Quantcast
Channel: SWA.co.id – Berita bisnis terkini, Diaspora Indonesia, Business Champions, dilengkapi dengan strategi dan praktek bisnis, manajemen, pemasaran, entrepreneur, teknologi informasi, keuangan, investasi, GCG, CSR, profil dan gaya hidup eksekutif.
Viewing all 430 articles
Browse latest View live

Kunci Sukses Alex Chandra Besarkan BPR Lestari

$
0
0

Asal ada kemauan, pasti ada jalan. Keluarga menyayangkan keputusan Alex P. Chandra mengundurkan diri dari jabatan kepala cabang PT Bank Central Asia Tbk. Padahal, jabatan itu diraih dengan susah-payah selama tiga tahun usai Alex lulus dari Management Development Programme pada 1995. Bersama dua rekannya, ia membeli BPR Lestari yang nyaris bangkrut seharga Rp 300 juta.

Pria kelahiran Rangkasbitung 26 September 1969 ini sempat menyesali keputusannya meninggalkan BCA dan membeli BPR Lestari. Selama 4 tahun pertama, ia tidak bisa berbuat banyak selain mengikuti irama kerja yang ada. Memang nasabah mereka sudah 6.000 orang. Namun, transaksi nyaris tidak ada karena saldo yang tak bertambah.

Minimnya kepercayaan terhadap BPR, termasuk dari relasinya selama masih berkarier di BCA, membuatnya sulit bergerak. Kalaupun ada nasabah yang punya dana besar, mereka masih punya hubungan keluarga dengannya. ”Jangankan orang lain, teman sendiri saja tidak ada yang percaya menaruh uangnya di BPR Lestari,” ujarnya.

Jangankan memilih orang terbaik, iklan lowongan kerja yang mereka tawarkan tak direspons masyarakat. Tak satupun yang melamar sehingga jumlah karyawan tak bertambah hanya 15 orang. Diputuskan untuk membenahi karyawan yang sudah ada. Satu demi satu tahap pelatihan berhasil dilewati. Selanjutnya, perbaikan terus-menerus dilakukan.

Alex P. Chandra

Alex P. Chandra

Harapannya, sumber daya manusia yang berkualitas akan memperbaiki proses dan ujung-ujungnya meningkatkan pendapatan dan laba perusahaan. Momentum kebangkitan baru dirasakan Alex di tahun 2003, saat ada orang yang percaya dengan mendepositokan uangnya sebesar Rp 25 juta di BPR Lestari.

Alex memindahkan kantor yang sebelumnya di Jl. Setiabudi Kuta menuju pusat kota Denpasar, Jl. Teuku Umar, yang merupakan jalan utama tempat beroperasinya bank-bank besar, walau untuk itu Alex harus merogoh kocek hingga Rp 600 juta untuk mengontrak disaat profit BPR nya saat itu hanya Rp 300 juta.

Bisnis BPR Lestari makin menggurita. Asetnya terus membesar dari Rp 19 miliar pada 2003 menjadi Rp 30 miliar (2004) dan Rp 50 miliar (2005) sekaligus menjadi BPR terbaik no 1 di Bali dan no 6 terbaik di Indonesia. Per Juni 2015, aset BPR Lestari sudah Rp 2,7 triliun, tumbuh 4 kali lipat dibanding 2010. “Kami menjadi market leader dengan 12 kantor di Denpasar dan 400 orang karyawan,” katanya.

Menurut dia, kunci sukses ada di layanan yang berkelas sembari melakukan pendekatan personal. Perseroan juga tidak pernah mengenakan pinalti jika ada nasabah yang mendadak ingin mencairkan depositonya. Dengan begitu, kepercayaan masyarakat akan terus mekar. Perseroan juga menjanjikan kecepatan kepada pemohon kredit.

Kini, BPR Lestari sudah memiliki sekitar 1.560 nasabah premium yang disebut Lestari First dengan nilai deposito minimal Rp 250 juta. Yang tertinggi adalah The Royal yakni nasabah dengan deposito diatas Rp 2,5 miliar yang berjumlah 200 orang. (Reportase: Silawati)

The post Kunci Sukses Alex Chandra Besarkan BPR Lestari appeared first on Majalah SWA Online.


Thendy Susanto, Raja Dapur Modern dari Semarang

$
0
0

Gagal menjadi pemain musik profesional, sukses menjadi seniman peralatan dapur modern. Itulah Thendy Susanto. Pria kelahiran Palembang, 64 tahun silam itu adalah pendiri Nayati, produsen peralatan dapur modern. Produknya banyak digunakan mulai dari hotel, restoran, kafe, rumah sakit, perusahaan swasta hingga sekolah-sekolah kuliner.

Produk Nayati dengan mudah ditemukan di dapur hotel berbintang dan restoran ternama. Tak hanya di dalam negeri, tapi hampir di seluruh penjuru dunia. Jaringan hotel yang menggunakan produk Nayati antara lain, Gumaya, Hyatt, Ibis, JW Marriot, Holiday Inn, dan Sheraton.

Hampir sesuai restoran cepat saji sebut saja misalnya McD, KFC, Pizza Hut, Bread Talk, Starbuck, King Burger, dan JCO juga tak mau ketinggalan menggunakan produk Nayati. Nayati juga ditemukan di kantin perusahaan kelas dunia seperti Indofood, Djarum, Sidomuncul, dan Polytron.

Yang menarik, Nayati satu-satunya brand dari Asia yang mampu menembus pasar Eropa. Jepang yang dikenal memiliki standar produk yang bagus cemburu karena produk mereka belum satupun yang diterima di Eropa. “Kami banyak belajar dengan mitra di Jepang tapi produk mereka belum ada yang masuk ke Eropa,” kata Thendy.

3 Kunci Sukses Thendy Susanto

1. Menjalin networking industri sejenis
2. Memahami budaya negara tujuan
3. Fokus spesifik produk untuk negara tujuan

Thendy Susanto, pendiri Nayati

Thendy Susanto, pendiri Nayati

Selama ini, Eropa menerapkan standar yang sangat tinggi untuk produk dari luar yang ingin masuk ke sana. Apalagi produk berkaitan dengan pengolahan makanan, prosedur masuknya sangat ketat. Ada standarisasi yang wajib dipenuhi setiap produk peralatan dapur yang akan digunakan di sana. “Kami paham, Eropa sangat ketat dalam kualitas. Mereka tidak kompromi dengan produk-produk yang tidak berstandar mutu yang mereka tentukan,” katanya.

Menembus pasar Eropa adalah strategi Nayati untuk manembus pasar dunia. Eropa menjadi kunci untuk masuk ke negara lain di belahan dunia manapun. Bila sebuah produk bisa diterima di Benua Biru, dipastikan akan dengan mudah menembus konsumen international. “Eropa memang menjadi barometer dunia untuk kualitas,” ujar pria kelahiran 24 Agustus 1952 ini.

Jauh sebelum masuk pasar Eropa, Thendy sebenarnya sudah mengekspor produknya ke Jepang, yang juga sama-sama menerapkan standar tinggi untuk sebuah produk peralatan dapur. Namun produk yang dikirim ke Negeri Sakura tanpa menyertakan merek Nayati. “Kami hanya jadi produsen, buyer di Jepang yang nempeli merek,” ujarnya.

Untuk masuk ke Jepang dibutuhkan proses yang panjang. Ia harus meyakinkan pembeli bahwa Nayati menerapkan standar kualitas yang bisa dipertangunjawabkan. Untuk lebih meyakinkan, ia mengundang pelanggan dari Jepang tersebut untuk melihat langsung proses produksinya di Semarang.

Hasilnya, permintaan terus naik. Produksi yang semula di pabrik seluas 500 m2 di Lingkungan Industri Kecil tidak lagi memadai. Sejak tahun 1991 proses produksi dipindah ke pabrik baru di Kawasan Industri Terboyo dengan luas 5.000 m2 dengan jumlah karyawan 600 orang.

Menurut Thendy, perbandingan pasar lokal dan ekspor 50:50. Nilai ekspor Nayati setiap tahunnya rata-rata mencapai US$ 10 juta. Beberapa produk yang menjadi unggulan antara lain, Nayati Western Cooking, Oriental Cooking, ovens, foods counter, refrigeration, dishwasher, furniture & exhausts, gourmet kitchen block dan home kitchen. (Reportase: Gigin W Utomo)

The post Thendy Susanto, Raja Dapur Modern dari Semarang appeared first on Majalah SWA Online.

Di Balik Kisah Sukses Pengusaha Jahe Merah, Wahyu Widodo

$
0
0

Wahyu Widodo, 19 tahun sempat ditentang orang tuanya untuk menjadi pengusaha jahe merah. Setamatnya dari sekolah umum menengah atas pada Juni 2014 silam, Wahyu adalah seorang pengangguran.

Hingga pada November 2014, Wahyu yang masih menganggur itu mendapatkan ajakan untuk ikut pelatihan di perpustakaan daerah di Kabupaten Sragen. Wahyu menjadi peserta untuk pengenalan internet di perpustakaan yang disponsori Coca Cola Foundation.

Usai pelatihan, Wahyu semakin bulat untuk menjadi pengusaha bibit jahe merah. Wahyu sudah mendapatkan banyak informasi tentang jahe merah dari berselancar di internet. “Saya minta modal dari ibu dan bapak, tapi sempat ditolak,” Wahyu berkisah.

Kemudian ia mencoba meminta kepada kakaknya dan diberi modal Rp 200 ribu. “Pas tanggal 11 November ulang tahun saya, minta hadiah ulang tahun dari ibu Rp 200 ribu untuk tambahin modal,” kata Wahyu kepada wartawan, di Hotel Morrisey, Jakarta, Kamis, 17 September 2015.

Wahyu diundang Coca Cola Foundation untuk memberikan kesaksian tentang kisah suksesnya sebagai pengusaha usai ‘bersentuhan’ dengan perpustakaan. Adapun Coca Cola Foundation bekerja sama dengan Bill and Melinda Gates Foundation sejak 2011 silam memberikan bantuan dana kepada 114 perpustakaan daerah di desa dan kabupaten dengan program PerpuSeru.

Jahe merah (Foto: manfaatjahemerah.com)

Jahe merah (Foto: manfaatjahemerah.com)

Lalu dari modal Rp 400 ribu itu, Wahyu yang lahir dari keluarga petani itu mengembangkan bibit jahe merah. Namun, sebulan mencoba, hasilnya gagal. Ia pun pergi lagi ke perpustakaan daerah untuk mencari informasi lebih dalam tentang menanam bibit jahe merah, termasuk dengan berselancar di internet.

Setelah dicoba lagi, Wahyu merasakan keberhasilan. Lalu Wahyu coba pasarkan secara online dengan menampilkan foto-foto hasil budidaya jahenya sendiri. “Dulu saya punya Facebook tapi tidak untuk jualan,” kata Wahyu.

Beberapa jam kemudian, Wahyu mendapatkan pesanan dari Solo. Ia dan kakaknya pun mengantar ke Solo dengan sepeda motor. “Itu hasil keringat pertama saya dapat pas malam-malam, hujan,” kata Wahyu.

Keesokan harinya, ia terima pesanan dari Purworejo. “Bibit saya semai di kardus, saya ikat pakai kardus. Naik bus Sumber Kencono,” kata Wahyu yang saat itu belum mengenal jasa pengiriman paket.

Dari dua pembeli itulah, modal Rp 400 ribu nya kembali. Wahyu kemudian memasang iklan tiap minggu. Pesanan bibit jahe merah sejak Januari 2015 hingga sekarang sudah melayani Pulau Jawa dan Sumatera. “Omset saya sampai Rp 10 juta per bulan,” kata Wahyu.

Wahyu pun yang semula tidak bisa kuliah, sekarang sudah membiayai kuliah dan biaya kos di jurusan Agribisnis di Universitas Muhamadiyah, Yogyakarta. Ia bahkan bercita-cita menjadi eksportir jahe gajah.

