewaktu bekerja di bank,” kata Karmaka seperti diutarakan Pramukti.

Pramukti Surjaudaja

Pramukti Surjaudaja

Sang kakak, Pramukti diberi kesempatan belajar langsung pada bankir ternama seperti Utomo Josodirdjo, dan tiga bankir senior yang banyak berjasa untuk Bank NISP, yakni Halim Alimuddin (alm), Rasyim Wiraatmadja dan ahli organisasi serta budaya yang hingga saat ini masih menjadi mentor di Bank OCBC NISP yaitu Peter E. Sutioso.

“Secara lebih intensif dimulai sewaktu anak-anak mulai kuliah, saat liburan, dibuatkan program untuk bertemu dengan berbagai kepala divisi di bank untuk menceritakan ‎mengenai berbagai bidang pekerjaan beserta pengalamannya sebagai pembelajaran yang baik buat mereka,” katanya.

Sebelum terjun langsung ke Bank NISP, Pramukti berkesempatan bekerja sebagai trainee di Daiwa Bank, saat ini salah satu bank terbesar di dunia, di berbagai kantor operasionalnya di dunia seperti New York, London, Tokyo, dan Hong Kong untuk meningkatkan pengetahuan dan menimba pengalaman terkait sektor keuangan, terutama perbankan. Parwati pun belajar banyak saat bekerja di kantor akuntan ternama di Indonesia saat itu, SGV Utomo.

“Adik saya, Anwary Surjaudaja yang sempat menjadi direktur Bank NISP juga banyak memberi bantuan, memperkenalkan pada para bankir maupun membagi pengalamannya. Ada juga mentor lain, Dr. Simon Rusmin, kawan saya yang tinggal di Amerika Serikat. Beliau banyak membuka pandangan dari segi diluar perbankan, misalkan kepemimpinan, dan lainnya,” ujarnya.

Parwati Surjaudaja

Parwati Surjaudaja

Karmaka senantiasa menanamkan motivasi lewat kisah-kisah menarik mengenai pengalaman hidup, legenda, dan lainnya yang dapat memberikan pelajaran untuk lebih tegar dan mau bekerja keras. Nilai-nilai luhur tentang kehidupan, kebaikan terhadap sesama juga selalu ditanamkan agar generasi penerusnya menjadi bankir yang bermanfaat buat orang lain.

“Saya mempersiapkan mereka selama 10 tahun. Pada saat itu penerus saya adalah Pramukti sebagai direktur utama dan Parwati sebagai wakil direktur utama. Mereka bekerja sebagai tim yang saling melengkapi, solid dan bisa membangun Bank NISP lebih baik. Saat itu, Pramukti lebih banyak bertugas keluar dan Parwati fokus membenahi internal Bank, sehingga ada keseimbangan dan fokus di bidang masing masing,” ujarnya. (Reportase: Syukron Ali)

The post Pramukti-Parwati Kenal Dunia Perbankan Sejak SD appeared first on Majalah SWA Online.


Merrie & Ninda, Mantap di Bisnis Salon

$
0
0

blobar

Menjadi cantik dan sehat memang keinginan setiap perempuan. Tak heran jika berbagai cara dilakukan oleh kaum hawa ini untuk mewujudkannya. Kegiatan rutin ke salon menjadi salah satu pilihannya. Pada akhirnya bisnis salon ini mendatangkan keuntungan sendiri baik bagi pemilik. Mereka berlomba untuk memberikan pelayanan dan perawatan head to toe yang baik kepada pelanggannya. Bisnis ini pun yang mulai dirintis oleh Merrie Elizabeth & Ninda Ramandiani, berbekal inspirasi dari keluarga dan pengalaman kerja di bidang fashion dan media menguatkan keinginan mereka. Berikut wawancara SWA Online dengan Merrie Elizabeth & Ninda Ramandiani

Apa latar belakang mendirikan salon?

Melihat tren atau memang cita-cita sejak lama. Usaha salon ini dibangun dengan warisan inspirasi oleh nenek & ibu saya yang dulu pernah membuka usaha salon rumahan di kota Malang, era tahun 1980-1989. Saya tumbuh di lingkungan salon & menyukai hiruk pikuknya suasana salon di mana pelanggan bisa meluangkan waktu barang sejenak untuk dirinya sendiri maupun memanjakan diri bersama teman wanita untuk girl-time. Mengamati perubahan mood pelanggan setelah creambath atau keriting gelombang di masa itu, saya meyakini setiap wanita cantik dengan segala kelebihan dan kekurangannya, rambut yang indah dan tertata apik semakin menonjolkan kecantikan seorang wanita.

Kebutuhan wanita terhadap jasa kecantikan akan selalu ada dari dulu hingga sekarang, hanya saja gaya rambut yang silih berganti mengikuti trend. Saat dewasa & akhirnya memiliki kesempatan untuk mendirikan usaha, yang terlintas di benak saya pertama kali adalah membuka salon wanita. Kenapa? Karena dewasa ini banyak sekali salon yang profit-oriented dan terkadang memaksakan trend gaya rambut yang tidak cocok ke pelanggan. Disini BloBar Salon hadir sebagai sahabat wanita yang memiliki misi untuk membuat lebih banyak wanita Indonesia merasa cantik & percaya diri dengan rambut yang indah & sesuai. Saya merasa puas saat pelanggan tampil cantik & bahagia dengan rambutnya.

Kenapa memilih nama BloBar?

Terinspirasi dari kata “blowdry”, yaitu kegiatan wanita menata rambut dengan hairdryer, kami memutuskan menggunakan istilah yang ikonik tersebut dan menggabungkannya dengan kata “Bar” yang berarti suatu tempat kecil yang menyediakan refreshment dikarenakan tempat kami memang tidak besar. Lahirlah nama BloBar yang ear-catching supaya mudah diingat dan melekat di top of mind pelanggan.

Menurut Anda wirausaha itu seperti apa?

Wirausaha adalah seseorang yang bijak, mandiri, tahan banting dan jeli melihat/menciptakan peluang bisnis di kehidupan masyarakat serta membawa inovasi atau nilai tambah kreatif dalam usahanya dengan memaksimalkan sumber daya yang dimiliki. Dewasa ini semakin banyak wanita yang menjadi pengusaha di bidang beauty & health, misalnya Andien – 20 fit gym, Ayi – Diet Mayo Ays Healthy As Can Be karena wanita tidak terlepas dari beauty & health.

Bagaimana anda merintis bisnis ini?

Awalnya karena saya ingin menjadi pebisnis maka saya melanjutkan kuliah ke jenjang S2 di Prasetiya Mulya Business School berkat beasiswa yang ditawarkan. Karena saya yakin untuk mendapat ide bisnis yang kreatif & partner bisnis yang tepat, saya harus berada di lingkungan bisnis yang kondusif & mempersiapkan saya untuk unggul bersaing dan tahan banting dalam suka terutama duka. Bertemu partner yang tepat, saya & Ninda mematangkan konsep melalui riset pasar & customer selama 3 bulan sambil hunting lokasi yang tepat, strategis, dan sesuai modal yang kami miliki. Di bulan ke-sembilan, kami akhirnya menemukan lokasi yang kami idam-idamkan & mulai mencari karyawan untuk menjalankan usaha salon. Dari sana, langkah kami makin mantap saat BloBar mulai dikenal masyarakat dengan cepat & menuai pujian yang baik. Tidak lupa, kami terus belajar & memperbaiki diri dengan kritik & saran dari pelanggan kami.

Untuk mendirikan bisnis ini anda bekerja sama dengan siapa saja?

Saya mendirikan BloBar Salon bersama teman kuliah di Prasetiya Mulya Business School, Ninda. Berbekal pengalaman kerja di dunia fashion, media & FMCG, kami berdua sama-sama memiliki keinginan untuk membangun bisnis dan mentarget bisnis ini harus berdiri paling lambat setelah lulus kuliah. Puji Tuhan, semua berjalan sesuai rencana dan dibukakan jalan. Walaupun terbilang sebagai wirausaha yang baru, saya & Ninda optimis bisa melalui berbagai halangan dengan bekal ilmu bisnis, integritas, komitmen, kerja keras & network.

Apa differensiasi BloBar Salon dibandingkan salon lainnya?

Melihat kebutuhan para wanita modern untuk tampil cantik dalam waktu singkat, BloBar Salon awalnya membidik segmen wanita modern yang sebagian besar multi-tasking sebagai ibu rumah tangga sekaligus career woman atau pekerja kreatif. Namun dalam perjalanan, segmentasi BloBar Salon melebar ke remaja ABG bahkan anak SD yang menyukai ambiance, keramahan, kualitas pelayanan, dan perawatan yang kami tawarkan dengan harga yang terjangkau oleh mereka.

Pelayanan unggulan kami adalah teknik coloring Ombre yang bergradasi dari warna tua hingga muda dan sangat digemari oleh wanita dari berbagai usia. Mulai dari warna kalem hingga terang, kami adalah satu-satunya salon yang menyediakan berbagai varian warna dari Loreal, Schwarzkopf, dan Manic Panic yang diimpor langsung dari Amerika oleh distributor resmi Manic Panic Indonesia. Dengan pilihan warna yang beragam, warna yang sering dicari adalah brown, brunette, hijau tosca, biru hingga ungu gelap.

Produk dan pelayanan apa saja yang ditawarkan?

Untuk pelayanan, BloBar Salon menyediakan jasa cutting (potong rambut), coloring (pewarnaan rambut, mulai dari toning, highlight, bayalage, hingga ombre), styling (updo, sanggul modern, braid, blowdry classic yang natural, blowdry glam untuk pesta), dan treatment (perawatan rambut yang disesuaikan dengan kondisi rambut; Creambath untuk semua jenis rambut, Hair Spa untuk jenis rambut kering & kusam, sedangkan Hair Mask untuk jenis rambut yang rapuh karena sering melalui proses kimia (Coloring, smoothing, curly, dll). Untuk produk, kami bekerja sama dengan beautypreneur Indonesia yang memiliki diferensiasi yang unik & mengutamakan kualitas produknya.

Karena kami memahami tantangan beautypreneur saat ini adalah kurangnya point of distribution channel, selain bazaar. Tentunya bekerjasama dengan BloBar sebagai flagship store akan membantu peningkatan sales & brand awareness secara efektif melalui co-branding. Produk yang bekerja sama dengan kami antara lain fake eyelash Lash&Wink dari rambut asli, masker wajah berbahan oat dari Mask Republic, solid perfume DeFules, liptint & lipbalm berbahan alami Color Repvblic, sabun natural berbahan dasar olive oil The Soap Corner, dry shampoo Powder Parlour, serta home sugar-waxing Pulchra.