Direktur Perpuseru Erlyn Sulistyaningsih mengatakan timnya berkomitmen untuk menjadikan perpustakaan bukan sekedar pinjam buku dan membaca tetapi mentransformasinya sebagai pusat kegiataan masyarakat. “Membuka peluang-peluang supaya masyarakat bisa mengubah dirinya,” kata Erlyn.

Menurut Eryln, perpustakaan daerah di Kabupaten diberi fasilitas empat komputer, software pendukung dan jaringan internet yang bermitra dengan Telkom Indonesia. Sedangkan untuk perpustakaan desa, diberikan bantuan 3 komputer.

Selain bantuan fasilitas, PerpuSeru juga mengadakan pelatihan internet kepada staf perpustakaan di daerah. “Kita tidak memberi ikan tetapi memberikan pancing,” kata Titi Sadarini, Direktur Komunikasi Coca Cola Indonesia.

Tempo

The post Di Balik Kisah Sukses Pengusaha Jahe Merah, Wahyu Widodo appeared first on Majalah SWA Online.

Lulusan Guru Agama Itu Menjadi Pengusaha Mall Banjarbaru

$
0
0

Salah satu ikon baru di kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan adalah Q Mall yang terletak di atas lahan seluas 40 ha di Jl. A.Yani KM 36 Banjarbaru.

Mall megah ini di dirikan di atas lahan seluas 2,8 hektar dengan total luas bangunan mencapai 54.000 m2 dan terdapat masjid di lantai 4 yang mampu menampung sebanyak 1.000 orang dengan luas 600 m2.

H. Norhin, Founder  & CEO Citra Group

H. Norhin, Founder & CEO Citra Group

Proses pembangunan dimulai tahun 2010. Baru diresmikan sejak tanggal 12 Desember 2012. Untuk bendera pendirian ini lewat salah satu usaha dari Citra Group yaitu PT Diyatama Metro Sejati.

Sebelum menjadi pengusaha papan atas di daerah Kalsel, H.Norhin mengawali  bisnisnya lewat usaha kecil-kecilan di pasar malam daerah Blauran pada dekade 1970an. Setelah relokasi pasar Blauran, Norhin muda merambah ke bisnis konveksi kecil di Pasar Kujajing Banjarmasin. Pria kelahiran Amuntai, 5 oktober 1964 yang juga sempat menimba ilmu di sekolah Pendidikan Guru Atas (PGA) Mulawarman Banjarmasin, terpaksa meninggalkan cita- citanya sebagai guru, lantaran sibuk berdagang.

“Usaha konveksi saya mulai membaik berkat bantuan dari salah satu tokoh pedagang di Pasar Kujajing bernama H. Taimi (almarhum). Waktu itu, saya diajak beliau pergi ke Jakarta pada medio tahun 1970an,” ujar ayah dari 6 anak (3 putra dan 3 puteri) tersebut.

Menurut Ohen, begitu Norhin disapa saat muda, kala itu, H.Taimi meminjamkan  modal sebesar Rp 3 juta kepadanya. Dia juga dikenalkan kepada rekan bisnis H. Taimi di Tanah Abang, Jakarta Pusat. Bahkan, ia selalu bilang pada mereka bahwa Norhin adalah anaknya. Kesempatan itu tidak Norhin sia-siakan untuk mendirikan CV Citra Sasirangan, kelanjutan dari bisnis yang sebelumnya dirintis bersama Haji Taimi yang bergerak di bidang bisnis kain sasirangan/ batik Kal-Sel.

Di mata Ohen, H. Taimi adalah rekan bisnis sekaligus sosok pahlawan bagi perjalanan bisnisnya dan menjadikan Norhin sebagai pengusaha konveksi ternama di Banjarmasin. Perlahan tapi pasti, usaha konveksi yang ia tekuni di pasar Kujajing Banjarmasin menjadi pemain terbesar usaha konveksi di wilayah tersebut.

Namun, bendera bisnisnya belum berkibat dengan  tegap. Norhin dilanda musibah. Yaitu kebakaran besar di pasar Kujajing yang membakar semua aset usaha miliknya. Lalu diperparah lagi dengan lilitan hutang kepada pedagang di Tanah Abang. Dalam kondisi tersebut, Norhin sempat shok dan nyaris putus asa untuk berwirausaha.

Menurutnya, dengan menjadikan diri sebagai pribadi yang dapat dipercaya, jujur dan mengedepankan prinsip dagang yang berkah dan menjaga amanah, Norhin yang saat itu dililit hutang sebesar Rp 60 juta kepada pedagang Tanah Abang, mendapat perlakuan istimewa, bahkan hutang-hutangnya melilitnya dianggap lunas oleh rekan pedagang di Tanah Abang.

“Alhamdulillah, pedagang di Tanah Abang waktu itu masih memberikan kesempatan dan mempercayakan kepada saya untuk kembali bermitra dengan mereka. Dan yang tidak saya sangka adalah dengan lapang dada mereka membebaskan hutang saya,” kenang Norhin.

Perjalanan bisnisnya terus makin cerah, terutama di tahun 1980. Di mana saat itu Pemda Kalsel sedang menggalakkan industri cinderamata khas daerah dan batik Sasirangan. Seperti gayung yang bersambut, kesempatan itu tidak disia-siakan Norhin dan saudara-saudaranya untuk mendirikan CV Citra, sebuah embrio bisnis yang di kemudian hari menjadi PT Pribumi Citra Megah Utama (Citra Group). Dengan sektor bisnisnya mencakup pertambangan dan logistik batubara (pelabuhan), real estate (perumahan dan pertokoan) serta mall, hotel dsb.

Lewat bendera PT Pribumi Citra Megah Utama (Citra Group) yang berdiri pada 1995, Norhin memulai usaha di bidang pertambangan batubara. Kemudian hasil usaha dari batubara ia investasikan untuk membeli tanah dan mengembangkan sektor bisnis yang lain lewat bendera citra groupnya. Sejak itu usahanya makin menggurita dan berkembang sangat agresif dan menjadi pengusaha yang sangat berpengaruh di wilayahnya.

Tidak hanya itu, Norhin melakukan banyak terobosan bisnis, di antaranya: mengakuisisi industri keuangan multifinance PT Tirta Laras, menjadi sebuah multifinance berbasis full syariah ke 3 di Indonesia dengan nama Citifin Multifinance Syariah yang berkantor pusat di Jakarta.

Ia juga ikut serta dalam pengembangan Bank Perkreditan Rakyat Syariah di Kalsel, lalu mengembangkan lahan kosong menjadi perumahan kota Citra Graha Banjarbaru. Kemudian ia kembangkan juga SPBU dan jasa angkutan tambang, hingga pendirian Q Mall dan merintis bisnis hotel bintang 4 berkonsep syariah perdana di Indonesia dengan nama Q Grand Hotel Dafam Syariah. (EVA)

The post Lulusan Guru Agama Itu Menjadi Pengusaha Mall Banjarbaru appeared first on Majalah SWA Online.

Ni Luh Djelantik, Juragan Sepatu Kulit Handmade dari Bali

$
0
0

Kecintaan pada sepatu menuntun Ni Luh Ary Pertami Djelantik memulai usaha sepatu pada tahun 2003. Delapan tahun menekuni karier profesional belum membuatnya puas. Dengan alasan kesehatan, ia pulang ke Tanah Air, tepatnya Bali.

“Saya memutuskan memulai benar-benar dari awal. Pilihan jatuh pada bisnis sepatu, yang memang saya sukai melebihi baju, tas, perhiasan atau pernak-pernik lainnya,” katanya.

Sejak awal, sulung dari dua bersaudara kelahiran 15 Juni 1975 ini memutuskan untuk memilih produk kelas atas. Tanpa pabrik, tanpa tukang, Ni Luh mulai berkreasi menumpang di pabrik sepatu milik temannya yang bergerak di mass product.

Ni Luh diberi amanah membuat desain, sampling dan produksi, sementara rekannya yang menjual. Tak disangka, desain pertamanya laris-manis di Eropa. Koleksi keduanya yang meluncur Oktober 2014 juga mendapat sambutan luar biasa.

Bahkan, sebuah toko yang cukup besar di Inggris memberinya kesempatan untuk menjual dengan mengusung merk Nilou, diambil dari namanya sendiri yang sedikit diubah agar terdengar seperti bahasa Perancis. Perlahan, produk Nilou mulai dikenal luas di Eropa.

“Saya fokus di product development sedangkan pemasaran dipercayakan sepenuhnya pada agen-agen yang memasok ke butik-butik,” kata dia.

Ni Luh Ary Pertami Djelantik

Ni Luh Ary Pertami Djelantik

Ni Luh juga menjalin kerjasama dengan desainer ternama untuk memasok alas kaki dengan nama sang desainer yang ingin mengembangkan lini sepatu mereka. Ni Luh membantu dari mulai proses desain, sampling, hingga produksi.

Ni Luh ekspansi ke Australia, Selandia Baru, dan Jepang. Sejak itu, sepatu buatannya mulai dilirik para desainer Australia yang mengajaknya menjalin kerjasama menyiapkan sepatu sesuai desain pakaian yang akan dipasarkan.

Lewat bendera CV Talenta Putra Dewata pada tahun 2006 dan sejak tahun lalu berubah menjadi PT Talenta Putra Dewata, Ni Luh kian gencar menjalin kerjasama bisnis. Tiga desainer Eropa dan 7 desainer Australia dengan merk seperti Charlie Joe, Nicholas Vinetti, dan Tristan Blair, serta desainer sepatu yang cukup terkenal di Australia berhasil digaetnya.

Merek Nilou sendiri sudah dipasarkan di 20 negara, antara lain Australia, Selandia Baru, negara-negara di Eropa, Amerika, Kepulauan Karibia, termasuk negara-negara di Asia. Ni Luh mendapat tawaran dari distributor di Australia dan Perancis sebagai partner. Namun, ia menolak karena dibarengi permintaan proses produksi dilakukan di Tiongkok. Tanpa sepengetahuannya, rekan bisnis dari kedua negara itu mematenkan merek Nilou.

“Kami sempat down. Kepercayaan diri berkurang. Tapi, bisnis harus tetap berjalan. Kami masih punya tenaga dan semangat. Sebagai orang Bali, saya percaya hukum karma,” kata kata ibu dari Ines Saraswati, putri tunggalnya yang kini berusia 6 tahun. Benar saja, merek Nilou hanya bertahan semusim.

Selanjutnya, Ni Luh terpikir untuk membuat merek baru dengan mengusung nama keluarga, dan terciptalah merek Niluh Djelantik di tahun 2008 dan langsung dipatenkan. Setahun kemudian, high heels buatannya sudah melanglang buana di berbagai negara Eropa, Australia dan Selandia Baru.

Label baru ini bahkan telah menembus Globus Switzerland pada 2011, yang merupakan salah satu retailer terkemuka di Eropa dan mulai dipasarkan pada musim panas 2012. Ni Luh juga bekerja sama dengan retailer terkemuka untuk membuka Niluh Djelantik di Rusia. Pada 2012, Niluh memutuskan mundur dari brand internasional dan fokus melayani pelanggan individual, memproduksi merek sendiri. (Reportase: Silawati)

The post Ni Luh Djelantik, Juragan Sepatu Kulit Handmade dari Bali appeared first on Majalah SWA Online.

Meibi Studio Rilis Game Angel Puzzle untuk iOS

$
0
0

Meibi Studio di Jepang yang pendirinya adalah orang Indonesia, Agro Rachmatullah, baru saja merilis game terbarunya Angel Puzzle untuk iOS. Game yang merupakan hasil kolaborasi dengan 40 model Jepang ini adalah kompilasi 11 jenis puzzle dengan total 60 level yang mengasah kemampuan otak dan juga reflek tangan. “Saya berasal dari Purwokerto, Jawa Tengah dan baru mendirikan Meibi Studio tahun lalu,” kata dia dalam rilisnya.