Apa saja program untuk menarik pelanggan?

BloBar Salon memberikan kartu member gratis dengan bonus blowdry gratis di kedatangan ke-lima dan bonus creambath di kedatangan ke-sepuluh sebagai bentuk apresiasi terhadap pelanggan loyal. Semua harga yang kami tawarkan sudah termasuk cuci, blowdry, vitamin, dan serum rambut tanpa embel-embel charge di billing. Ide ini kami dapatkan berdasarkan survey terhadap 250 sampel wanita berusia 18-45 tahun, dimana 85% tidak suka dengan annoying experience yang mengharuskan mereka bayar tambahan biaya tak terduga untuk serum, vitamin, cuci di akhir perawatan karena tidak diinformasikan biayanya dari awal. Selain itu, kami memberikan penawaran 2 paket yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan yang paling sering dicari yaitu Pamper Me Up: Hair Mask & Blowdry , dan Pimp My Hair: Haircut, Creambath & Blowdry.

Berapa target pelanggan setiap bulan berapa?

Target pelanggan minimal 150 orang/bulan yang sudah tercapai saat ini berkat promosi yang gencar & kualitas pelayanan yang baik.

Apa yang akan dilakukan untuk mendapatkan karyawan yang memiliki skill yang terus meningkat dalam hal health and beauty?

Berbekal ilmu Human Resource Management, hal pertama yang dilakukan adalah seleksi CV untuk mengetahui background & sepak terjang karir di dunia kecantikan. Kedua adalah wawancara untuk melihat kepribadian, karakter, dan kecocokan value individu dengan visi perusahaan. Ketiga adalah tes praktek cutting/styling untuk melihat cara memperlakukan rambut & keahlian menata rambut, dan yang terakhir adalah masa probation selama 3 bulan untuk melihat kinerja bersama team di lapangan. Setiap minggu diadakan briefing team untuk evaluasi kinerja team dan setiap akhir bulan diadakan evaluasi individu. Kami juga membuat program skill-development untuk team stylist supaya terus mengasah ilmu melalui fasilitas yang tersedia; hair mannequin, internet, dan mengaplikasikannya ke model. Untuk kapster, kami memberikan program service-excellence supaya bisa melayani tamu dengan professional dan ramah. Kami juga menerapkan sistem reward-punishment, reward berupa bonus bila target jumlah pelanggan tercapai & pelanggan puas. Sebaliknya, punishment berupa temporary banding bila tidak berhasil menjalankan tugas.

Apa target ke depan?

Target ke depan adalah menambah jumlah cabang BloBar Salon di kota-kota besar lainnya di Indonesia. Jujur saat ini sudah ada beberapa orang yang berminat mengambil franchise bahkan menjadi investor kami secara eksklusif dari Surabaya & Bandung. Tugas kami saat ini adalah menciptakan system SOP yang mudah diaplikasikan dan menyusun proyeksi keuangan untuk calon investor.

The post Merrie & Ninda, Mantap di Bisnis Salon appeared first on Majalah SWA Online.

Memulai Usaha Tak Harus Menunggu Tua!

$
0
0

Saat ini, sudah banyak anak muda Indonesia yang menjadi entrepreneur. Mereka lahir dengan segala kecanggihan teknologi yang ada. Banyak dari mereka yang menggunakan kesempatan untuk berbinis di era modernisasi ini bukan lagi untuk menjadi seorang pekerja. Tidak hanya teknologi namun sekolah bisnis juga berperan penting dengan lahirnya para pengusaha muda saat ini.

Menurut Prof. Djoko Wintoro, Ph.D., Ketua STIE Prasetya Mulya, penyebab seorang menggeluti bisnis bisa dibagi menjadi dua. Pertama, terdesak dengan keadaaan yang sulit sehingga tidak mempunyai pilihan selain menjadi pebisnis.

Prasmul

Kedua, adanya suatu optimisme dari mereka terhadap jaminan kehidupan yang lebih baik dimasa depan bila menjadi seorang pebisnis.

“Banyak orang melihat memilih menjadi entrepreneur karena apa? Pertama, menjadi entrepreneur jadi kebanggaan karena mereka punya kelas sendiri. Itu bisa jadi daya tarik untuk berbisnis. Mereka punya komunitas yang berkelas, menajdi entrepreneur tidak harus menunggu tua dari muda bisa asal ada kemauan,” ujarnya.

Lalu bagaimana dengan pendidikan bisnis yang efektif di Indonesia?

Pria yang bergelut di dunia pendidikan bisnis ini menjelaskan minat mahasiswa di Indonesia untuk belajar di sekolah bisnis terus meningkat setiap tahunnya. Namun, pendidikan bisnis ini harus ada pembedaan antara sekolah manajemen, sekolah bisnis dan sekolah ekonomi.

Saat ini, di Indonesia, sekolah-sekolah tersebut belum dipisahkan secara spesifik. Sekolah ekonomi, bisnis dan manajemen merupakan tiga hal yang berbeda. Lulusan sarjana bisnis langsung bisa menjadi seorang pebisnis, tidak lagi menjadi seorang pekerja.

“Budaya Indonesia adalah berdagang. Semestinya, ini bisa dijadikan modal untuk menjadikan utama dalam pengembangan bisnis di Indonesia dan menjadikan dorongan kepada generasi penerus bangsa untuk menggali potensi dalam berbisnis,” katanya.

Menurut dia, tantangan terbesar untuk menjadi seorang pebisnis terletak pada individu masing-masing untuk bisa mengenali pasar, perilaku konsumen yang sudah berubah, berani mengambil risiko dalam keuntungan maupun kerugian. Dalam berbisnis juga harus kreatif. Inovasi harus terus dilakukan sehingga bisa menjadi pebisnis profesional.

Ke depan, dia berharap ada kaloborasi antara pendidikan bisnis dengan perusahan-perusahan yang ada di Indonesia sehingga terciptanya generasi muda yang bisa mandiri, kreatif dan melakukan inovasi-inovasi baru untuk memajukan perekonomian di Indonesia. (EVA)

The post Memulai Usaha Tak Harus Menunggu Tua! appeared first on Majalah SWA Online.

Bisnis Keluarga, Bos Blue Bird Ogah Paksa Anaknya

$
0
0

Dalam bisnis taksi, PT Blue Bird Tbk (BIRD) masih menjadi yang terdepan dengan jumlah armada 32.000 unit taksi yang tersebaar di 17 kota. Blue Bird masih harus berjuang menghadapi sengitnya persaingan di jalan-jalan Jakarta yang kian padat.

Blue Bird menghimpun dana hingga Rp2,45 triliun dari penawaran saham perdana (IPO) pada tahun lalu. Pada kuartal pertama 2015, perusahaan telah menghabiskan Rp 2 triliun untuk melunasi utang dan melakukan ekspansi lewat pembelian lahan atau kendaraan baru.

Purnomo Prawiro mendirikan taksi Blue Bird bersama ibu dan saudaranya pada tahun 1972. Saat itu, dia hanya memiliki 25 mobil taksi. Saat ini, Blue Bird sudah memiliki 22 ribu taksi, membuat mereka kini menjadi perusahaan taksi terbesar di Indonersia.

Saat ini, Blue Bird Group dijalankan oleh putrinya, Noni Sri Ayati Purnomo. Dalam mempersiapkan penerus bisnis, Purnomo menekankan pentingnya tidak melakukan pemaksaan kepada anak-anaknya.

“Tak semua anak mau berbisnis. Tak semua anak mau melanjutkan bisnis orang tuanya dengan berbagai alasan. Ada anak/keturunan pemilik bisnis besar tak ingin terlibat dalam bisnis keluarga karena memang tidak menyukai bidangnya,” katanya.

bos blue bird

Oleh karena itu, Purnomo yang sampai saat ini masih menjabat dirut PT Blue Bird Tbk, melakukan seleksi saat anak-anaknya masih kecil. Buah hatinya sering diajak melihat pool taksi untuk mengetahui sejauh mana minat bisnis mereka.

Sang anak pertama, Noni, yang kini menjabat Dirut Blue Bird Group, kuliah mengambil jurusan teknik industri dengan S1 di Australia dan S2 di Amerika. Ia sempat mencicipi karier sebagai pegawai negeri di lingkungan Pemerintah Daerah DKI Jakarta.

“Selepas kuliah, Noni memutuskan bekerja sebagai professional di Jakarta Convention Biro, sebuah badan milik DKI yang menjalankan berbagai konvensi di Jakarta. Dia akhirnya dipanggil neneknya (Ibu dari ayahnya, red), untuk turut bergabung di bisnis keluarga. Akhirnya Noni ikut membangun bisnis keluarga,” katanya.

Anak kedua, Niniek Purnomo, lebih memilih kuliah di Kedokteran, mengikuti jejak Purnomo yang juga seorang dokter. Sempat menjadi dokter profesional, sang adik akhirnya terpanggil turut mengurus bisnis keluarga. Ia khusus menangani segala hal terkait asuransi di Blue Bird.

Si bungsu, Adrianto Djokosoetono memang sejak awal ingin ikut mengurus bisnis keluarga. Lulus dari Teknik Industri ITB, ia melanjutkan S2 Manajemen Bisnis di luar negeri.

Selain ketiga anaknya, ada keponakan yang turut masuk dalam bisnis keluarga. Sebagian besar adalah engineer. Dulu ada tiga keponakan yang ikut bergabung. Kini, hanya tinggal satu yaitu Sigit, putra dari Chandra, kakaknya. Dua orang lainnya memutuskan mendirikan bisnis sendiri.

“Saya yakin, sukses memegang apa saja, itu tergantung jiwanya. Jiwanya harus masuk dulu, setelah itu talentanya ada atau tidak. Saban Sabtu-Minggu, saya selalu bicara tentang Blue Bird. Mungkin mereka sebel, tapi pasti tak mau bilang terus terang,” kata Purnomo sembari terbahak. (Reportase: Herning Banirestu)

The post Bisnis Keluarga, Bos Blue Bird Ogah Paksa Anaknya appeared first on Majalah SWA Online.

Junius Rahardjo, Bawa Herbal Asli Indonesia Mendunia

$
0
0

Bicara soal jamu dan ekstrak herbal secara keseluruhan, Indonesia ternyata masih kalah dengan India, China, dan Brasil, yang berada di urutan tiga besar negara pengekspor herbal terbesar di dunia. Indonesia sendiri, menurut CEO PT Tri Rahardja (Javaplant), Junius Rahardjo, berada di urutan 6-7. Sungguh miris melihat Indonesia memiliki keragamaan jenis tanaman herbal yang tinggi.

Dari data Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan, Indonesia memiliki 11 balai penelitian khusus tanaman obat. Balai penelitian yang didirikan, lanjut Tjandra, memiliki lima kegiatan ilmiah. Hingga saat ini, pemerintah telah mendeteksi adanya 850 jenis tanaman obat yang sebagian sudah rampung diteliti.

Yang unik, minat masyarakat Indonesia sendiri untuk mengonsumsi ekstrak herbal masih rendah. Itulah kenapa Javaplant lebih banyak melepas produknya keluar negeri. Namun, menembus pasar dunia tidak semudah membalikkan piring di atas meja mengingat India, China, dan Brasil sudah lebih dulu kesohor dengan produk serupa.

“Itulah kenapa Javaplant melakukan identifikasi ekstrak herbal apa saja yang asli Indonesia yang bisa dipasarkan keluar negeri. Jadi, benar-benar memiliki ciri khas negeri ini. Kami harus membawa sesuatu yang beda, ekstrak asli Indonesia yang tidak bisa didapatkan dari negara lain,” katanya.

CEO PT Tri Rahardja (Javaplant), Junius Rahardjo

CEO PT Tri Rahardja (Javaplant), Junius Rahardjo

Permintaan tertinggi masih dipegang ekstrak Temulawak yang memang hanya tumbuh subur di Indonesia. Di negeri tetangga, Malaysia, ada namun baru skala kecil. Di Jepang, pun masih dalam tahap penelitian.

Permintaan ekstrak Tongkat Ali, yang berkhasiat meningkatkan gairah dan stamina pria dewasa, berada di posisi kedua. Khusus Temulawak, memiliki segudang manfaat, mulai dari kecantikan, makanan dan minuman kesehatan, dan lainnya. Javaplant juga memiliki keahlian membuat ekstrak kayu manis (cinnamon)

“Kami mudah mendapat bahan baku Temulawak karena tumbuh di sepanjang Pulau Jawa. Kami bekerjasama dengan para petani serta pengepul besar dan kecil dengan harga on the spot. Kami tidak ahli di perkebunan. Sementara, suplai Tongkat Ali berasal dari Kalimantan dan Cinnamon dari Kerinci, Jambi,” ujarnya.

Ke depan, Javaplant berencana mengembangkan ekstrak Purwoceng yang berasal dari Wonosobo dan memiliki khasiat mirip dengan Tongkat Ali, yakni meningkatkan gairah dan stamina pria dewasa. Pasalnya, herbal jenis ini sangat digemari masyarakat lokal maupun internasional. Jenis tersebut bahkan masuk dalam daftar konsumsi untuk gaya hidup pria dewasa.

“Beda dengan healthy lifestyle, misalnya herbal untuk mencegah tekanan darah tinggi, kolesterol, yang tidak mendesak penggunaannya. Customer-nya beli nanti-nanti. Kalau sexy lifestyle, untuk kebutuhan sekarang. Kita harus paham, itu yang terjadi di lapangan. Makanya kami fokus kesana. Kami fokus promosi ke pasar Amerika dan Jepang,” kata Junius.

Menurut dia, pengembangan Purwoceng juga untuk mengharumkan nama Indonesia karena tanaman tersebut tidak ada di negara-negara lain. Korea sudah terkenal dengan ginseng dengan khasiat serupa. Malaysia pun kesohor dengan Tongkat Ali. Kemudian, Maroko memiliki Maca.

“Indonesia punya apa? Temulawak juga belum begitu populer. Sebenarnya, Purwoceng juga belum. Indonesia punya beragam herbal seperti binahong, jahe, kunyit, tapak liman, sarang semut, dan lain-lain. Tapi, tidak ada satupun yang menonjol. Tak ada perusahaan yang fokus pada satu tanaman. Nah, Javaplant ingin mengorbitkan Purwoceng,” katanya. (Reportase: Aulia Dhetira)

The post Junius Rahardjo, Bawa Herbal Asli Indonesia Mendunia appeared first on Majalah SWA Online.

Irma Djohan, Bisnis Sekolah Pilot

$
0
0

Bisnis penerbangan di Indonesia kian menggiurkan sejak 2008. Namun, pesatnya pertumbuhan bisnis tak diimbangi denganpasokan pilot yang memadai. Inilah yang mendorong Irma Djohan untuk mendirikan sekolah pilot, yakni Bali International Flight Academy (BIFA).

“Start di 2009 dan mendapatkan license di tahun yang sama. Dulu saya merangkap sebagai CEO dan CFO sekaligus,” katanya mengenang.

Menurut dia, pendirian BIFA menelan biaya investasi hingga Rp 45 miliar, 40% dalam bentuk modal, 40% pinjaman pemegang saham, dan 20% pinjaman bank. Lokasi sekolah di Buleleng Bali dengan luas area 7.000 m2.

“Kami juga ada cabang di Blimbing Sari (BSR) Banyuwangi, Adisumarno di Solo, Surakarta, dan Lombok International Airport,” ujarnya.

Irma D. Djohan, Chief Finance Officer Bali International Flight Academy

Irma D. Djohan, Chief Finance Officer Bali International Flight Academy

Untuk yang di Bali, lanjut dia, bisa menampung hingga 84 siswa. Sementara, di Banyuwangi hanya 26 siswa. Dalam setahun, BIFA menerima 110 siswa dalam 5 kali penerimaan. Biaya sekolah mencapai Rp 670 juta untuk satu tahun dan bisa dibayar dalam tiga tahap.

“Siswa yang masuk ke sini akan masuk asrama selama satu tahun dan semua biaya sudah kami tanggung. Ini juga yang membedakan kami dengan sekolah pilot lain, yang masih ada kemungkinan untuk bayar lain-lain,” katanya.

Hingga tahun 2014, jumlah lulusan telah mencapai 473 siswa. Mereka semua tersebar di beberapa maskapai seperti Garuda Indonesia, Air Asia, Citilink, Batik Air, Lion Air dan Travira.

“BIFA menggunakan pesawat Cessna 172. Kini sudah ada 17 unit. Karena ingin masuk ke multiengine, kami membeli 3 Piper Seminole,” katanya.

Dia menjelaskan tantangan terbesarnya selama menangani BIFA adalah kinerja perusahaan yang masih merugi selama 2009-2010. Saat itu, perusahaan masih menggunakan sistem 12 bulan target 1 batch selesai dan biayanya dibagi menjadi 12 bulan.

Namun, sistem tersebut tidak cocok dengan ketersediaan infrastruktur. Dengan jumlah siswa yang masih minim, penyelesaian satu batch bisa mencapai 14-16 bulan, tidak cukup setahun.

“Dari situ, kami mengubah struktur revenue based kami, based on activity. Jadi, pada saat sudah terlaksana baru kami acknowledge revenue dan cost-nya,” katanya.

Keputusan tersebut tepat. Mulai tahun 2011, BIFA mulai meraih keuntungan, yang digunakan untuk mengembalikan semua pinjaman bank dan pinjaman dari pemegang saham. Sepanjang tahun 2014, return on equity perseroan mencapai 50% sementara return of investment mencapai 60%.

Namun, BIFA sempat kesulitan membentuk manajemen. Sekolah pilot di Indonesia belum pernah ada yang berhasil. Sehingga, tidak ada yang bisa dijadikan contoh. Irma sampai harus keliling dunia mencari figur yang cocok, hingga akhirnya merekrut seorang instruktur lokal dan satu lagi asal Australia.

“Mereka yang membantu kami membuat strukturnya. Kami memang tak punya background tentang hal ini,” katanya. (Reportase: Destiwati Sitanggang)

The post Irma Djohan, Bisnis Sekolah Pilot appeared first on Majalah SWA Online.

Sandbox Shoes Tingkatkan Produksi 400% dengan Google AdWord

$
0
0

IMG_20150805_175458 Sebelum berkenalan dengan Google Adword, diakui Noval Ginanjar (29 tahun) dan Hamzah Aonillah (29 tahun), pendiri sekaligus pemilik sepatu casual handmade asal Bandung, yaitu merek Sandbox Shoes, produksi sepatu mereka terbilang masih sedikit baru mencapai 50 pasang tiap bulannya.

Namun setelah menggunakan Google Adword di tahun 2014 lalu, jumlah produksinya meningkat 400% atau sekitar 200 pasang tiap bulannya. Dengan fokus pada branding produk dan pemasaran yang agresif diberbagai medium, mereka optimis dapat terus meningkatkan jumlah produksinya lebih banyak lagi.

“Awalnya kami jual produk Sandbox Shoes lewat distro-distro di Bandung dan Jakarta. Karena prospeknya kurang bagus, kami beralih ke penjualan online. Waktu itu, sebelum punya website sendiri dan kenal Google AdWord, kami jual di forum maupun platform online dan media sosial,” terang Noval mengenang masa perintisan bisnis kepada SWA Online saat berkunjung ke markas Sandbox Shoes di Bandung (5/8).

Hamzah menjelaskan, ihwal pendirian Sandbox bermula dari bisnis kemeja yang hanya berjalan selama 6 bulan di tahun 2011. Melihat kesempatan yang masih terbuka lebar di bisnis sepatu, mereka sepakat untuk patungan usaha di homemade sepatu.

Setelah terkumpul modal sebesar Rp 15 juta, pada akhir 2011 dengan tetap menggunakan nama Sandbox ditambah kata shoes, di belakangnya, akhirnya mereka menjalankan bisnis sepatu bersama 13 karyawannya.

“Karena banyak kendala, sekarang sisa karyawan kami tinggal 5 orang. Bersama mereka kami produksi sepatu sendiri, kami jual dan kami kirimkan produk-produk Sandbox Shoes ke pelanggan,” jelas Hamzah yang sudah berkawan dengan Noval sejak duduk di bangku SMP.

Untuk pangsa pasarnya sendiri, mereka menjelaskan pelanggan terbanyak masih didominasi dari daerah Jakarta (70%), sedangkan 30% lainnya berasal dari Bandung. Berbeda dengan produk lainnya, sepatu buatan Sandbox Shoes punya jaminan 100% bahan dari kulit sapi dengan kualitas jahitan yang kuat serta motif telapak sepatu yang beragam. Sehingga sepatu yang dikhususkan untuk pria ini akan tampil lebih elegan dan terlihat keren bagi pemakainya.