Di game Angel Puzzle, ada sebuah buku kuno di perpustakaan. Ternyata di buku tersebut tersimpan rahasia malaikat-malaikat yang dulu tinggal di bumi. Dengan menyelesaikan puzzlenya, gamer bisa mengoleksi foto-foto para malaikat tersebut dan juga menguak misteri tentang hilangnya mereka dari muka bumi ini.

angelpuzzle3

Level-level awal dimulai dengan puzzle yang sudah banyak dikenal seperti puzzle jigsaw untuk pemanasan. Namun banyak puzzle baru dan menantang di game ini. Di salah satu jenis puzzlenya, pemain harus menggambar jalur yang menghubungkan seluruh bentuk yang sama dari titik awal ke titik akhir.
Konsepnya terdengar simpel tapi jika salah perhitungan akan ada titik yang terlewat dan kamu harus memikirkan rute lain yang benar.

Salah satu fitur unik dari game ini adalah fitur voting model favorit. Poin voting bisa didapatkan dengan menyelesaikan level-level tertentu dan peringkat model bisa dilihat secara real time. Rencananya, Meibi Studio akan merilis konten ekstra atau game baru bersama model-model favoritnya. Salah satu modelnya Kanae Suzuki rencananya akan photoshoot di Borobudur November tahun ini.

Versi Androidnya sedang dalam penyempurnaan dan akan dirilis segera. Untuk sementara, bagi yang memiliki iPhone bisa langsung download gratis dari App Store di https://itunes.apple.com/app/id1035238541?mt=8

The post Meibi Studio Rilis Game Angel Puzzle untuk iOS appeared first on Majalah SWA Online.

Triptrus.com Gaet 450 Operator Trip Gabungan

$
0
0

Makin meningkatnya animo masyarakat melakukan perjalanan wisata membuat peluang bisnis di industri pariwisata kian seksi. Tak cuma operator-operator besar, kini bisnis perjalanan wisata juga mulai banyak diganderungi oleh pelaku usaha kecil menengah. Ratusan bahkan ribuan paket bisa kita temukan ketika memulai pencarian di Google. Rata-rata paket menawarkan trip gabungan dengan harga relatif terjangkau dibandingkan melaui agen travel.

Melihat adanya pergeseran tren dalam penyedian fasilitas paket perjalanan wisata, hal tersebut menggugah Brahamantya Sakti, untuk ikut mendukung usaha bisnis operator UKM. Ia membusut sebuah situs online yang punya fungsi sebagai wadah operator perjalanan wisata mempromosikan paket-paket wisata bernama Triptrus.com.

Triptrus.com punya keunggulan memudahkan para calon wisatawan memilih trip gabungan yang sesuai dengan keinginan dan budget mereka. Hal itu lantaran Triptrus didesain sebagai marketplace tempat para operator trip gabungan berkumpul.

Jadi, tidak ada lagi istilah harus repot-repot menghabiskan banyak waktu berselancar di internet hanya untuk cari trip gabungan. Cukup mengklik destinasi, perkiraan waktu berangkat dan kisaran budget, triptrus langsung menampilkan berbagai alternatif trip gabungan yang sesuai dengan kriteria calon pengguna. “Praktis sekali,” ujarnya.

Tampilan muka situs Triptrus.com

Tampilan muka situs Triptrus.com

Saat ini setidaknya telah 450 operator bergabung bersama Triptrus, dari ratusan operator itu, ada sebanyak 7.000 paket yang ditawarkan sejak pertama kali situs tersebut di launching pada tahun 2013. “Mayoritas memang UKM,” ujarnya.

Ia mengatakan, memang sengaja membentuk Triptrus sebagai bisnis sosial. Tujuan agar setiap orang punya kesempatan mengeruk untung dari industri pariwasata, tidak hanya perusahaan-perusahaan besar saja. Harapannya makin banyak penduduk sebuah destinasi wisata yang jadi tuan rumah di kampungnya sendiri dengan jadi operator trip gabungan. “Supaya distribusi benefi lebih seimbang, karena selama ini banyak orang lokal justru memperoleh benefit yang kurang wajar,” ujarnya.

Triptrus ia ungkapkan tidak menarik fee apapun dari setiap paket yang terjual, perusahaan ini juga tidak menarik pungutan apapun kepada para operatornya alis bisnis yang sama sekali belum dimonetisasi. “Karena kami lihat industrinya belum siap dimonetisasi, jadi biarkan berkembang dahulu,” ujarnya.

Founder Triptrus.com, Brahamantya Sakti

Founder Triptrus.com, Brahamantya Sakti

Triptrus sampai saat ini masih terus mencoba memperbesar jumlah operator. Salah satu caranya ialah dengan sering melakukan workshop-workshop ke daerah tujuan wisata. “Kami sampaikan ke mereka benefit menjadi operator trip gabungan,” ujarnya Siapapun, kata dia, bebas bergabung bersama Triptrus. Baik itu orang perorangan ,kelompok maupun perusahan. Caranya pun mudah bisa mendaftarkan diri lewat situs. “Tapi nanti kita verifikasi,” ujarnya.

Berbagai lapis verifikasi dilakukan agar tercipta kenyaman dan keamanan membeli paket. Salah satunya verifikasi lewat operator lainnya, verifikasi harga paket, hingga verifikasi hasil review dari peserta trip. “Kalau harga nggak masuk akal bisa jadi penipuan, makanya kita drop,” ujarnya.

Triptrus.com juga punya fasilitas panduan untuk memilih operator yang punya rekam jejak bagus. Salah satunya pemakaian ikon “Trusted Operator”. Fungsi logo Trusted untuk memperlihatkan operator yang bersangkutan adalah user yang memang sudah berpengalaman.

Pengalaman tersebut dibuktikan dengan membuat trip yang berjalan dengan baik minimal 5 kali. Tak hanya itu, user juga diwajibkan menyertakan situs situs pendukung yang bisa diverifikasi kebenaran seperti blog, Facebook page, website, artikel online, majalah dan sebagainya. (EVA)

The post Triptrus.com Gaet 450 Operator Trip Gabungan appeared first on Majalah SWA Online.

Sugeng Handoko, Pelopor Desa Ekowisata Beromset Miliaran

$
0
0

Tekad Sugeng Handoko mengembangkan kawasan ekowisata berbasis masyarakat berbuah hasil. Desanya, desa Nglanggeran, Yogyakarta, kini, terbukti menjadi salah satu objek wisata tersohor di kawasan Gunung Kidul. Setidaknya ratusan ribu pengunjung selalu berdatangan untuk melihat potensi alam di desa yang mempunyai objek wisata Gunung Api Purba, dan embung Nglanggeran tersebut. Pada tahun lalu saja omset pengelolaan tercatat hingga Rp 1,4 miliar. Angka ini naik signifikan dari tahun sebelumnya yang berkisar Rp 424 juta.

Meski sudah cukup terkenal, kiprah Desa Nglanggeran dalam bidang ekowisata tergolong baru. Dirintis sejak tahun 1999, baru pada tahun 2008, wilayah tersebut mulai serius dikembangkan sebagai kawasan wisata. Sugeng beserta para anak muda di desa tersebut jadi motor penggerak ‘bisnis’ di Kawasan tersebut.

Mereka mati-matian melakukan edukasi agar masyarakat di sana mau dan terbiasa mengubah pola hidup dari kegiatan eksploratif menjadi kegiatan mendukung pariwisata. “Sebelum jadi desa wisata, masyarakat di sini lebih suka mencari batu dan kayu,” ujarnya menceritakan.

Sugeng Handoko

Sugeng Handoko berfoto di depan embung Nglanggeran

Ia mengatakan paska tahun 2008 baru aktif dilakukan kegiatan-kegiatan. Salah satunya pembukaan rumah warga untuk aktivitas homestay bagi para pelancong yang berasal di luar desa. “Saat ini telah ada 80 homestay dengan kapasitas 250 orang,” ujarnya.

Berbagai kegiatan disuguhkan oleh masyarakat desa. Salah satunya berupa, outbond, treking Gunung Api Purba, panjat tebing, flying fox hingga paket wisata budaya seperti paket wisata bertani, paket belajar karawitan, dan workshop batik topeng. “Ketika wisatawan bermalam di sini, mereka bisa menikmati potensi alam sekaligus berbaur dengan masyarakat langsung,” ujarnya.

Uniknya, di desa ini, seluruh kegiatan dikelola langsung oleh Karang Taruna. Tak seperti daerah wisata lain yang punya investor besar sebagai pengelola, Desa ini hanya mengandalkan masyarakat dan karang taruna sebagai pengelola. Mereka menjadi tuan di wilayahnya sendiri. Seluruh omset digunakan untuk pembangunan desa. “Tapi kita terbuka untuk melakukan kerjasama-kerjasama,” ujarnya.

Hasilnya sungguh mencengangkan. Tak hanya meningkatkan pendapatan masyarakat di desanya, Sugeng dan kawan-kawan juga berhasil menekan angka urbanisasi dan pengangguran. Banyak masyarakat di desanya kini menekuni profesi pengrajin, pemandu wisata, pedagang, hingga bisnis kuliner . Perubahan desa Nglanggeran menjadi kawasan ekowisata telah menciptakan multiplier effect yang positif bagi pembangunan desaPria kelahiran tahun 1988 itu pun tak mau berpuas diri. Masih banyak ide-ide lain yang siap ia realisasikan, salah satunya membuka paket wisata naturan spa holistik. Tujuannya agar remaja putri di desa Nglanggeran bisa lebih diberdayakan. “Bahan bakunya juga akan berasal dari tanaman lokal yang diproses mayarakat,” ujarnya.

Sarjana lulusan Teknik industri Universitas Ahmad Dahlan tersebut mengaku bangga bisa berkontribusi bagi desa. Ia lebih memilih membangun desa ketimbang bekerja di kota dengan gaji yang besar.”Pernah ada BUMN menawari saja bekerja, tapi temen-temen dan masyarakat lebih membutuhkan saya di sini,” ujarnya. (EVA)

Biodata Sugeng Handoko
*TTL: Gunungkidul 28, Februari 1988
*Pendidikan:
SDN Nglanggeran ( Lulus 2000 )
SLTP N 4 Patuk ( Lulus 2003 )
SMKN 2 Wonosari ( Lulus 2006 )
Teknik Industri Universitas Ahmad Dahlan ( Lulus 2011 )
*Penghargaan Individu
– Young Change Maker (YCM) dari Ashoka Indonesia (2011)
-Pelaku PNPM Terbaik Tahun 2014 oleh Kemenkokesra
-Menjadi Pemuda Pelopor Tingkat Nasional dalam bidang seni budaya dan pariwisata (2011)
* Penghargaan bersama organisasi
– Pemenang Program Wirausaha Berbasis Lingkungan dan Sosial oleh Yayasan Inovasi Teknologi Indonesia (INOTEK) kerjasama PT. Sampoerna. Tbk.
– Mendapat penganugrahan CIPTA Award dari Kemenbudpar RI
– Juara I Lomba Kewirausahaan Sosial Sektor Pariwisata kategori Semi Established

The post Sugeng Handoko, Pelopor Desa Ekowisata Beromset Miliaran appeared first on Majalah SWA Online.


Jamu Iboe, 105 Tahun Menjaga Indonesia

$
0
0

Jamu adalah warisan leluhur sekaligus brand asli Indonesia. Hampir setiap daerah punya ciri khas jamu masing-masing. Demikian juga dengan jamu Iboe yang telah dipercaya masyarakat untuk membantu mencegah sakit dan menjaga kesehatan.