Seorang karyawan sedang bekerja di markas Sandbox Shoes

Seorang karyawan sedang bekerja di markas Sandbox Shoes

“Harga setiap sepatu rata-rata kisaran antara Rp 300-400 ribu per pasang,” jelas Noval yang mengaku menghabiskan bahan baku kulit sebanyak 3 feet untuk tiap pasangnya.

Sebagai tambahan informasi, setiap feet berukuran 30×30 cm. Dan setiap bulannya, mereka membutuhkan 1000 feet untuk bahan baku sepatu.

Ke depan, mereka ingin makin agresif mempromosikan produk dan menguatkan branding dengan mengikuti berbagai pameran sepatu atau UKM, meng endorsement produknya lewat beberapa artis atau tokoh publik yang berpengaruh. Jika memungkinkan, ia juga ingin mengekspor karya mereka ke luar negeri. (EVA)

The post Sandbox Shoes Tingkatkan Produksi 400% dengan Google AdWord appeared first on Majalah SWA Online.

Lars Voedisch Fokus Majukan Start up

$
0
0

landscape 2

Berkecimpung di dunia public relation selama 15 tahun membuat Lars Voedisch memutuskan untuk membuat PRecious Communication, sebuah agensi public relation di Singapura. Lars pernah bergabung dengan Hill+Knowlton Strategies sebagai Executive Director, Dow Jones sebagai Managing Consultant, Fleishman sebagai Account Director, DHL sebagai Corporate Communication Manager, dan  menjadi President di AIESEC Jerman. Menjabat sebagai Managing Director serta Principal Consultant di perusahaanya sendiri,

Lars berfokus kepada start-up. Ia pernah bekerja sama dengan Evernote, Foodpanda, 99co, Helpling , dan masih banyak lagi. Berikut ini petikan wawancara SWA Online dengan eksekutif muda itu.

Seberapa besar pengaruh public relation dengan start-up?

Saya rasa public relation sangat penting untuk start-up karena mereka harus membangun brand mereka sebagai start-up. Dan yang paling penting untuk start-up adalah membangun kepercayaan. Salah satu fungsi utama public relation adalah membantu mereka dalam membangun kepercayaan. Membangun cerita mengenai para pendiri dan orang-orang di belakangnya, visi dan misinya, membuat cerita mengenai perusahaannya yang lebih dari cerita mengenai pendirinya.

Selain itu, membangun konsep bisnis, mengapa mereka unik. Yang paling penting adalah customer story or investment story. Kebanyakan start-up mencampurakan kedua hal ini dan tidak jelas.

Sebagai konsumen (tergantung B2B atau B2C), mereka tidak peduli dengan business model dan bagaimana cara mereka menghasilkan uang. Yang konsumen pikirkan adalah bagaimana suatu produk dapat mengubah hidup mereka dan bagaimana suatu produk dapat membantu aktivitas mereka. Di saat yang sama, investor lebih menekankan mengapa business model mereka berbeda? Apa strategi monetization nya? Jadi star-up harus membangun kepercayaan dengan konsumen dan investor. Membangun kepercayaan membutuhkan pihak ketiga, seperti public relation.

Apakah Anda pernah atau akan bekerja sama dengan start-up dari Indonesia?

We are working with few companies that are pre-Indonesia launch. Beberapa foundernya merupakan orang Indonesia, saat ini mereka sedang tes pasar. Ke depan mereka akan berekspansi ke Indonesia. Kami sudah banyak bertemu dengan start-up di Indonesia.

Saran saya untuk mereka, jika mereka punya pasar domestic yang besar, fokuskan dulu di sini. Karena mereka harus membuktikan business model mereka berhasil terlebih dahulu. Jika cash flow sudah lancar, barulah berekspansi.

Bagaimana menurut Anda mengenai start-up di Indonesia dibandingkan dengan start-up di negara lain?

Saya pikir start-up di Indonesia dan di negara lain hampir mirip. Ada 2 tipe pendiri start-up. Pertama, mereka yang merupakan lulusan universitas atau yang masih berkuliah mencoba untuk membuat start-up tapi mereka tidak mengeluarkan semua kemampuan mereka. Kedua, profesional yang sudah memiliki banyak pengalaman untuk memulai start-up karena sudah jenuh bekerja di korporasi. Risikonya lebih tinggi karena opportunity cost semakin tinggi namun pengalaman mereka benar-benar lebih tinggi dibanding tipe pertama dan tingkat kesuksesannya lebih tinggi

Di sisi marketing, start-up di Indonesia lebih tertantang lagi karena pasarnya sangat tersebar luas, tidak hanya di Indonesia. Ada beberapa perusahaan lokal yang berasal dan berpusat di Bandung, Jakarta, Yogyakarta, dan daerah lain kesulitan ketika mereka ekspansi nasional. Mereka membutuhkan dana yang tidak sedikit karena user acquisition membutuhkan dana yang besar. Banyak perusahaan yang gagal karena tidak memiliki startegi yang jelas.

Penetrasi smartphone di Indonesia tinggi sehingga digital marketing mudah dilakukan, terutama melalui media sosial. Saya selalu terkejut berapa likes dan retweet dari Indonesia ketika saya mengeluarkan suatu campaign.

Apa Anda punya saran untuk start-up di Indonesia?

Fokus dulu di bidang yang mereka kuasai. Jangan mencoba untuk menjadi ahli segalanya untuk semua orang.

Kesalahan apa yang biasa dialami start-up?

Kesalahan yang biasa mereka lakukan adalah tidak fokus dengan apa yang mereka kerjakan. Mereka kadang tidak mengerti media tidak selalu mempublished press release yang mereka berikan. Founder terkadang bersikap seperti diva, sulit ditemui untuk sesi wawancara dengan media.

Apa saja tantangan untuk start-up di Indonesia untuk saat ini?

Pasar semakin kompetitif, mendapatkan perhatian konsumen akan semakin sulit. Kompetisi tidak hanya datang dari lokal, tetapi juga internasional. Jadi start-up harus cepat menemukan keunikan mereka, apa strateginya, dan bagaimana mereka menghadapi potensi pasar yang datang dari luar, apa strategi internationalization nya.

Apakah dukungan dari pemerintah penting untuk start-up?

Untuk beberepa sektor, ya. Sebagai contoh, di Singapura pemerintahnya memberikan start-up harga spesial untuk kantor untuk memulai usahanya. Co-funding yang didukung oleh pemerintah menjadi lebih mundah untuk mendapatkan modal awal. Pemerintah dapat mendukung dengan beberapa infrastuktur standar. (EVA)

The post Lars Voedisch Fokus Majukan Start up appeared first on Majalah SWA Online.


Batagor H. Isan, Segera Menjajah Jakarta

$
0
0

Seorang anak muda asal Purwokerto, Isan namanya, merantau ke Bandung. Setelah 3 bulan menganggur, ia memutuskan berjualan baso tahu kukus dengan cara dipikul dan berkeliling dari gang ke gang selama bertahun-tahun. Ketika dagangannya tidak habis terjual, Isan menggorengnya dan diberikan kepada tetangganya secara gratis.

Berkali-kali Isan melakukan hal yang sama sampai tetangganya merasa ketagihan. Ketika libur berjualan, tetangganya malah datang menghampiri untuk membeli baso tahu yang digoreng tersebut. Dari situlah, Isan mulai menjual baso tahu khusus yang di goreng sejak tahun 1968.

Inilah awal mula lahirnya batagor, yang merupakan kependekan dari baso tahu goreng dan kemudian menjelma menjadi makanan khas Bandung. Dari usahanya itu Isan mampu pergi ke Tanah Suci pada tahun 1991 dan 2003. Merek batagor pun berubah menjadi Batagor H. Isan yang kini dikelola Nano Ardianto yang telah mengabdi kepada H. Isan sejak 1993.

“Kalau Batagor, kami memang bisa menguasai pasar di Bandung. Terbukti, dari franchise keluarga yang kami buka sebanyak 11 cabang disambut antusias oleh warga Bandung. Penjualannya bagus karena mereka percaya dengan Batagor H. Isan. Secara presentase bisa dikatakan 60%,” kata dia.

Nano Ardianto, Pengelola Batagor H. Isan

Nano Ardianto, Pengelola Batagor H. Isan

Ke depan, Batagor H. Isan akan membuka cabang di Jakarta. Setelah sukses di Ibukota, target selanjutnya adalah membuka cabang di kota-kota besar lainnya di Indonesia dan membuka franchise kepada pihak luar. Di Bandung, Batagor H. Isan ada di Jalan Bojongloa no.38, di Jalan Cikawao, Jalan Lodaya, Jalan Ciatel dan 11 cabang franchise yang dikelola oleh keluarga.

“Kami juga melayani pembelian dengan paket yang biasanya bisa dipesan melalui telepon hingga Facebook. Untuk pengirimannya, kami sering melayani pemesanan dari wilayah Jawa Tengah, Jawa Timur hingga ke Banjarmasin, Makassar bahkan ke Singapura dan Malaysia,” ujar Nano.

Setiap harinya, Batagor H. Isan bisa menjual 5 ribu Batagor di saat weekday dan 8 ribu hingga 12 ribu saat weekend dengan satu batagor dibanderol Rp 2.500. Batagor H. Isan juga menjual bakso kuah dengan jumlah produksi 2 ribu bakso setiap harinya saat weekday.

Menurut dia, Batagor H. Isan tak merasa bersaing dengan merek batagor lain di Kota Kembang. Kehadiran banyak pengusaha batagor justru memuluskan pemasaran penganan khas Kota Kembang itu. Pemasaran masih mengandalkan sosok H. Isan sebagai penemu batagor. Adapun, segmen pasarnya adalah kelas menengah ke bawah.

“Kami membentuk paguyuban dengan batagor-batagor yang sudah besar. Ketika harga bahan baku naik, kami kompak soal harga. Persaingan yang terbentuk sehat. Dari segi pelayanan dan mutu produk, kami punya sejarah sendiri. Haji Isan tak pernah mengklaim penemu batagor. Namun, dia pernah berkata awal dia berjualan batagor tidak pernah meniru siapa pun,” katanya. (Reportase: Sri Niken Handayani)

The post Batagor H. Isan, Segera Menjajah Jakarta appeared first on Majalah SWA Online.

Kecap Cap Korma Sudah Sampai Timur Tengah

$
0
0

Khadijah tak berputus asa saat ditinggal pergi selama-lamanya oleh sang suami tercinta, Habib Ibrahim Assegaf. Ia tetap tegar mencari penghasilan untuk menghidupi ke-8 anaknya. Petunjuk dari Yang Maha Kuasa akhirnya datang lewat kecap.

Ia memang ahli membuat kecap. Ia pun memberanikan diri merintis usaha kecap kecil-kecilan. Dari skala rumah tangga, bisnisnya terus membesar hingga berdirilah PT Korma Jaya Utama pada tahun 1948 dengan produknya, Kecap cap Korma.

Nama Korma dipilih karena rasanya enak dan halal. Permintaan banyak berdatangan dari para penjual sate. Khadijah memutuskan mendirikan pabrik di Jakarta pada tahun 1974.

“Pada awalnya, kecap ini ditujukan untuk rumah tangga. Namun, ternyata lebih banyak dipasarkan ke penjual sate. Selain di Jakarta, kami juga memiliki pabrik di Solo,” kata Direktur Utama PT Korma Jaya Utama, Inayah.

Direktur Utama PT Korma Jaya Utama, Inayah

Direktur Utama PT Korma Jaya Utama, Inayah

Perjalanan Kecap cap Korma sempat diganggu isu lemak babi pada tahun 1988. Saat itu, hampir semua produk diragukan kehalalannya, termasuk kecap. Beruntung, kecap milik Khadijah dianggap sebagai kecap halal.

Banyak konsumen beralih ke Kecap cap Korma hingga Khadijah dan anak-anaknya kewalahan melayani permintaan yang membludak. Omset pun melonjak 100% pada saat itu. Imej halal telah melekat pada Kecap cap Korma.

“Para konsumen pun sadar rasa kecap kami enak. Hingga saat isu lemah babi hilang, mereka tetap menggunakan Kecap cap Korma. Ini bukti slogan Enak dan Halal kami benar-benar jujur,” katanya.

Selanjutnya, Khadijah berusaha menjaga kualitas bahan baku yang sehat dan halal, tidak menggunakan pemanis buatan, pewarna tambahan, dan kedelai hitam yang bukan hasil rekayasa genetika.

“Kami beriklan lewat billboard dan spanduk. Kami juga terjun langsung mendekati pelanggan lewat kegiatan Islami dan kekeluargaan seperti pengajian rutin. Kami juga berhubungan baik dengan pondok-pondok pesantren di Madura,” kata Inayah.

Hasilnya, loyalitas pelanggan tetap kuat sampai sekarang. Dalam rangka mendekatkan diri kepada Sang Pencipta, lanjut dia, perseroan rutin menyisihkan 2,5% dari hasil penjulan untuk infak.

Perusahaan juga sempat memberi wakaf berupa mobil jenazah untuk para pelanggan, khususnya di Madura. Tujuannya, untuk mengajak para konsumen Kecap cap Korma agar mau peduli terhadap kegiatan sosial dan dakwah.

“Untuk wilayah Indonesia, kami sudah ada dari wilayah Sumatera hingga Kalimantan. Sedangkan untuk pasar ekspor kami sudah menjangkau kawasan Timur Tengah,” katanya.

Saat ini, kapasitas produksi di dua pabrik mencapai 18 ribu liter dan biasanya terjual sekitar 40-50% dengan harga mulai dari Rp 12.500-Rp 22.500 untuk berbagai kemasan seperti botol kecil, botol besar, refill, hingga jerigen.

“Kami mengusung strategi 4P yakni Produk, Price, Promotion, dan Placement. Kami tengah mengembangkan website sebagai media penjualan,” kata Inayah. (Reportase: Putri Wahyuni)

The post Kecap Cap Korma Sudah Sampai Timur Tengah appeared first on Majalah SWA Online.

Bebek Bengil, Inspirasi dari Hewan Suci

$
0
0

Anak Agung Raka Sueni (60) tidak pernah bercita-cita menjadi pengusaha bisnis resto seperti sekarang ini. Bersama suami tercinta, Anak Agung Gde Raka (alm), pasutri ini memulai usaha di tahun 1983 dengan membuka galeri lukisan sembari tetap menjadi PNS di Pemkab Gianyar. Tak dinyana, bisnis galeri memberinya banyak keuntungan yang kemudian dipakai membeli tanah dibeberapa kawasan Ubud yang saat itu relatif masih sepi.

“Kami ingin berkembang. Hotel, galeri dan restoran kami anggap satu paket yang tepat”, ujar ibu dua anak kelahiran 3 September 1955 ini mengemukakan alasan sederhana mereka ekspansi membangun hotel dan restoran.

Untuk hotelnya, mereka sepakat menamai Agung Raka Villa, sama seperti galeri lukisan yang dimilikinya sejak 1983, sesuai nama depan mereka. Untuk restoran, hingga tahap akhir pembangunan, pasangan ini belum sepakat akan menjual jenis makanan apa. Bahkan, nama restorannya pun belum ada.

Hingga saat “kedatangan” serombongan bebek yang basah kuyup dan berlumpur dari sawah sekitar memasuki areal restoran yang sedang dalam taraf pembangunan dan meninggalkan jejak-jejak kotor yang akhirnya memberi ide pasangan ini menamai restorannya “Bebek Bengil”–bebek yang basah kuyup dan berlumpur, kotor (bahasa Bali). Mereka lalu merangkainya menjadi “Bebek Bengil Dirty Duck Diner” agar lebih mudah dipahami turis mancanegara.

Anak Agung Raka Sueni, pendiri Bebek Bengil "Dirty Duck Diner"

Anak Agung Raka Sueni, pendiri Bebek Bengil “Dirty Duck Diner”

Bahan baku bebek akhirnya dipilih menjadi menu utama restoran mereka. Padahal, bagi masyarakat Bali (saat itu), bebek adalah hewan suci biasanya hanya untuk persembahan di upacara keagamaan, bukan makanan sehari-hari. Ternyata, nama yang tak lazim itu menggubah minat para wisatawan untuk datang berkunjung ke Ubud dan mencoba Bebek Crispy yang disajikan dengan 3 jenis sambal dan sayur urap. “Baru melihat papan nama saja mereka sudah tertawa. Ternyata olahan bebek kami bisa diterima,” tutur Sueni.

Kedatangan Mick Jegger dan Jerry Hall turut menjadikan Bebek Bengil makin dikenal luas. Selain karena cita rasa masakannya yang bisa diterima lidah orang bule. “Menyiapkan bebek tidak mudah dan perlu penanganan serius, bau amisnya sulit hilang. Jadi harus pandai meramu bumbunya supaya bebek tidak berbau dan gurih ketika disantap,” katanya.

Untungnya, Sueni sudah terbiasa meracik menu bebek dan masakan khas Bali yang mempunyai kekuatan rasa dan kaya rempah. Sueni mematok bebek yang akan diolah di restorannya merupakan bebek cukup umur yang minimal mempunya berat 1.000 gram. “Terlalu muda akan hancur, terlalu tua dagingnya keras,” katanya.

Untuk menjamin ketersediaan bahan baku Sueni mendatangkan bebek dari Jawa. Saat libur panjang yang menyebabkan penyeberangan dan transportasi darat terganggu, tak jarang Sueni harus membekukan 10.000 bebek untuk memenuhi kebutuhan restorannya di Ubud.

Perlahan tapi pasti restoran sederhana yang awalnya hanya berkapasitas 25 tempat duduk dengan 16 tenaga kerja itu kini berkembang menjadi 700 tempat duduk dan mampu menyerap 130 orang tenaga kerja. Menu yang disajikan juga tidak hanya berbahan dasar bebek saja, tapi menyediakan juga ayam dan ikan.

Namun bebek crispy tetap yang paling banyak dicari pengunjung. Tak kurang dari 300 porsi bebek crispy yang dibanderol Rp125.000 harus disediakan pada hari-hari biasa, hingga 1.500 porsi di akhir pekan atau saat liburan.

Sepeninggal suaminya di tahun 2003, Sueni memutuskan mundur dari PNS dan fokus mengelola bisnis. Ia sukses membuka cabang pertamanya di kawasan Menteng pada 2007 yang kapasitas 400 tempat duduk, sebelum akhirnya membuka cabang keduanya di areal Nusa Dua, dan berlanjut ke BSD, Epicentrum Walk, Garuda Wisnu Kencana, Gandaria City dan Karawaci yang rata-rata berkapasitas antara 300-500 tempat duduk. Tahun ini juga cabang ke-7 di Pantai Indah Kapuk akan mulai beroperasi. (Reportase: Silawati)

The post Bebek Bengil, Inspirasi dari Hewan Suci appeared first on Majalah SWA Online.

Koffie Warung Tinggi, Kopi Lintas 5 Generasi

$
0
0

Makin maraknya jumlah kedai kopi, tak membuat Koffie Warung Tinggi hilang dari peredaran. Selama 137 tahun beroperasi, nyatanya hingga kini kedai ini masih beroperasi, bahkan menjelma menjadi kedai kopi modern di mall bergengsi Grand Indonesia sejak tahun lalu.

Warung Tinggi atau yang dulunya bernama Tek Sun Ho didirikan pada tahun 1878 oleh Liaw Tek Soen di jalan Moolen Vliet Oost, Batavia atau Hayam Wuruk, Jakarta. Sudah 137 tahun sudah lima lintas generasi mempertahankan Warung Tinggi. Dimulai dari Tek Sun sebagai pendiri kemudian ke anak angkatnya Liaw Tek Siong lalu berpindah ke Liaw Thian Djie, lalu Rudy Widjaja, dan terakhir ke Angelica Widjaja.

Tek Sun HO

Koffie Warung Tinggi saat masih bernama Tek Sun HO

Awal pendirian konsep Warung tinggi berbentuk toko kelontong dan warung nasi. Orang-orang yang datang berbelanja dapat duduk santai sabil menikmati kopi. Namun lama kelamaan permintaan akan kopi terus meningkat. Dari situlah kopi akhirnya kopi dipilih jadi panggilan hidup generasi lintas keluarga.

Dalam rentang waktu selama itu tak sedikit cobaan telah dilalui keluarga. Mulai dari terpaksa tutup lantaran adanya peperangan antara Jepang dan Belanda, hingga kerusuhan 1998. “Tapi kami selalu bisa bangkit lagi,” ujar Angelica.

Di bawah kepemimpinan Angelica akhirnya warung tinggi bertransformasi, bila belakangan ini Warung Tinggi hanya sebatas berada di Hayam Wuruk, kini ekspansi ke mal di bilangan Jakarta Pusat dengan penambahan kata Koffie menjadi Koffie Warung Tinggi.

Namun begitu pendirian Koffie Warung Tinggi tak dilakukan sendiri. Angelica menggandeng perusahaan yang bergerak di bidang food & beverage OPCO Indonesia dalam operasional coffe shop tersebut dengan skema partnership. “Untuk merek masih tetap kita yang miliki 100 %,” ujar wanita berusia 32 tahun tersebut menegaskan.