Di usia ke 105 tahun, Jamu Iboe mendapat penghargaan dari Majalah SWA sebagai Indonesia Living Legend Brand 2015. Kriteria untuk mendapatkan penghargaan ini adalah merupakan merek asli Indonesia dengan usia lebih dari 50 tahun, tetap eksis dan mencetak laba dan volume bisnisnya terus tumbuh hingga saat ini.

Jamu IBOE terus berinovasi melahirkan produk jamu kemasan mocktail dan minuman kesehatan. Saat ini, Jamu Iboe memiliki lebih dari 30 Iboe Herbal Bar di kota-kota besar yang ada di Indonesia.

Tak heran, penjualan Jamu Iboe bertahan di kisaran 10-15% pertahun meski ekonomi tengah lesu. Untuk lebih mendekatkan diri ke masyarakat, produk ini membuka Iboe Griya Herba, dimana pelanggan bisa menikmati beragam jenis produk tersebut.

Penerimaan Penghargaan SWA

Saat ini, Jamu Iboe sedang mengembangkan varian health drink segar yang bisa dinikmati anak muda (regenerasi penikmat jamu) sejak dari anak-anak dengan produk Anak Iboe, sampai anak muda dengan produk Iboe Health Drink.

Ada 3 kategori produk Jamu Iboe. Pertama, produk tradisional yaitu jamu seduh tradisional. Kedua, produk modern yaitu kapsul ekstrak herbal suplemen yang praktis, mudah dibawa, dan di minum kapan dan di mana saja.

Ketiga, Iboe Health Drink yang menawarkan rasa segar dan & familiar di lidah masyarakat. Jamu Iboe berhasil memadukan  dengan buah. Contoh, Golden Tamarin (perpaduan Tamarin dengan Kedondong), Temulawak Ma-To (perpaduan Rhiza Mangga dengan tomat).

Produk ini telah tersedia di Iboe Griya Herba & di Iboe Herbal Bar. Tidak hanya meregenerasi peminumnya, Jamu Iboe juga meremajakan produknya. Iboe Herbal Bar dibuka di tempat-tempat life style, seperti restoran, cafe (horeka) dan mal. “Bersama Iboe Health Drink masyarakat akan mendapatkan pengalaman baru dalam menikmati jamu. Minum jamu dengan gaya baru,” jelasnya. (***)

 

The post Jamu Iboe, 105 Tahun Menjaga Indonesia appeared first on Majalah SWA Online.

Ekonomi Melambat, UKM Kuliner Terus Melaju

$
0
0

Menteri Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), Puspayoga menilai sektor kuliner  punya potensi jadi salah satu penyumbang terbesar pendapatan nasional dari bidang ekonomi kreatif.
“Pembinaan yang tepat terhadap para pelaku usaha mikro akan membawa perkembangan baik,” ujarnya  pada pembukaan Mandiri Pusaka Kuliner pada Minggu 4 Oktober 2015 di La Piazza Kelapa Gading, Jakarta.

Puspayoga juga yakin penurunan bunga kredit pinjaman yang telah disetujui Bank Mandiri, BNI, dan BRI akan mendorong pengembangan UKM di Indonesia. Suku bunga pinjaman yang semula sebesar 22 persen, kini turun menjadi hanya 12 persen.

Rendang Rawit, salah satu tenant kategori kuliner dalam Young Business Movement

Rendang Rawit, salah satu  usaha

“Selain Kredit Usaha Rakyat (KUR), penurunan ini juga bisa menggeliatkan perkembangan UMKM. Kami sudah menyusun program baru untuk kembali menurunkan bunga pinjaman tersebut menjadi 9 persen untuk tahun 2016,” katanya.

Deputi Bidang Pengembangan Kelembagaan Kepariwisataan Kementerian Pariwisata M Ahman Sya, dalam acara yang sama, membenarkan dampak positif kuliner dalam pengembangan pariwisata. “Kuliner adalah sebuah destinasi sekaligus penyedap destinasi,” ujarnya.

“Kalaupun mereka datang ke suatu tempat karena keindahan tempatnya, pasti ujung-ujungnya mereka akan mencari makanan khasnya,” kata Ahman.

Ahman juga menjelaskan bahwa kuliner Indonesia menyumbang pendapatan sebanyak Rp 200 triliun, lebih besar dari sektor fashion dan bisnis kerajinan tangan.

“Acara sejenis Mandiri Pusaka Kuliner ini bisa menjadi solusi untuk menghidupkan perekonomian grass root (masyarakat menengah ke bawah), mengangkat nilai tradisi dan budaya, serta menjadi obat untuk krisis ekonomi,” kata Ahman.

Dalam acara Mandiri Pusaka Kuliner ini, masyarakat bisa mencicipi dan menikmati sekitar 70 jenis makanan dan minuman lezat serta unik seperti Gudeg Pejompongan, Javapuccino, Lao Hoe, Rendang Crispy Uni Riza, Nasi Pedes Bali Barong, Nasi Majapahit, Kerak Telor Babeh Rohim, dan banyak lagi. Pakar kuliner Bondan Winarno juga menjadi tamu utama dalam acara ini. Berbagai lomba masak dan lomba makan pun diadakan untuk semakin memeriahkan suasana.

Tempo.co

The post Ekonomi Melambat, UKM Kuliner Terus Melaju appeared first on Majalah SWA Online.

Grosir Bersama Dukung Bisnis UKM Tanah Abang

$
0
0

Keberadaan teknologi memang semakin memudahkan penggunanya untuk mendapat banyak informasi hingga melakukan aktivitas bisnis. Hal ini yang dilirik oleh Dwi Hastoto, Founder dan CEO Grosir Bersama. Menurutnya, penggunaan IT dapat membantu pengusaha khususnya pengusaha kecil dalam hal ini UKM untuk dapat bersaing di era MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) ini.

Grosir Bersama (GroBer) adalah sebuah e-commerce yang menjual produk-produk milik pedagang grosir Tanah Abang, seperti pakaian, aksesoris, sepatu, tas, dan lain-lain. Aktif sejak Mei 2012, GroBer ditujukan untuk menjembatani antara pedagang grosir dan pembeli grosir, khususnya yang berada di luar jakarta,” ungkap Dwi sapaan akrabnya.

Dwi Hastoto, CEO Grosir Bersama

Dwi Hastoto, CEO Grosir Bersama

Langkah awal yang dilakukan oleh pria lulusan Teknik Elektro Universitas Gadjah Mada ini adalah melihat bagaimana ada peluang yang besar dari banyaknya toko-toko di pusat grosir Tanah Abang. Menurutnya, hampir 20 ribu toko di sana dapat menjadi pasar dan mendatangkan keuntungan bagi pemilik toko. Selain itu yang membuat Dwi memiliki keinginan kuat menjalankan bisnis e-commerce ini adalah ia merasa harga sewa toko di Tanah Abang semakin meningkat setiap tahunnya.

Pedagang harus membeli kios seharga Rp 2,8 miliar untuk toko yang luasnya 7 meter persegi di Pusat Metro Tanah Abang. “Mahalnya harga seperti itu membuat tidak semua pedagang mampu membayarnya, saya rasa mereka harus memperluas pasar dengan sistem online,” katanya.

Bermodal Rp 8 juta untuk men-develop aplikasi dan hosting, Dwi dan tim yang terdiri dari 10 orang, menyediakan layanan meliputi listing barang, pemotretan produk, perantara pembayaran, pengemasan, dan pengiriman. “Kami sebut manage service. Jadi pedagang dapat fokus untuk mengurus toko dan mengembangkan produk serta mematok harga, sedangkan kami yang meng-online-kan,” ujar Dwi.

Di awal berdiri, Dwi mengalami kendala untuk mengajak para pedagang tersebut bergabung. Tetapi dengan strategi door to door yang ia terapkan dengan intensitas sering, saat ini sudah sekitar 1.000 toko bergabung di GroBer. Bahkan pengiriman barang tidak hanya meliputi seluruh Indonesia, tetapi sudah melakukan ekspor hingga ke Taiwan, Hongkong, Singapura, dan Suriname.

Menjalankan Sistem

Keuntungan dari sistem online yang dijalankan GroBer selain memudahkan bagi pedagang grosir untuk menjual produknya, juga dirasakan oleh konsumen. Konsumen dapat mengetahui dengan jelas tentang produk yang mereka beli, memang dari toko yang benar dan diketahui lokasinya, bahkan siapa pemiliknya. Dwi mengatakan bahwa dengan database yang jelas, pihaknya ingin konsumen percaya terhadap produk yang ditawarkan.

Untuk bergabung dengan GroBer mudah, tetapi memang masih banyak kendala sehingga masih sedikit pedagang yang bergabung. Pedagang yang harus mendaftar secara online untuk mendapat verifikasi. Setelah itu, tim GroBer akan melakukan listing produk dan mengambil foto produk untuk kemudian di upload. Sedangkan untuk harga ditentukan oleh pemilik toko. “Sampai saat ini untuk pelayanan upload masih belum berbayar. Pemilik toko hanya membayar sebesar 5 persen jika sudah terjadi transaksi pembelian,” ujarnya.

Sedangkan untuk transaksi pembelian, customer melakukan pembelian melalui website. Kemudian tim operasional GroBer akan melakukan pengecekan stok barang ke toko yang bersangkutan. Setelah itu, akan ada konfirmasi ke customer mengenai persediaan barang. Langkah selanjutnya adalah customer melakukan pembayaran produk dan ongkos kirim melalui atm. Lalu barang akan dikirimkan menggunakan jasa pengantar barang JNE.

Dwi memaparkan bahwa GroBer berbeda dengan e-commerce lainnya. GroBer akan langsung membayar cash kepada pemilik toko setelah customer melakukan transfer. Hal ini dilakukan agar pemilik toko dapat segera memtuar uangnya. “Jika marketplace lain kan nunggu barang diterima oleh customer,setelah konfirmasi barang sampai, baru uang dibayarkan. Jangka waktunya bisa satu minggu. Dengan adanya ini dapat mengurangi biaya operasional dari pedagang,” ungkapnya.

Menggaet Telkom Indonesia

Dalam menjalankan bisnis ini, GroBer melakukan kerja sama dengan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom). “Kami menjadi salah satu peserta di Indigo Apprentice Award (IAA) 2015, sehingga mendapat program akselerasi dan bekerja sama dengan Telkom untuk menyasar UKM-UKM di seluruh Indonesia,” ungkap pria berusia 42 tahun ini.

Selain itu pada 30 September 2015 ini, GroBer dan Telkom menandatangani MoU di Makassar untuk membuka agen di wilayah Indonesia bagian Timur. “Agen ini nantinya akan membantu para UKM disana. Kami juga mengajak para penggiat IT di Makassar untuk membantu dalam operasionalnya,” katanya.

Target Bisnis

Tahun ini GroBer merilis Mobile Apps untuk merchant dan customer kemudian akan didaftarkan ke Play Store pada bulan Oktober 2015. Hal ini untuk mempermudah pemilik toko untuk mengelola produknya secara online. Data produk yang diupload oleh pemilik toko akan langsung tersinkron ke web GroBer.

“Target selanjutnya adalah menambah jumlah merchant hingga 8.000 toko dan meningkatkan penjualan tahun ini sebesar 6 persen/minggu dibandingkan tahun lalu sebesar 5 persen/minggu” ungkapnya. Menurutnya sekarang pedagang yang tergabung masih didominasi pedagang di Blok A dan B serta Metro Tanah Abang. “Masih banyak blok yang belum terjamah, peluang masih besar,” tambahnya. (EVA)

The post Grosir Bersama Dukung Bisnis UKM Tanah Abang appeared first on Majalah SWA Online.