Digandennya OPCO bukan tanpa alasan. Angelica mengatakan sebelumnya ia telah mencoba proses trial dan error untuk membuat kedai kopi. Namun latar belakang keluarga yang memang lebih fokus di peracikan kopi dibanding bisnis food & baverage (F&B) membuat ia berpikir lebih baik menggandeng  OPCO, perusahaan tersebut diyakini Angelica punya kemampuan branding di bisnis gaya hidup dan F&B.

Saat ini setidaknya sudah ada 200 lebih jenis kopi racikan yang dimiliki Warung Tinggi. Dalam sebulan setidaknya Warung Tinggi bisa menjual 10 sampai 20 ton kopi racikan. Beberapa negara menjadi tujuan ekspor seperti Jepang dan Amerika. Namun khusus untuk yang dijual di coffee shop Koffie Warung Tinggi mayoritas berjenis soft blended.

Baru  tanggal 27 Agustus, Koffie Warung Tinggi mulai berani memperkenalkan lagi jenis kopi yang lebih kuat yaitu  kopi Excellence. Kopi ini sengaja diracik untuk orang  yang memang sudah terbiasa minum kopi. Sehingga bila belum terbiasa akan menyebabkan pusing, tubuh terasa panas, perut mual dan wajah merah padam. “Zaman dulu malah yang jenis seperti ini yang paling laris dipesan di Warung Tinggi, ” ia menceritakan. (EVA)

The post Koffie Warung Tinggi, Kopi Lintas 5 Generasi appeared first on Majalah SWA Online.

Bika Ambon Larizo, Asli Jogja Sejak 1999

$
0
0

Nama Bika Ambon Larizo, dari hasil survai yang dilakukan Majalah SWA, kini berada di papan atas dalam bisnis oleh-oleh di Yogyakarta. Larizo menyalip nama-nama yang selama ini telah dikenal luas sebagai produsen makanan khas daerah.

Kejelian dalam berbisnis pasangan suami-istri Samuel Nata dan Wulantika ini memang patut diacungi jempol. Pasangan suami istri yang terbilang pendatang baru dari Jakarta tersebut, kini menjadi salah satu pengusaha makanan yang terbilang sukses di Jogja.

Bika Ambon Larizo merupakan bukti kesuksesan mereka dalam menjalankan bisnis makanan khas di kota yang identik dengan bakpia ini.

Dilihat dari pertumbuhannya, Bika Ambon Larizo memang terbilang fenomenal. Perusahaan yang dirintis sejak 1999 silam dari sebuah kios di Jl. Kaliurang, Km 14, kini telah berkembang menjadi banyak cabang.

bika ambon larizo

Di Jogja sendiri, ada 8 cabang yang tersebar di beberapa sudut dari Kabupaten Sleman, Kota Jogja dan Kabupaten Bantul. Belakangan ini Larizo sudah mengepakkan sayap hingga ke Jawa Tengah, tepatnya di Magelang, Semarang dan Solo.

“Semua statusnya cabang, kami belum mengembangkan waralaba, semua tumbuh dengan baik,” kata Manajer Toko Larizo, Irwan.

Menurut dia, Larizo hanya memiliki 5 karyawan untuk produksi dan penjaga toko saat berdiri tahun 1999 silam. Kini, Larizo memiliki 300 karyawan yang terdiri dari penjaga toko dan bagian produksi yang terpusat di kawasan Monjali, Jogja.

Sebelum membuka usaha bika ambon, Samuel Nata dan Wulantika menekuni bisnis abon yang cukup sukses di Jakarta. Kerusuhan tahun 1998 di Jakarta yang membuat mereka hijrah ke Jogja.

Sesampai di kota Jogja, mereka tetap tertarik menggeluti bisnis makanan. Dan mereka tertarik membuka toko bika ambon. Mereka yakin bisnis ini akan berhasil karena selera orang Jogja yang cenderung menyukai makanan manis.

Keyakinan mereka memang terbukti. Bika Ambon Larizo bisa diterima lidah orang Jogja. Bisnis mereka berkembang pesat. Setelah sukses membuka cabang beberapa lokasi di Kota Pelajar, mereka ekpansi ke wilayah Jawa tengah.

Menurut Irwan, salah satu keunggulan dari Bika Ambon Larizo adalah konsep menggunakan bahan alami, tanpa pengamet dan pemanis buatan. “Konsep ini yang membuat Bika Ambon Larizo bisa diterima masyarakat dan mereka menjadi pelanggan setia kami,” kata dia. (Reportase: Gigin W Utomo)

The post Bika Ambon Larizo, Asli Jogja Sejak 1999 appeared first on Majalah SWA Online.

Mi Burung Dara Siapkan Generasi Ketiga

$
0
0

Siapa yang tak doyan mie? Untuk sebagian besar masyarakat di Indonesia, makanan jenis ini sudah menjadi hidangan wajib di meja makan. Tidak makan mie sehari, rasanya seperti setahun. Popularitas mie ini juga yang melambungkan kinerja Mi Burung Dara sejak didirikan pada tahun 1972 silam di bawah bendera PT Surya Pratista Hutama (Suprama).

“Perusahaan ini didirikan oleh ayah saya. Pada tahun 1972 di Jenggolo, Sidoarjo, Jawa Timur, dengan nama PT. Sampindo,” kata Djuana Sulestio, CEO PT Suprama.

Sayang, lima tahun berselang, sang ayah tercinta wafat. Perusahaan keluarga diambil alih kakak kandung Djuana yang bernama Ateng. Saat itu, Djuana masih berada di bangku SMA. Selulus kuliah tahun 1985, Djuana dan Ateng bahu-membahu menjalankan bisnis mie yang ditinggalkan sang ayah. Djuana mengurus bidang produksi yang sesuai dengan bidangnya, yakni teknik. Sementara, Ateng mengurus bagian penjualan.

DSCN1038

Permintaan yang terus naik membuat dua kakak beradik itu harus memeras otak untuk meningkatkan produksi. Niat itu muncul pada tahun 1989. Dua tahun mencari tanah yang lebih luas, akhirnya ditemukan di Wonoayu. Kapasitas produksi terus membesar hingga saat ini mencapai 200 ton perhari di atas tanah seluas 7 hektar dengan jumlah karyawan 1.300 orang.

Saat ini, perseroan fokus memproduksi mi telor yang merupakan kegemaran masyarakat Indonesia. Produk mi setengah matang yang dihasilkan bisa diolah sendiri menjadi berbagai macam makanan yang lezat. Mi Burung Dara telah tersebar ke seantero negeri, bahkan telah sampai ke Malaysia, China, Singapura, dan Australia. Untuk pasar lokal, perseroan membuka 13 cabang pemasaran, antara lain di Surabaya, Malang, Madiun, Kediri Palembang, dan Balikpapan.

“Untuk angka penjualan kami tidak bisa menyebutkannya. Namun untuk market share kami sekitar 36% dan menempati posisi antara satu atau dua,” kata dia.

Menurut Djuana, varian mi telurnya dikemas dengan kemasan grosir untuk menyasar vendor mi seperti penjual mi klunthung. Ada juga varian lain yang bisa langsung dipakai konsumen dalam bentuk mi renteng. Baru-baru ini, perseroan mengeluarkan varian baru berupa mi urai.

Perjuangan dua kakak beradik itu sangat berliku dalam mengembangkan bisnis mi warisan sang ayah. Saat krisis moneter 1997, perseroan sempat menggandeng HJ Heinz Company dari Amerika Serikat agar bisa go international. Nama perusahaan berubah menjadi PT Heinz Suprama.

Namun, ternyata kerja sama tak berjalan lancar hingga akhirnya dihentikan pada 2006. Meski kontribusi ekspor telah mencapai 20%, sang mitra alpa menyesuaikan strategi pemasaran di dalam negeri yang selama ini menjadi fokus keluarga Sulestio sebagai pendiri.

“PT Suprama di tangan Heinz, kesannya malah jelek. Saat ini, kami sedang menyiapkan generasi ke-3. Anak Pak Ateng sekarang menjabat COO dan anak saya di bidang marketing,” kata dia. (Reportase: Rizky Chandra Septania)

The post Mi Burung Dara Siapkan Generasi Ketiga appeared first on Majalah SWA Online.

De Java Furniture, Bawa Mebel Jepara Mendunia

$
0
0

Jepara terkenal dengan mebel indahnya, bahkan sampai ke mancanegara. Kualitas produk mebel buatan pengrajin di wilayah Jawa Tengah itu tak kalah dengan produk furniture dari IKEA atau Informa.

Indonesia sendiri kaya akan kayu berkualitas. Bahan baku kayu masih berlimpah di sekitar Jepara. Ratusan truk kayu masuk ke Jepara setiap harinya. Bakul-bakul kayu, tempat kayu itu disimpan, penuh oleh kayu gelondongan, bahkan kayu balokan dari Sulawesi.

Inilah potensi bisnis yang dilirik Zaky Sulaiman lewat brand De Java Furniture. Banyak pesanan dari Jakarta, yang umumnya pasangan muda yang baru membeli rumah atau apartemen, belum optimal digarap pengrajin dari Jepara. Mereka rata-rata memburu model minimalis.

“Pasarnya masih cukup besar. Kami menggarap segmen ini dengan membuat desain produk khusus, yaitu model vintage, scandinavian, unionjack. Ternyata, memuaskan mereka,” katanya.

Zaky Sulaiman DE Java Furnitue

Saat ini, sebagian besar pembeli memesan via online, baik melalui website, media sosial ataupun portal pedagangan internasional. Pemasaran via internet dilakukan untuk menjaring pembeli dari luar negeri.

Selain dari website dan media sosial, De Java Furniture juga menggunakan banyak portal usaha, seperti Alibaba dan Indonetwork, tradeworld.com untuk promosi produk. Termasuk, sesekali mengikuti pameran kerajinan kayu.

Hasilnya, jauh lebih menguntungkan ketimbang awalnya hanya dipasarkan lewat toko mebel biasa di Jepara. Omsetnya mencapai Rp 200-an juta setiap bulannya, tergantung pesangan dan nilai tukar rupiah.

Upaya rebranding dengan membuat dejavafurniture.com selulus dari Akuntansi, Universitas Diponegoro pada 2010 lalu berbuah manis. Positioning perusahaan lebih jelas dengan nama De Java Furniture.

“De Java lebih spesifik menggambarkan furniture dari Pulau Jawa, khususnya Jepara. Kualitasnya sudah diakui dunia, jauh di atas produk China yang berharga murah,” kata dia.

Zaky kini mengelola tiga website, yaitu dejavafurniture.com, furnituremewah.com dan jualmebeljepara.com. Ia memperluas basis produksi dengan menggandeng 26 pengrajin di Jepara untuk memenuhi tingginya permintaan dari dalam maupun luar negeri.

Ia berkomitmen meluncurkan desain baru setiap bulan sesuai target pasar dan selera konsumen. Keunikan inilah yang meningkatkan nilai jual produknya. Target pasarnya paling besar adalah pasangan muda yang baru memiliki rumah atau apartemen.

Kini, pembelinya tak hanya datang dari Jakarta, tetapi juga daerah-daerah lain seperti Banda Aceh, Medan, Pekanbaru, Padang, Jambi, Palembang, Lampung, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Balikpapan, yang umumnya fanatik mebel dari Jepara.

Mereka rata-rata menilai kepemilikan mebel Jepara akan menaikkan status sosial karena dinilai punya selera bagus tentang furniture. Inilah merek dagang yang harus dipertahankan. Tak hanya kesohor di Tanah Air, produk De Java Furniture juga terkenal sampai ke Eropa.

“Beberapa bulan setelah peluncuran situs, ada seorang pelanggan asal Belanda yang tertarik dengan produk kami. Ada juga pembeli asa Jerman yang juga suka,” kata dia. (Reportase: Syukron Ali)

The post De Java Furniture, Bawa Mebel Jepara Mendunia appeared first on Majalah SWA Online.


Randy Chandra, Mantap di Bisnis Solusi Dokumen

$
0
0

Sudah 12 tahun sudah Randy Chandra membangun bisnis manajemen layanan dan solusi dokumen. Bersama partnernya, Frans Reyner, kini pria berusia 42 tahun tersebut itu telah berhasil membawa PT Reycom Document Solusi, atau RDS Group menjadi perusahaan terdepan di bidang solusi dokumen. Persaingan bisnis di bidang solusi dokumen dijelaskan Randy memang banyak, atau sekitar belasan pemain. Namun kebanyakan pemain di bisnis ini, ia klaim belum ada yang sebesar RDS. “Kebanyakan mereka itu perusahaan kecil-kecil,” ujar Randy.

Saat ini RDS melayani berbagai jenis solusi dokumen, mulai dari bisnis data capturing, percetakan, penerbitan, manajemen penyimpanan dokumen fisik, integrated cross media, hingga layanan contact center dan administrasi kesehatan . Beberapa klien besar seperti Taspen, BNI Life, Bank Mandiri, Unilever, Telkom Internasional (Telin), Biro Pusat Statistik dan Donggi Senoro pernah mencicipi layanan RDS. “Kebanyakan klien kami di industri asuransi dan perbankan,” ujarnya.

Di bisnis data capturing atau digitalisasi dokumen hard copy menjadi soft copy misalnya, nama RDS telah banyak dikenal. RDS telah berhasil memproses rata-rata 10 juta halaman dokumen per bulan dari berbagai jenis klien. Sedangkan untuk jasa penyimpanan dokumen fisik, perusahaan ini memiliki gudang berkapasitas 110.000 box, tingkat dua di Cikarang. “Kami menggunakan teknologi Radio Frequency Identification (RFID) agar keakurasian pengambilan dokumen terjaga,” ujarmya.

Randy Chandra (kanan) dalam acara peluncuran show room pertama PT Reycom Document Solusi.

Tak cuma menawarkan jasa solusi data, RDS juga merambah bisnis penjualan scanner atau alat pemindai. RDS saat ini tercatat sebagai distributor resmi pemindai merek Fujitsu dan jContex, dengan satu jumlah show room di Gedung Pakarti Center, Tanah Abang.

Secara keseluruhan RDS saat ini memiliki 200 karyawan tetap dan 2.000 karyawan kontrak yang tersebar di 1.000 unit kerja. RDS saat ini beroperasi di lima kota yaitu Jakarta, Surabaya, Medan, Denpasar dan juga Semarang. “Meski banyak orang bilang paperless, toh nyatanya bisnis kami selalu growth double digit,” ujarnya.

Latar belakangnya untuk terjun ke bisnis solusi dokumen, ia ceritakan karena melihat potensi di bisnis tersebut yang amat besar. Ia mengatakan, sejatinya setiap perusahaan pasti memilik banyak dokumen entah itu hard copy maupun soft copy. Untuk itu mereka pasti perlu adanya pengelolaan dokumen yang profesional. “Kami hadir memberikan manfaat untuk membantu mengurangi beban biaya, waktu dan tenaga pengelolaan dokumen,” ujarnya.

Sistem keamanan pun dijaga ketat. RDS memastikan semua dokumen yang diorganisasikan tidak akan bocor ke tangan yang salah. Setiap pegawai yang melakukan pemprosesan data dijaga keta agar tidak membawa alat perekam, kamera dan juga handphone. Setiap komputer di-setting agar tidak bisa memindahkan data melalui USB, CD maupun disket.

Sebelum terjun memulai bisnis sendiri, kiprah Randy didunia dokumen data sebenarnya tidaklah baru. Setidaknya ia pernah bersinggungan dengan hal tersebut ketika bekerja 10 tahun di PT Astra Graphia, walau memang latar belakang pendidikannya tidak nyambung, yaitu di Teknik Metalurgi di Universitas Indonesia. “Jabatan terakhir saya di Astra Graphia project manager,” ujarnya.

Barulah ketika berusia 30 tahunan ia mulai berpikir membuka usaha sendiri. Ia ingin membuktikan kepada dirinya, bahwa ia bisa maju mengembangkan usaha sendiri. “Latar belakang keluarga saya pekerja, bukan pengusaha,” ujarnya. (EVA)

The post Randy Chandra, Mantap di Bisnis Solusi Dokumen appeared first on Majalah SWA Online.

Atika Kurnia, Mengejar Karunia Tuhan Via Online

$
0
0

Bisnis online terbukti sangat menguntungkan. Efisiensi penjualan bisa ditingkatkan sembari membangun brand. Inilah yang dirasakan Atika Kurnia Sari yang sudah 8 tahun menggeluti bisnis busana muslim hingga aksesorisnya. Selama kurun 2007-2012, ia masih mengandalkan penjualan lewat offline, bekerjasama dengan ratusan toko swalayan busana muslim di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan awa Barat. Armada penjualan dan distribusi menjadi ujung tombak.

Kenaikan harga BBM memukul sendi-sendi perekonomian, termasuk roda bisnisnya di bawah bendera CV Bajuku Indonesia. Omset menurun tajam. Ia harus memeras otak meningkatkan efisiensi produksi dengan tetap memperluas jaringan distribusi. Padahal, bisnis fesyen sangat dinamis.

Tuhan memberinya jalan. Berawal dari pembicaraan dengan rekan produsen baju koko dari Bandung dan Tasikmalaya, Atika pun mantap memasuki bisnis online pada tahun 2012-2013. Awalnya hanya toko biasa yang masih mengandalkan promosi via media sosial.

Namun, pertumbuhannya jangan ditanya. Dalam kurun waktu satu tahun, pertumbuhannya menyamai bisnis offline yang dibangun dalam lima tahun. Karena itulah dia pun mantap mengembangkan divisi online.

“Motivasi kami bagaimana mewujudkan usaha dari, oleh, dan untuk kaum muslimin/ah. Bismillah, semuanya untuk memudahkan dan menambah nyaman ibadah setiap muslim,” kata dia.

atika koko indonesia

Berbekal 1.000 kodi stok baju koko dan pengalaman di bisnis ritel busana muslim Indonesia, ia pun meluncurkan kokoindonesia.com pada April lalu. Tim IT, pemotretan produk, web, dan optimasi media sosial pun direkrut, termasuk tim yang mengurusi gudang dan layanan nasabah.

Secara rutin, ia mengupdate konten di website dan menyebarkannya ke media sosial seperti Facebook, Twitter, dan Instagram. Isi konten disesuaikan dengan spirit busana muslim, koko dan hijab. Momentum hari Raya Lebaran membuat pengunjung situsnya membludak, hingga 1.400 pengunjung setiap harinya.

Saat ini, ia mampu meningkatkan efisiensi produksi dengan mengurangi jumlah karyawan dari 40 menjadi 20 orang yang menangani mulai dari produksi, manajerial, IT, hingga pemasaran. Pembelian pun paling besar datang dari media sosial, sementara dari reseller hanya 30%, dan sisanya dari website.

“Saya sangat bersyukur dengan perkembangan kokoindonesia.com meski memang masih banyak yang harus dikembangkan. Ini angin segar untuk perkembangan perusahaan,” kata dia.

Ya, Atika memang harus mengantisipasi penurunan omset di jaringan offline miliknya. Lebaran tahun ini, penurunannya lebih terasa karena bertepatan dengan tahun ajaran baru. Pengeluaran untuk busana hari raya pun terpangkas. Dengan bisnis online, ia setidaknya bisa menyelamatkan margin keuntungan.

Meski begitu, ia masih punya mimpi besar di masa depan, yakni mengembangkan kokoindonesia.com, sekaligus memperluas jaringan reseller untuk mempromosikan website. Sekali mendayung, dua-tiga pulau terlampaui. Lewat bisnis online, brand Waydee miliknya lebih mudah dikenal. Omset pun terus merayap naik. (Reportase: Raden Dibi Irnawan)

The post Atika Kurnia, Mengejar Karunia Tuhan Via Online appeared first on Majalah SWA Online.

Ini Sederet Target Kalla Group

$
0
0

Hadji Kalla adalah tonggak berdirinya Kalla Group di Makassar. Perusahaan milik keluarga Wakil Presiden RI Jusuf Kalla yang berdiri pada tahun 1952 ini kemudian menjelma menjadi pemain besar di bidang otomotif dan beberapa bidang lain.

“Strategi bisnis jangka pendek maupun jangka panjang senantiasa dievaluasi untuk memetakan kekuatan dan peluang peningkatan penjualan di bidang konstruksi, otomotif, energi, properti, industri, dan jasa transportasi,” kata Direktur Utama Kalla Group, Fatimah Kalla.

Hadji Kalla menjadi agen tunggal pemasaran mobil Toyota untuk daerah Sulawesi Selatan, Tengah dan Tenggara. Berkat prestasi yang dicapainya dalam penjualan kendaraan penumpang dan komersial, perusahaan ini sering memperoleh Triple Crown Award, dari Toyota Corporation, Jepang. Market Share-nya pun tertinggi melampaui wilayah lain di Indonesia.