Cahyadi Adhe Kurniawan, Meraih Omset Lewat Bakau Busuk

$
0
0

Sudah empat tahun, Cahyadi Adhe Kurniawan merintis usaha batik.  Namun, pria kelahiran tahun 1991 itu menjual batik tidak seperti  pengusaha pada umumnya. Ia menjual batik dengan ciri khas, yaitu menggunakan pewarna alami berasal dari bakau yang telah membusuk. “Saya risetnya hampir satu tahun untuk menemukan jenis bakau apa yang cocok untuk pewarna,” ujarnya ketika ditemu di sela-sela acara Hi-lo Green Leader.

Pria lulusan Jurusan Ilmu Kelautan Universitas Dipenogoro Fakultas Ilmu Kelautan, Semarang ini, bercerita, awalnya ia tak pernah menyangka bisa menjadi seorang ecopreneur. Ia bahkan tidak memiliki latar belakang keluarga seorang wirausahawan. Namun nasib rupanya berkata lain, ia justru terjun ke bisnis bakau lantaran merasa prihatin dengan kehidupan masyarakat di pesisir pantai, yang kontras dengan kota, tempat ia biasa bernaung. “Ketika kuliah saya sering studi ke pesisir, saya lihat ekosistem bakau banyak mengalami kerusakan. Di situ saya berpikir bagaimana agar bakau bisa memberikan dampak ekonomi nyata ke mereka,” ujarnya.

Dari situlah ia mulai berpikir untuk mencarikan solusi menyelamatkan ekosistem bakau sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar. Setelah risetnya berbuah hasil, ia lantas tancap gas untuk mengajukan proposal ke sebuah perusahaan untuk mendapatkan dana CSR. Beruntung dana tersebut turun. “Modal awalnya menggunakan dana CSR sebesar Rp 100 juta,” ujarnya.

Kini setidaknya terdapat sebanyak 12 ibu-ibu di kawasan pesisir Semarang yang ia bina di bawah naungan ‘Batik Bakau’. Selain Semarang, ia juga sudah menyambangi beberapa kota lain seperti Deli Serdang, Batam, Jambi, Belitung, Rembang untuk melakukan transfer ilmunya.

Tahun depan beberapa kota lain seperti Raja Ampat, Timika, dan Cilacap siap ia kunjungi guna menyebarkan pengetahuan tersebut. Ia tak mempermasalahkan bila makin banyak orang menggeluti bisnis yang sama dengan apa yang ia kerjakan. Ia punya pola pikir membangun bisnis bukan berarti mengeruk untung sebanyak-banyaknya. Jauh dari pada itu ia lebih penting untuk menjadi berguna. “Saya tidak masalah dengan open tecnology,” ujarnya.

Cahyadi  Adhe Kurniawan Sedang Memamerkan Produk Batik Bakau

Cahyadi Adhe Kurniawan Sedang Memamerkan Produk Batik Bakau

Saat ini merek dagang Batik Bakau miliknya telah mencatatkan omset sekitar Rp 60 juta sampai 180 juta per tahunnya. Harga rata-rata kain batik ia banderol sekitar Rp 250 ribu untuk batik cap berukuran 2×1 meter, sedangkan untuk batik tulis harganya bisa di atas Rp1 juta dengan ukuran yang sama.

Meski belum memiliki toko sendiri, Cahyadi mengatakan saat ini promosi-promosi yang dilakukan Batik Bakau banyak dilakukan di media sosial. Di Twiteer milsalnya akun @batikbakau telah di follow sekitar 534 orang. Tak hanya Twitter ia juga memiliki akun promosi lain seperti Instagram dengan nama batikbakau. “Kami juga pernah ikut fashion show-fashion show sebagai ajang promosi,” ujarnya.

Berbagai suka duka pernah ia jalanin ketika menukui bisnis ini. Malahan pernah sekali ia disidang keluarga lantaran melepaskan kesempatan untuk bekerja di salah satu anak perusahaan BUMN lantaran ingin fokus ke Batik Bakau. “Tapi akhirnya mau tak mau ya direstui (jadi pengusaha),” ujarnya. (EVA)

The post Cahyadi Adhe Kurniawan, Meraih Omset Lewat Bakau Busuk appeared first on Majalah SWA Online.

Mainan Baru Denise Tjokrosaputro di Bisnis Radio

$
0
0
Denise Tjokrosaputro

Denise Tjokrosaputro

Sempat berkecimpung di Keris Galleri dan pabrik tekstil yang merupakan bisnis keluarga selama 5 tahun, Denise Tjokrosaputro memutuskan untuk keluar dan membangun kerajaan bisnisnya sendiri bersama sang suami tercinta, Julius Ruslan. Perusahaan yang dibesut bersama suami itu diberi nama Milestone Pacific Group (MPG) telah berdiri 6 tahun lalu. MPG menaungi beberapa unit bisnis bisnisnya seperti MPG Media Publishing yang memiliki 14 media cetak, MPHD untuk hotel dan Lux Living, serta MPG Media untuk Level 8, Spinner (perusahaan PR), dan juga modeling.

Tanggal 16 September yang lalu, MPG memiliki ‘mainan’ baru, yaitu radio. Radio yang diberi nama Smooth FM ini, mengudara di frekuensi 99.5 FM. Untuk mendapatkan frekuensi ini, MPG mengakusisi Urban RKM FM. Bisnis radio ini menurut Denise masih memiliki peluang yang bagus. “Startegi bisnis kami selalu memikirkan what’s next dan kami lihat bisnis radio ini masih prospek. Selain itu Jakarta semakin lama semakin macet. Pengendara mobil termasuk saya jika terjebak macet pasti memutar radio. Cari-cari frekuensi yang memutar lagu-lagu hits. Kami punya 14 media cetak. Tapi, menurut saya radio itu lebih personal, karena kita bisa mendengar suara orang lain. Dengan adanya presenter seakan-akan kita bisa berinteraksi dengan presenternya. Jika majalah kan pembaca baca majalah ya udah hanya baca,” ujar Denise.

Mengusung tagline Your Kind of Music, Smooth FM menyuguhkan format musik yang berbeda dari radio lainnya. Musik yang disuguhkan adalah lagu-lagu yang berasal dari tahun 90-an dan 2000-an. “Music secara general itu adalah salah satu bagian yang orang suka. Meskipun genre yang disukai berbeda-beda apakah itu Jazz, RnB, Rock,Dangdut, dan lain-lain”

Mengenai persaingan radio saat ini, Denise menuturkan persaingan bergantung kepada jenis programnya. Jika program memainkan musik hits, persaingannya cukup ketat. Saat ini, market leadernya dipegang olehh Gen FM dan Prambors. Untuk program lainnya, masih ada peluang. Ia mencontohkan saat ini belum ada radio yang memutar program untuk keroncongan. Namun dilihat lagi, apakah market nya besar atau tidak. Jika sekedar mendengar tentu saja ada. “Dengan market size radio untuk Jabodetabek yang sebesar Rp 150-200 miliar pertahunnya, peluang tentu saja ada. Tapi dilihat lagi pasarnya. Besar apa tidak,” jelas Denise.

Menargetkan profesional muda di umur 30-50an, Smooth FM merancang beberapa program untuk menarik pendengar seperti Ricky Tenny in The Morning yang mengudara dari Senin sampai Jumat setiap jam 6-10 pagi. Program ini menyuguhkan info terkini tentang Jakarta, kehidupan metropolitan, arus lalu lintas, dan informasi lainnya. Lalu ada Smooth Delight di prime time pukul 4-8 malam setiap hari Senin, Rabu, dan Jumat. Program ini mengusung konsep Less Talk More Music. Pendengar dapat berpartisipasi untuk memilik 5 lagu favorit dalam program, 5 Songs in a Row. Le’ Bistro merupakan program yang memberikan informasi mengenai rekomendasi tempat hang out, cafe, dan restaurant baru. Program ini dibawakan oleh 4 penyiar berbeda yang mengudara setiap Selasa dan Kamis pukul 4-8 malam. Program berdurasi 3 menit lainnya ada Leather Shoes setiap hari Senin yang membahas topik seputar karier, Don’t Worry be Healthy setiap hari Selasa yang membahas dunia kesehatan, Digi-Talk setiap hari Kamis yang membahas mengenai dunia teknologi. Pendengar dapat mendapat perkembangan berita dalam program News Update setiap hari Senin sampai Jumat.

Mengenai perkembangan digital radio, Denise sempat salah persepsi. “Digital Radio itu apakah radio through internet not analog apa analog radio yang ada live streaming. Smooth FM sudah ada live streamingnya yang bisa diakses di website Smooth FM. Website Smooth FM ini juga sudah mobile friendly. Di web kami kami bukan digital radio, masih analog pakai FM tapi kami ada live streaming. Untuk digital radio, secara infrastuktur Indonesia belum memumpuni. Belum ada regulasi yang jelas dari pemerintah,” kata Denise.

Dalam 2-3 bulan ke depan, MPG akan memiliki 1 stasiun radio lagi yang menargetkan usia yang lebih muda, 18-30 tahun. Untuk rencana pengembangan kedepannya, MPG akan kea rah digital yaitu online, social media, dan digital publication. Memilki 14 media cetak dan 2 radio, Denise merencanakan akan menyediakan multi-platform yang dapat ditawarkan kepada klien sebagai media solution. Ke-14 media cetak dan 2 radio ini nantinya akan saling bersinergi untuk konten. “ Nanti tinggal bikin menu untuk klien apakah mau radio dan cetak. Cetak activation atau semuanya. Karena semua klien memiliki startegi marketing yang berbeda.”

Mengenai perkembangan media cetaknya, Denise mengatakan, memang media cetak mengalami penurunan. Namun MPG Media Publishing memosisikan diri sebagai content provider. “Kami ini adalah content provider. Kami tidak memproduksi kertas dan tidak mencetak majalah. Kami memproduksi content. Jika tidak ada konten, majalah hanya kertas dan tinta saja. Meskipun cetak turun, tapi kan digital readernya naik. Jumlah majalah cetak bisa turun, tapi pembacanya kan belum tentu turun. Untuk baca majalah digital kan juga harus bayar. We are not giving content for free kan,” jelasnya. Untuk media cetak yang paling popular, Denise menyebutkan Nylon, Livingetc, Solitaire, Home & Décor, dan HardWare. MPG Media Publishing juga memiliki sebuah lifestyle website yang diberi nama HangOutIndo. Website ini menyediakan barbagai informasi yang berkaitan dengan gaya hidup seperti event, party, rekomendasi tempat hang-out, rekomendasi tempat makan, review, dan lain-lain.

Tahun ini, MPHD yang menangani hotel dan Lux Living, memiliki 20 MaxOne hotel yang tersebar di Jakarta, Sukabumi, Bandung, Belitung, Bali, Palembang, Bangka, Muara Enim, Malang, Yogyakarta, Surabaya, Balikpapan, dan Makasar. Hotel lainnya yang dinaungi oleh MPHD antara lain Nite and Day Hotel dan Park Hotel.

Bagaimana rencana ekspansi ke depan? “Kami berencana ingin bersikap konsrvatif dulu sambil melihat arah perekonomian nanti. Namun, tetap fokus di perkembangan bisnis media dan  brand yang sudah ada saat ini,” tegasnya mantap. (EVA)

The post Mainan Baru Denise Tjokrosaputro di Bisnis Radio appeared first on Majalah SWA Online.

Brownies Manten, Manfaatkan Aplikasi di Sistem Distribusi

$
0
0

Makin maraknya penetrasi ponsel pintar dimamfaatkan betul oleh Patria Prima Putra untuk mengembangkan bisnisnya. Hampir setahun  sudah ia bersama rekannya, Awalinda Bestari terjun ke bisnis cemilan bernama Brownies Manten. Hebatnya, kurang dari setahun penjualannya sudah menyentuh angka 50 ribu bungkus per bulan.

Memasuki tahun ini, pria berusia 21 tahun itu kini punya cara baru berinovasi memasarkan produknya. Ia mempraktikkan sistem distribusi dengan aplikasi Android dan IOS yang bisa diunduh di Playstore, Google Play maupun di browniesmanten.co.id. Langkah ini ia klaim sebagai yang pertama di Indonesia di industri cemilan. “Aplikasi tersebut memudahkan calon pembeli mendeteksi reseller dan distributor terdekat. Jadi tidak perlu repot mencari kontak distributor lagi,” ujarnya ketika berbincang dengan SWA Online.

Meski begitu ia mengatakan untuk saat ini aplikasi tersebut belum berfungsi optimal, alias masih dalam pengembangan. Butuh beberapa tahap lagi untuk dilakukan penyesuain, hingga nantinya memiliki fitur-fitur yang lengkap. “Tapi saat ini sudah bisa diunduh, sebentar lagi akan berjalan optimal,” ujarnya

Ide awal pembuatan aplikasi ia ceritakan untuk melakukan manejemen stok barang dan juga pemantauan distributor dan reseller. Saat ini, penyebaran Brownies Manten sudah sedemikian agresif hingga diperlukan sebuah sistem yang canggih.

Bayangkan saja saat ini Brownish Manten telah memiliki lebih dari 100 orang distributor yang disebut KUA. KUA ini hampir tersebar di seluruh wilayah Indonesia kecuali Aceh, Nusa Tenggara Barat dan Ambon. Selain KUA, Brownies manten juga punya ribuan reseler yang disebut sebagai Penghulu. Uniknya penjulan Brownish Manten dilakukan dengan sistem Pre-order. Artiannya calon pembeli, atau calon manten pertama-tama harus memesan dan membayar terlebih dahulu produk tersebut ke Penghulu. Nantinya Penghulu baru meneruskan pesanan ke KUA untuk dibuatkan sesuai pesananan.

rsz_brownies-manten-cintaMaka tak heran bila antriannya lama. Butuh waktu 2 minggu hingga 1 bulan bagi calon manten mendapatkan Brownish Manten. Namun ia berdalih waktu tunggu tersebut worth it atau setimpal.
Produk brownies yang dijual, ia katakan tidak seperti Brownies kebanyakan.

Brownies Manten, ia ceritakan menghadirkan sensasi pengalaman bagi para manten. Kemasan yang dipesan manten bisa di personalisasi dengan pesan-pesan romantis untuk orang tersayang. Tampilan kemasan pun dibuat modern dan masa kini. Brownish ini ia klaim cocok sebagai ungkapan perasaan maupun hadiah kepada orang yang disayangi.

Tak cuma itu, brownies ini ia sebut punya tekstur yang berbeda dengan brownies lain yang biasanya punya tekstur bantet. Bila dilihat sekilas Brownish Manten lebih keliatan seperti cookies ketimbang brownish. Brownies kering ini, ia sebutkan, merupakan jenis brownies rendah lemak dan kolesterol. Pembuatannya dilakukan tanpa unsur tepung-tepungan dan mentega. “Jadi aman buat mereka yang takut gemuk,” ujarnya.

Saat ini rata-rata harga Brownies Manten dijual di kisaran rata-rata Rp 20 ribu  tergantung lokasi pembelian. Dalam sistem kerja sama dengan KUA dan para penghulu, Brownish manten menawarkan margin di kisaran dua digit. Selain itu berbagai promo disediakan untuk menggenjot penjualan seperti reward penjualan untuk penghulu yang hadiahnya bermacam-macam dari ponsel, motor, trip liburan ke luat negeri hingga mobil. (EVA)

The post Brownies Manten, Manfaatkan Aplikasi di Sistem Distribusi appeared first on Majalah SWA Online.

Bisnis Dokter Bedah Plastik Sangat Menggiurkan

$
0
0

Cantik adalah kebutuhan dasar setiap wanita. Semua orang tentu ingin tampil cantik dan menawan. Profesi sebagai artis ataupun public figure lain plus demam K-Pop membuat kebutuhan tampil cantik kini menjadi prioritas. Dokter bedah plastik pun diburu. Wajah asli kini jarang dijumpai karena sudah dipoles dan diketok sana-sini. Bentuk hidung, pipi, bibir, dagu, bisa diatur kembali sesuai permintaan demi memburu satu kata: cantik.

“Sangat menjanjikan. Sekarang lagi fast growing, dimensinya makin naik. Pemainnya belum terlalu banyak, compare to community number. Masih butuh banyaklah,” kata dr. Teuku Adifitrian Sp.BP (Tompi), dokter bedah plastik di Klinik aesthetic BeYouTiful.

Ia mencontohkan Korea, yang tergolong negara kecil, telah memiliki 2.500 dokter bedah plastik. Indonesia yang merupakan negara besar dengan jumlah penduduk lebih dari 250 juta jiwa baru punya 200-an dokter bedah plastik.

dr. Teuku Adifitrian, Sp.BP (Tompi) - The Surgeons - Beyoutiful Aesthetic Clinic - Sajuta

dr. Teuku Adifitrian, Sp.BP (Tompi) – The Surgeons – Beyoutiful Aesthetic Clinic

Itulah kenapa, lanjut dia, pemain di bisnis ini tak hanya dokter bedah plastik. Tetapi, bisa juga dokter spesialis THT, Kulit, dan bahkan Jantung. Namun, pria yang akrab disapa Tompi itu menyarankan pasien harus hati-hati dalam memilih dokter.

“Pekerjaan ini sangat menjanjikan. Jadi, semua mau main. Sekarang makin berkembang, misalnya bagian mata atau THT ada subnya yang menangani estetika mata atau hidung. Misalnya, membentuk lipatan mata,” kata dia.

Menurut dia, sebagian dokter bedah plastik memilih untuk melakukan praktik di klinik karena sifatnya yang one stop service. Jadi, pasien tidak repot, tinggal datang, daftar, dibedah, terus membayar di satu tempat. Bandingkan dengan di rumah sakit yang lokasi pendaftaran, konsultasi, pembelian obat berbeda-beda.

“Kalau di klinik, semua hal termasuk yang emergency bisa dapat akses privat ke dokternya langsung. Lebih praktis dibanding di rumah sakit,” katanya.

Namun, penyanyi bersuara unik tersebut tak mau blak-blakan soal gaji. Ia memberi kisaran di atas Rp 100 juta setiap bulannya. Tak heran, banyak dokter yang tertarik bermain di bisnis itu. Ia bahkan menyebut ada klinik aesthetic yang berisikan bukan dokter bedah plastik.

Meski begitu, tingkat pendapatan biasanya mengacu pada tingkat kepuasan pasien. Jika jumlah pasien membludak, pendapatan juga akan terangkat. Jam terbang juga sangat berpengaruh. (Reportase: Aulia Dhetira)

The post Bisnis Dokter Bedah Plastik Sangat Menggiurkan appeared first on Majalah SWA Online.


Quick, Perusahaan Keluarga Penyumbang Pajak Terbesar di Yogya

$
0
0

Tidak hanya perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) yang bisa berkontribusi pada negara Indonesia dengan pembayaran pajak yang besar. Perusahaan Modal Dalam Negeri (PMDN) pun bisa memberikan dana segar kepada negara dalam bentuk pajak yang besar.

Hal tersebut yang ingin dibuktikan oleh perusahaan keluarga CV Karya Hidup Sentosa (Traktor Quick), yang selama 15 tahun terus eksis mendapat penghargaan dari Pemkot Yogyakarta sebagai perusahaan taat pembayar pajak.

Namun sayangnya Hendro Wijayanto, Direktur Utama Quick tidak mau menerangkan berapa besaran pajak yang diberikan kepada Pemkot Yogyakarta. Yang jelas menurutnya, perusahaan yang ia pimpin sejak Oktober 1987 itu menjadi perusahaan penyumbang pajak terbesar di Yogyakarta.

Hendro Wijayanto, Direktur Utama PT Karya Hidup Sentosa (Quick)

Hendro Wijayanto, Direktur Utama PT Karya Hidup Sentosa (Traktor Quick)

Kemudian Hendro, yang akrab disapa Bimbin, menegaskan kepada SWA Online bahwa perusahaan PMDN pun mampu untuk berkontribusi bagi negara. Sebab, menurutnya selama ini yang sering didengar oleh pemerintah adalah perusahaan PMA yang dianggap dapat menambah penghasilan bagi negara. Sementara keberpihakan pemerintah terhadap produk nasional masih sangat kurang.

“Kondisi saat ini, baik masyarakat dan Pemerintah tidak bisa membedakan antara produk nasional dan produk buatan dalam negeri. Dalam jangka pendek perusahaan PMDN tetap menguntungkan bagi negara,karena deviden dan gaji manajerial tetap di Indonesia, tidak dibawa keluar negeri, apalagi dalam jangka panjang,” jelas Bimbin kepada SWA Online lewat jaringan telepon (23/10).

Dalam mengenali produk yang dipasarkan di Indonesia, Bimbin menjelaskan bahwa ada beberapa kategori produk yang beredar di pasaran Indonesia. Pertama, produk impor; kedua, produk impor berlabel di Indonesia;ketiga produk dari produsen PMA (Penanaman Modal Asing); keempat, produk dari produsen PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri).

Menurutnya, produk impor yang berlabel di Indonesia tidak jauh berbeda dengan produk impor. Namun produk tersebut seringkali dianggap sebagai produk Indonesia, padahal sejatinya produk tersebut bukan produk nasional.

Sementara produk dari PMA menurutnya terlalu bahaya jika Indonesia menggantungkan pada perusahaan PMA. Memang, dapat menyerap tenaga kerja Indonesia, tetapi tenaga kerja manajerial & teknik tetap dipegang oleh SDM asing. Selain itu, terjadi alih teknologi secara terbatas, hanya proses produksi, sedangkan untuk proses desain dan pengembangan produk tidak dilakukan alih tehnologi.

Dalam jangka panjang, ketika perusahaan PMA sudah memenuhi pasar yang besar di Indonesia, akan ekspor ke negara lain. Bila skala ekonomi di negara lain cukup, mereka akan mendirikan pabrik di negara itu. Nah, pada saat Indonesia mengalami high cost yang disebabkan berbagai penyebab seperti peningkatan nilai tukar uang, kenaikan gaji buruh, perusahaan akan menutup usaha di Indonesia.

“Akibatnya Indonesia akan mengimpor dari negara itu. Dividen akan diterima oleh negara pemilik PMA. Tenaga kerja manajerial yang digunakan di pabrik negara lain, tetaplah tenaga kerja dari negara pemilik PMA, tidak ada lagi tenga kerja Indonesia yang bekerja di perusahaan tersebut. Akhirnya Indonesia tidak mendapat apa apa,” ungkap Sarjana Ekonomi dari Universitas Gadjah Mada itu.

Untuk menjelaskan kepada publik bahwa produk traktor Quick adalah produk nasional, maka yang dilakukan Bimbin adalah mengedukasi masyarakat lewat tagline ‘Produk Nasional Sejak 1953’ yang selalu disematkan dalam setiap kampanye dan promosinya kepada semua kalangan.

“Semua karyawan kami adalah tenaga kerja dari Indonesia dari berbagai disiplin ilmu, yang kami rekrut secara profesional dan selektif dari berbagai perguruan tinggi ternama di Indonesia, khususnya daerah Yogyakarta,”jelas Bimbin bangga.

Terkait dengan komponen dan bahan baku perakitan produk, Bimbin mengaku ada beberapa bahan baku yang terpaksa diimpor dari negara lain karena tidak diproduksi di Indonesia. Seperti komponen yang jumlahnya tidak lebih dari 10%. Sedangkan untuk material dan besi batangan yang digunakan untuk produksi Quick diambil dari berbagai perusahaan dalam negeri seperti Krakatau Steel.

Meski sudah memberikan sumbangsih yang nyata pada negara, namun Bimbin mengaku dalam perjalanan bisnisnya masih terkendala oleh berbagai hal, salah satunya adalah infrastruktur. Seperti jaringan listrik, jaringan gas dan logistik.