Lini bisnis otomotif juga ditopang anak usahanya, PT. Intim Utama Mobil yang menjadi dealer mobil-mobil KIA dari Korea yang sangat kompetitif dari segi harga maupun kualitasnya.

Direktur Utama Kalla Group, Fatimah Kalla

Direktur Utama Kalla Group, Fatimah Kalla

Untuk memperluas jangkauan pasar sekaligus mengukuhkan kepemimpinan Hadji Kalla di bidang otomotif, perusahaan yang didirikan 22 November 1996 ini, membuka ruang pamer di Makassar (Sulawesi Selatan), Palu (Sulawesi Tengah), dan Kendari (Sulawesi Tenggara).

Bisnis importir dan dealer mobil Daihatsu dilanjutakan anak usahanya PT. Makassar Raya Motor bahkan ditambah dengan mobil Nissan. Daerah yang dilayani adalah Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara.

“Pada tahun ini, kami ingin menguasai pangsa pasar di bidang otomotif hingga lebih dari 50% di wilayah kami,” kata Fatimah.

Pada tahun yang sama, Grup Kalla juga punya target bejibun. Seperti membangun smelter di Palopo untuk lini bisnis pertambangan, membangun Nipah Mal di Kota Makassar dengan konsep bangunan hijau di lini bisnis properti.

Untuk bidang energi, Grup Kalla pun siap membangun proyek-proyek PLTA yang telah mendapat perjanjian jual-beli listrik (PPA) dengan PLN, seperti PLTA Malea Toraja 180 MW, maupun yang dalam proses PPL dengan PLN yakni PLTA Kerinci Jambi 300 MW dan PLTA Poso Extension 90MW.

“Itu semua masuk dalam program 35.000 MW pemerintah tahap I. Kami usahakan dalam 3-4 tahun sudah selesai dibangun,” kata Fatimah.

Di bidang manufaktur dan agribisnis, lanjut dia, Grup Kalla juga sudah bisa mengoperasikan pabrik pengolahan biji kakao di bawah PT Kalla Kakao Industri di Kendari.

Dalam kearifan lokal masyarakat Bugis ada istilah Sipakatau-Sipakalebbi yang berarti saling menghormati, dan Sipatuwo-Sipatokkong yang berarti saling mendukung.

Keduanya menjadi bagian dari “Jalan Kalla” yang merupakan nilai-nilai perusahaan. Sipakatau-Sipakalebbi dalam nilai apresiasi terhadap pelanggan dan Sipatuwo- Sipatokkong dalam nilai aktif bersama. (Reportase: Tiffany Diahnisa)

The post Ini Sederet Target Kalla Group appeared first on Majalah SWA Online.

Tiga Dekade Kesegaran Markisa Pohon Pinang

$
0
0

Cuaca terik di Jakarta pastinya menguras stamina. Minuman dingin nan menyegarkan tentu diburu banyak orang. Inilah peluang yang dilirik PT Majujaya Pohon Pinang, produsen sirup markisa Pohon Pinang. Berawal dari memasok jus markisa kepada tukang cendol di pinggir jalan, Razali Chuwardi bertekad untuk mengembangkan usaha tersebut menjadi sebuah industri modern. Tekad itu, kini menjadi kenyataan.

Berbagai merek jus markisa yang diproduksi ayahnya disatukan menjadi satu merek yakni Pohon Pinang di bawah bendera PT Majujaya Pohon Pinang, yang berdiri di Sumatera Utara tahun 1982 silam. Bekerjasama dengan perusahaan pengolahan dan petani binaan, markisa Pohon Pinang mulai dikenal masyarakat di banyak daerah. Perseroan kini telah mengembangkan produk Syukur dan minuman Ready to Drink di tahun 2010.

Menurut Direktur PT Majujaya Pohon Pinang, Tjokrosuminto perseroan menggandeng perusahaan pengolahan di Berastagi untuk mengolah sari buah markisa sehingga mendapatkan kualitas yang stabil dan terjamin.“Kami melibatkan petani binaan dan memproduksi bibit yang seragam. Modal untuk pengembangan bibit dan pembinaan kepada petani, merupakan modal perusahaan, tidak melibatkan investor manapun,” kata dia.

foto pohon pinang Pemilik

Sejak tahun 80-90-an, semua produksi masih dilakukan secara manual, mulai dari masak hingga pengemasan. Meski begitu, perusahaan sudah berani ekspansi ke Jakarta untuk memudahkan promosi produk.

Produk sirup Markisa Pohon Pinang kini telah tersebar di seluruh Sumatera, Jawa, Bali, dan sebagian wilayah Kalimantan dan Sulawesi. Bahkan, produk mereka sudah diekspor ke Amerika Serikat, Jepang, dan Taiwan. Perseroan membeli mesin baru pada tahun 1998-an, tepat setelah badai krisis moneter.

“Saat itu masih 1 line, namun sejak 2006 ditambah menjadi 2 line. Kapasitas produksi sirup kini berhasil menghasilkan 150 botol per menit. Kapasitas akan terus ditambah sesuai kebutuhan,” kata dia. Untuk memudahkan distribusi, perseroan menggandeng distributor di daerah-daerah. Khusus untuk wilayah Jabodetabek, Medan, dan Riau, distribusi ditangani langsung oleh PT Majujaya Pohon Pinang.

Manajemen profesional, tak hanya mengandalkan keluarga, telah diterapkan sejak tahun 1982. Razali sendiri yang membagi tugas dan wewenang di divisi penjualan, gudang, ekspedisi, dan keuangan.

Kini, pengelolaan ada di tangan generasi kedua, yakni Gunawan Chuwardi, Sylvia Chuwardi, Peter Chuwardi, dan Irwan Chuwardi. Dengan sistem tersebut, pelaporan lebih terstruktur. “Pertumbuhan rata-rata 10-15%. Namun, di tahun 2015 sepertinya stagnan karena kondisi ekonomi yang belum membaik. Pertumbuhan terbesar terjadi di 2006-2008 yakni di atas 20%,” kata Tjokrosuminto. (Reportase: Julfini)

The post Tiga Dekade Kesegaran Markisa Pohon Pinang appeared first on Majalah SWA Online.

Thendy Susanto, Raja Dapur Modern dari Semarang

$
0
0

Gagal menjadi pemain musik profesional, sukses menjadi seniman peralatan dapur modern. Itulah Thendy Susanto. Pria kelahiran Palembang, 64 tahun silam itu adalah pendiri Nayati, produsen peralatan dapur modern. Produknya banyak digunakan mulai dari hotel, restoran, kafe, rumah sakit, perusahaan swasta hingga sekolah-sekolah kuliner.

Produk Nayati dengan mudah ditemukan di dapur hotel berbintang dan restoran ternama. Tak hanya di dalam negeri, tapi hampir di seluruh penjuru dunia. Jaringan hotel yang menggunakan produk Nayati antara lain, Gumaya, Hyatt, Ibis, JW Marriot, Holiday Inn, dan Sheraton.

Hampir sesuai restoran cepat saji sebut saja misalnya McD, KFC, Pizza Hut, Bread Talk, Starbuck, King Burger, dan JCO juga tak mau ketinggalan menggunakan produk Nayati. Nayati juga ditemukan di kantin perusahaan kelas dunia seperti Indofood, Djarum, Sidomuncul, dan Polytron.

Yang menarik, Nayati satu-satunya brand dari Asia yang mampu menembus pasar Eropa. Jepang yang dikenal memiliki standar produk yang bagus cemburu karena produk mereka belum satupun yang diterima di Eropa. “Kami banyak belajar dengan mitra di Jepang tapi produk mereka belum ada yang masuk ke Eropa,” kata Thendy.

3 Kunci Sukses Thendy Susanto

1. Menjalin networking industri sejenis
2. Memahami budaya negara tujuan
3. Fokus spesifik produk untuk negara tujuan

Thendy Susanto, pendiri Nayati

Thendy Susanto, pendiri Nayati

Selama ini, Eropa menerapkan standar yang sangat tinggi untuk produk dari luar yang ingin masuk ke sana. Apalagi produk berkaitan dengan pengolahan makanan, prosedur masuknya sangat ketat. Ada standarisasi yang wajib dipenuhi setiap produk peralatan dapur yang akan digunakan di sana. “Kami paham, Eropa sangat ketat dalam kualitas. Mereka tidak kompromi dengan produk-produk yang tidak berstandar mutu yang mereka tentukan,” katanya.

Menembus pasar Eropa adalah strategi Nayati untuk manembus pasar dunia. Eropa menjadi kunci untuk masuk ke negara lain di belahan dunia manapun. Bila sebuah produk bisa diterima di Benua Biru, dipastikan akan dengan mudah menembus konsumen international. “Eropa memang menjadi barometer dunia untuk kualitas,” ujar pria kelahiran 24 Agustus 1952 ini.

Jauh sebelum masuk pasar Eropa, Thendy sebenarnya sudah mengekspor produknya ke Jepang, yang juga sama-sama menerapkan standar tinggi untuk sebuah produk peralatan dapur. Namun produk yang dikirim ke Negeri Sakura tanpa menyertakan merek Nayati. “Kami hanya jadi produsen, buyer di Jepang yang nempeli merek,” ujarnya.

Untuk masuk ke Jepang dibutuhkan proses yang panjang. Ia harus meyakinkan pembeli bahwa Nayati menerapkan standar kualitas yang bisa dipertangunjawabkan. Untuk lebih meyakinkan, ia mengundang pelanggan dari Jepang tersebut untuk melihat langsung proses produksinya di Semarang.

Hasilnya, permintaan terus naik. Produksi yang semula di pabrik seluas 500 m2 di Lingkungan Industri Kecil tidak lagi memadai. Sejak tahun 1991 proses produksi dipindah ke pabrik baru di Kawasan Industri Terboyo dengan luas 5.000 m2 dengan jumlah karyawan 600 orang.

Menurut Thendy, perbandingan pasar lokal dan ekspor 50:50. Nilai ekspor Nayati setiap tahunnya rata-rata mencapai US$ 10 juta. Beberapa produk yang menjadi unggulan antara lain, Nayati Western Cooking, Oriental Cooking, ovens, foods counter, refrigeration, dishwasher, furniture & exhausts, gourmet kitchen block dan home kitchen. (Reportase: Gigin W Utomo)

The post Thendy Susanto, Raja Dapur Modern dari Semarang appeared first on Majalah SWA Online.

Viewing all 430 articles
Browse latest View live