“Untuk jaringan listrik, kami harus membiayai sendiri jaringan transmisi listrik dan menghibahkan jaringan tersebut ke PLN tanpa kompensasi. Jaringan gas tidak tersedia, padahal tenaga gas bisa menghemat energi. Biaya logistik, perijinan dan retribusi masih terlalu tinggi,” ungkap Bimbin.

Sebagai perusahaan nasional dan bagian dari perusahaan PMDN, Bimbin berharap pemerintah dapat lebih fokus untuk membela produk-produk nasional yang diproduksi oleh PMDN. (EVA)

The post Quick, Perusahaan Keluarga Penyumbang Pajak Terbesar di Yogya appeared first on Majalah SWA Online.

Mimpi Logo Menjadi Ratu Jeans di Indonesia

$
0
0

“Saya ingin suatu saat di setiap lemari perempuan Indonesia ada jeans Logo di dalamnya,” ucap Andrio Suhendro, founder dan owner clothing merek Logo yang awalnya membidik segmen wanita muda tentang impian bisnisnya. Meski sampai sekarang belum terwujud, tapi mimpi Andrio itu bukanlah kemustahilan. Sebab, perkembangan bisnis Logo dari waktu ke waktu terbilang pesat.

Lihat saja, sejak kehadirannya tahun 1980 yang bermula dari produk t-shirt, kini Logo mampu mengembangkan tiga merek baru: Bomb Boogie, Ninety Degrees, Body Talk. Varian produknya pun beragam, tidak cuma kaos, tapi ada jeans, kemeja, blouse, topi, jaket dan sebagainya. Merek-merek itu dikelola di bawah manajemen Logo de Corps.

Andrio Suhendro (tengah) dan kedua anaknya yang meneruskan bisnis clothing Logo

Andrio Suhendro (tengah) dan kedua anaknya yang meneruskan bisnis clothing Logo

Andrio punya alasan khusus mengapa semua merek yang dikembangkan Logo de Corps berbau bahasa asing. Pasalnya, berdasarkan insight, sampai saat ini untuk produk fesyen, konsumen Indonesia masih berkiblat dengan produk asing. Alhasil, ektensifikasi merek Logo mengikuti arus pasar yang ada.

Apalagi kini produk-produk Grup Logo sudah tersebar di 700 outlet (30 outlet milik sendiri dan 670 outlet konsinyasi) di seluruh Indonesia. Ya, sejak tahun 1987 produk Logo sudah masuk ke jaringan Matahari Dept Store hingga sekarang (tiga dekade). Dan terhitung tahun 2004 mulai membangun showroom Logo sendiri di pusat perbelanjaan di kota-kota besar di seluruh Indonesia. Saat ini, showroom Logo mandiri sudah mencapai 30 gerai. Bahkan, Logo juga mampu menembus gerai ritel ke Centro Dept Store, Yogya Dept Store, Sogo Dept Store dan Metro Dept Store.

Di balik keberhasilan Logo menyeruak di pasar fashion di tengah gempuran merek-merek asing, tak luput dari kegigihan usaha Andrio Suhendro. Pria kelahiran Gombong, Jawa Tengah, 27 Mei 1957 ini merintis usaha dari nol. Dia mengalami jatuh bangun dalam membangun bisnis clothing yang bermarkas di Bandung itu.

Perjalanan usahanya dimulai dari tahun 1979 dengan berjualan kaos yang dibeli dari pabrik, lalu dipasarkan ke toko-toko di seputar Bandung. Dari keuntungan yang dikumpulkan, lalu menyewa kios di King Bandung. Begitu ada peluang, dia mendesain sendiri kaos yang akan dijual di tokonya maupun di toko-toko lainnya.

Tahun 1980, Andrio membesut merek Logo untuk kaos dan t-shirt yang dijualnya. Mengapa mereknya Logo? “Karena setiap produk itu kan ada lambang logonya. Nah, agar mudah diingat ya saya pakai nama Logo saja jadi merek produk,” jelas kakek dari 4 cucu ini.

Kendati bisnis Logo masih belum terlalu besar, tapi Andrio sudah memberanikan diri promosi produknya lewat katalog majalah Gadis dan Aktuil. Malahan, tahun 1982 menyelenggarakan ajang Putri Logo.

Seiring berjalannya waktu, strategi marketing ini mampu mendongkrak nama dan penjualan Logo. Lihat saja pada 1987, produk produk Logo sudah berhasil masuk ke Matahari Dept Store Bandung, disusul gerai Matahari di kota-kota lainnya.

Sukses mengibarkan t-shirt merek Logo, tahun 2000, Andrio ekspansi dengan meluncurkan jeans merek yang sama: Logo. Mengapa masuk ke pasar jeans? “Potensi pasarnya besar. Hampir semua orang suka pakai jeans, termasuk saya,” jelasnya yang menyelesaikan SD – SMP di Bandung, sedangkan SMA di Yogya, tapi tidak lulus.

Tahun 2004, membangun showroom Logo di pusat perbelanjaan di kota-kota besar di seluruh Indonesia. Juga, menambah portofolio merek baru: Boom Boogie yang membidik pasar pria dewasa dengan produk, jeans, t.shirt, dan kemeja. Perluasan merek itu dibarengi dengan penambahan jalur distribusi dengan masuk ke ritel modern lainnya, seperti Centro Dept Store dan Yogya Dept Store.

Merek BomBogie dikembangkan lOgo untuk membidik segmen pria

Merek Bomb Bogie dikembangkan Logo untuk membidik segmen pria

Sukses dengan merek Logo dan Bomb Bogie, selanjutnya tahun 2005 dikembangkan merek baru bernama Ninety Degrees yang menyasar kalangan remaja putri melalui produk jeans dan kemeja.
Bila pasar anak muda pria dan wanita sudah berhasil dirangkul, tahun 2010 Logo kembali melebarkan sayap dengan menggarap segmen ibu ibu muda melalui merek Body Talk. Jenis clothingnya ada kemeja dan jeans.

Menurut Andrio, dalam setahun Grup Logo merilis 500 desain baru untuk empat brand. Meski produktif menghasilkan model-model anyar, sesungguhnya Logo tidak memiliki pabrik sendiri. “Kami menggandeng banyak UKM plasma untuk menjahit berbagai model dari empat brand yang dimiliki Logo,” ucapnya tentang model bisnis Logo.

Dari empat brand Grup Logo, diungkapkan Andrio, kontribusi masing-masing brand adalah Logo 40%, Bomb Boogie 30%, sisanya Ninety Degrees dan Body Talk.

Belakangan ini di era digital, Logo pun sudah memanfaatkan teknologi informasi sejak tahun 2012. Dengan sentuhan tangan Rene Martine, CEO Logo de Corps, yang notabene anak sulung Andrio, produk ini sudah aktif di media sosial (Facebook dan Instagram) serta media digital dengan merilis situs www.logojeans.co.id, dan eksis di market place Zalora dan situs belanja online lain. Namun, kontribusi belanja online ini masih kecil sekitar 5%. Toh, akan terus digeber karena e-commerce sedang booming.

Apa resep Andrio melanggengkan bisnisnya?

“Kami memilih bisnis yang dekat dengan keseharian kita, sehingga mengetahui dan memahami kebutuhan pasar. Juga, selalu melakukan riset pasar guna mengetahui kebutuhan dan keinginan pasar. Tidak lupa, kami mengikuti perkembangan tren fesysen, sehingga produk selalu up to date,” jelas ayah tiga anak (Rene, Yolanda, Karina).

Jurus marketing lain yang dilancarkan Andrio adalah memilih media promosi yang sesuai dengan target pasar yang dibidik. Lalu, memilih ritel modern yang tepat untuk memperluas pasar. Kemudian, mengembangkan showroom sendiri untuk mempertajam branding. Serta menjaga kepercayaan mitra bisnis, baik perbankan maupun supplier plus menjaga kualitas produk.

Sebagai pengusaha yang banyak makan asam garam di dunia fashion, Andrio berbagi tips rahasia suksesnya. Pertama, harus berinovasi. Kedua, selalu optimistis dan berpikir positif. Ketiga, memakai produk dalam negeri yang berkualitas. “Apa yang saya capai ini semua berkat Tuhan, bukan karena saya pintar. Lha wong dulu saya muda itu bandel,” ujar sosok yang kreatif, tekun dan pekerja keras ini.

Ke depan, Andrio yang akrab disapa Abeng ini sudah memiliki agenda bisnis pengembangan Grup Logo. “Kami segera meluncurkan konsep outlet baru Street Store dengan nama Logo House di daerah Bali dan Yogya,” jelas lelaki yang cita citanya waktu kecil ingin menjadi dokter dan orang kaya itu saat ditemui di Gedung Logo de Corps yang megah dan asri di Bandung. Selanjutnya Logo House akan hadir di Makassar dan Palembang.

Mulai tahun 2016, pihaknya bakal fokus membangun gera-gerai mandiri di luar mall, terutama di daerah-daerah tempat berkumpulnya anak-anak muda. Yang jelas, investasi pembukaan sebuah Logo House sekitar Rp1 miliar di luar sewa gedung. Jika Andrio berniat buka 50 outlet Logo House, maka total biaya investasi yang harus disiapkan minimal Rp50 miliar. (EVA)

The post Mimpi Logo Menjadi Ratu Jeans di Indonesia appeared first on Majalah SWA Online.

Mantan Karyawan Garuda Ini Jadi Pengusaha Hotel

$
0
0

Ana E. Dartania baru saja membuat sebuah keputusan besar dalam peta kariernya yaitu dari pekerja profesional menjadi wirausaha. Ana, sebelumnya menjabat sebagai Senior Manager Digital Marketing Communication PT Garuda Indonesia Airlines.

Selama lima tahun (2010-2015) di posisi tersebut, ia dan timnya berhasil membangun sistem pemasaran digital untuk Garuda Indonesia, hingga mampu berkontribusi sebesar 17% terhadap penjualan. Tetapi justru di puncak kariernya, ia memutuskan meninggalkan dunia profesional dan menabtang dirinya di dunia wirausaha.

Apa dan bagaimana Ana memulai bisnis barunya yang bergerak di bidang yang cukup baru yakni hotel optimizer, dengan brand Nida Room. Berikut kutipan wawancara SWA Online dengan Ana E. Dartania.

Kenapa memilih pindah jalur dari profesional menjadi wirausaha ?

Karena dalam hidup saya berprinsip kalau sudah mulai merasa nyaman di distage tertentu maka itu pertanda untuk kita harus pindah ke next stage yang lebih menantang lagi, karena kalau kita terlalu lama  comfort zone itu maka diri kita bisa ‘mati’, kreativitas dan produktivitas. Saya senang menantang diri sendiri, karena hidup ini terdiri dari 3 C : choices, changes dan challenges. Maka ketika saya bertemu seorang teman (founder Nida Room) dan dia menawarkan untuk memberikan saya kesempatan membuka usaha sendiri dengan brand Nida Room itu saya sempat berpikir lama.

Berat juga meninggalkan pekerjaan saya sebelumnya, karena saya merasa sudah sangat menyatu dengan pekerjaan itu. Tim yang mendukung saya di sana pun sudah sangat solid. Tetapi saya ingat lagi, kesempatan tidak datang dua kali. Maka akhirnya saya memutuskan resign dari Garuda Indonesia, dan mulai membangun Nida Room.

Jadi konsep bisnis Nida Room ini seperti apa ?

Nida room itu konsepnya sebenarnya adalah hotel agregator. Misi kami mau menjadi nomor satu branded room hotel di Indonesia, khususnya untuk hotel-hotel budgeting. Jadi hotel budget di Indonesia sekarang sedang menjamur. Tetapi penjualan kamarnya rata-rata hanya 60an %. Maka, Nida Room akan membantu mereka menaikkan penjualannya jadi seperti hotel room optimizer.

Caranya pertama-tama kami lakukan akuisisi, tim kami akan melakukan deal dengan pemilik hotel, kalau mereka mau maka bisa dimulai dengan mereka memberikan 5 kamarnya untuk kami branding menjadi Nida Room, lalu kami jual lewat situs online dan aplikasi kami dengan nama Nida room. Harganya? Dari pihak hotel kami diberi potongan 60 % dari harga jual normalnya.

Seperti apa sistem kerjasamanya dengan pihak pemilik hotel ?

Jadi pihak hotel mendapatkan benefit karena kamarnya yang nganggur bisa terjual lewat kami tetapi memang dijual atas nama Nida Room. Di dalam kamar kamiakn pasang label-label Nida Room di produk amenities dan handle pintu. Semua itu bisa dilepas kapan saja, jika saat tertentu pihak hotel butuh untuk pakai kamar tersebut. Misalnya disaat peak season, pihak hotel bisa melepas semua label Nida Room dan menjual kamar tersebut atas nama mereka sendiri. Tetapi setelah mulai kembali sepi, kami bisa kembali membantu menjual kamar itu lagi.

Saat ini sudah ada berapa kamar ?

Saat ini sudah ada 500 kamar di 100 hotel di Jakarta, Tangerang, Bogor, Bandung, Medan, Bali, dan Surabaya.

Siapa segmen pasar yang disasar Nida room ?

Kalau hotelnya yang kami sasar adalah hotel bintang tiga ke bawah, pokoknya budget hotel. Terutama mereka yang butuh hotel room optimizer, mau kami garap. Kedua, untuk end user, kami menyasar para backpacker, orang-orang yang berpergian dengan budget ketat, atau mereka yang on duty tapi maunya nyari tempat menginap yang murah tetapi nyaman, aman dan akses kemana-mana mudah. Kamar yang kami tawarkan harganya rata-rata bisa dibawah Rp 100 ribu per malam.

Jadi tahun ini targetnya berapa kamar yang akan dijual ?

Target kami samapai akhir tahun 2015 ini 600 hotel jadi sama dengan 3000 kamar. Kemudian tahun depan kami akan fokus untuk mengimproved pelayanan kami di kamar yang kami jual. (EVA)

The post Mantan Karyawan Garuda Ini Jadi Pengusaha Hotel appeared first on Majalah SWA Online.

Transformasi Bisnis Kokola di Tangan Richard Cahadi

$
0
0

Siapa bilang label halal hanya dibutuhkan untuk produk-produk pasar domestik saja? Saat ini, tren pasar internasional sudah mengarah ke sana. Tidak percaya? Simak penuturan, Richard Cahadi, Direktur Pengelola PT Mega Global Food Industry, eksportir snack biskuit dan wafer. “Saat ini untuk ekspor ke pasar internasional, sudah banyak negara yang mempersyaratkan label halal, sifatnya sudah universal. Padahal, waktu itu, kami akan hapus label halal di kemasan untuk produk-produk Kokola yang diekspor, ternyata pihak importir malah mempersyaratkan label halal,” jelas generasi ketiga di pabrikan biskuit dan wafer yang bermarkas di Gresik, Jawa Timur itu.

Apalagi, permintaan pasar internasional yang meningkat akan produk-produk halal, mendorong PT Mega Global Food Industry (Kokola Group) sebagai salah satu produsen wafer dan biskuit nasional, makin serius mengelola kehalalan produknya. “Bagi seluruh industri, baik dalam maupun luar negeri, pasar internasional penting. Untuk itu, kali ini Kokola Group berniat makin memperkuat pasar internasional melalui berbagai langkah strategis. Salah satunya dengan mengikuti “ The 30th Trade Expo Indonesia 2015 “ yang bertempat di Jakarta Internasional Expo Kemayoran ,” ujar Richard.

Dijelaskan eksekutif yang murah senyum ini, sesuai himbauan Presiden Joko Widodo bahwa Indonesia harus lebih aktif dalam kegiatan ekspor bukan hanya bahan mentah/komoditi saja, tapi juga ekspor berbentuk olahan pangan / olahan jadi. Salah satunya seperti biskuit dan wafer Kokola ini yang makin agresif menggarap pasar mancanegara.

Richard Cahadi, Direktur Pengelola PT Mega Global Food Industry (photo by Eva SWA)

Richard Cahadi, Direktur Pengelola PT Mega Global Food Industry (photo by Eva SWA)

Turnaround generasi ketiga

Biskuit Kokola setelah dikelola generasi ketiga berhasil melakukan turnaround. Transformasi gaya manajemen kuno ke modern sukses dilakukan Richard Cahadi (40 tahun) secara bertahap. Sejumlah terobosan pun dilakukan, sehingga Kokola yang awalnya hanya jago kandang di pasar Jawa Timur, kini menjadi perusahaan global di kategori snack. Tidak kalah dengan raksasa Mayora, Indofood atau Garudafood.

Namun, satu keunikan Kokola adalah: fokus menggarap pasar biskuit dan wafer saja. Tidak seperti perusahan makanan lain yang merambah ke mana-mana produknya, “Sejauh ini kami tidak terbawa arus ikut masuk ke pasar mie instan, minuman, permen, kacang atau snack yang lain. Kokola hanya fokus untuk produk-produk biskuit,” Richard menegaskan komitmen perusahaan yang berumur 30 tahun itu.

Terobosan generasi kedua ini di antaranya, masuk ke pasar ekspor. Hal ini dilakukan sejak tahun 2006. “Negara pertama ekspor biskuit Kokola adalah Australia. Setelah itu, ke rak-rak supermarket di Amerika Serikat, Eropa, China, Arab Saudi, Asia, Afrika dan lainnya. Semua itu terwujud berkat fokus perusahaan akan keamanan dan kesehatan produk yang kami hasilkan,” kata Richard yang lulusan S1 jurusan Marketing di Universitas Surabaya, dan pernah belajar Biscuit Making di Biscuit Institute, Singapura, serta mengikuti Food Safety Training dari Premisys Consulting itu.

Untuk pasar Asia, semua negara sudah ditembus biskuit dan wafer Kokola, kecuali Jepang saja. “Nggak tahu kenapa lidah orang Jepang kok beda sendiri. Padahal, produk terbaru kami rasa maca atau green tea direpons antuasias oleh konsumen Korea, Taiwan dan China, tapi di Jepang susah masuknya, “keluh Richard sembari geleng geleng kepala.

Hingga kini Kokola sudah berhasil merambah pasar ekspor dengan komposisi 50% dan sisanya sebanyak 50% untuk domestik. Jumlah itu mengalami kenaikan dari sebelumnya. Sebagai gambaran dua tahun lalu kapasitas pasar eskpor 40% dan 60% untuk domestik.

Perubahan lain yang dilakukan Richard, menerapkan konsep open kitchen. Jika dulu pabrik Kokola tertutup untuk khalayak, kini siapa pun boleh masuk asalkan sesuai prosedur. Hal ini dilakukan setelah pabrik direnovasi menjadi lebih besar, modern, bersih dan hygienis.

Konsep Total Food Safety diterapkan manajemen di area pabrik. Misalnya, sebelum memasuki tempat produksi, pengunjung wajib memakai pakaian bebas bakteri seperti, masker, pembungkus sepatu, pelindung kepala. Ruang produksi terpantau sangat bersih dari debu termasuk mesin oven otomatis yang mempunyai panjang hampir 200 meter. Meski di dalam ruang produksi, namun suhu di ruangan tidak terlalu panas.

Dengan terbukanya proses produksi Kokola untuk umum, maka manajemen membuat program kunjungan “Kokola House” dan membuat masyarakat tertarik untuk bertandang. Mulai dari anak-anak sekolah, mahasiswa, ibu ibu pengajian, organisasi datang ke Kokola House.

“Saat ini total luas pabrik Kokola di Gresik seluas 5 hektar dengan kapasitas produksi 1 line 3 ton per hari. Untuk jenis produk ada 60 SKU dan harga produk mulai Rp.1000 hingga Rp30 ribu per piece,” tambag Richard yang tubuhnya dibalut kemeja putih dan celana hitam saat ditemui di sela sela pameran Trade Expo Indonesia 2015 yang diselenggarakan oleh Kementerian Perdagangan RI, beberapa waktu lalu.

Gebrakan lain turnaround ala Richard, jika dulu hanya promosi di tingkat daerah, akhir-akhir ini sudah aktif mengikuti pameran produk makanan di dalam negeri skla nasional dan luar negeri. Salah satunya di ajang Trade Expo yang sudah diikuti selama 3 tahun terakhir. “Kami juga pernah ikut pameran makanan di Thailand, Dubai dan negara-negara lain,” jelasnya lagi.

Suasana pameran stan Kokola di Trade Expo Indonesia 2015

Suasana pameran stan Kokola di Trade Expo Indonesia 2015 (photo by Eva SWA)

Gaya manajemen modern Richard juga ditunjukkan dengan penggunaan brand ambassador. Kali ini Kokola mempercayakan ke ustadzah Mamah Dedeh. Mengapa? “Mamah itu sosok yang konsisten berdakwah. Dan ini sesuai dengan visi Kokola yang konsisten hanya menggarap pasar biskuit dan wafer saja. Selain itu, Mamah banyak pengikut atau jamaah dari kalangan ibu-ibu yang cocok dengan segmen pasar Kokola. Jadi, klop,” jelasnya seraya mengatakan susah untuk menggaet Mamah Dedeh sebagai duta merek, karena beliau sangat selektif.

“Untuk menjadikan Mamah Dedeh sebagai duta merek tidak gampang. Sampai-sampai Mamah itu harus kenal dengan ayah saya dan keluarga. Perkenalan kami dimulai saat mengundang beliau sebagai penceramah untuk pengajian karyawan,” kenang Richard.

Setelah Mamah Dedeh kenal baik dengan keluarga pemilik pabrik Kokola ini, maka tagline perusahaan ini pun mengusung kalimat “Mamah Tahu Sendiri”. Pasalnya, Mamah sudah menyaksikan sendiri kebersihan pabrik, kehalalan makanan dan proses produksi secara langsung. “Setelah Mamah Dedeh jadi bintang iklan biskuit Kokola, penjualan kami naik signifikan,” ujarnya enggan menyebut berapa fee duta merek Kokola itu.

Sejatinya, diakui Richard untuk menggunakan brand ambassador karena “terpaksa” mengikuti strategi promosi perusahaan-perusahaan di Indonesia. “Di pasar makanan luar negeri itu tidak ada tren penggunaan duta merek, lantaran yang diutamakan adalah kualitas produk. Sebaliknya, di Indonesia, jika produk makanan tidak menggunakan brand ambassador orang terkenal, produknya kurang laku. Jadi harus pandai-pandai menetapkan siapa brand ambassador yang tepat,” dia menyarankan.

Perubahan lain yang dilakukan Richard: inovasi tiada henti. Begitu ada kesempatan, maka momentum itu tidak dilewatkan begitu saja. Lihat saja terobosan dalam varian rasa. Baru-baru ini Kokola memelopori biskuit dan wafer rasa maca atau green tea yang sedang tren untuk kategori minuman. Dan Kokola mengolah maca itu ke biskuit dan wafer yang lezat plus harga terjangkau.

Gebrakan lain, membuat kemasan biskuit dari plastik dengan warna – warna pastel. Ini terkait dengan gaya hidup bahwa, makanan itu fashion juga, sehingga harus mengikuti tren mode. Secara bertahap, kemasan kaleng akan ditinggalkan karena gampak ‘penyok’ (rusak) dan karatan. Sedangkan kemasan plastik ini dengan desain yang eye catching disukai anak-anak, sehingga jika biskuit atau wafer sudah habis, maka wadahnya masih bisa digunakan untuk hal lain.

Terakhir, gebrakan yang dilakukan Richard, soal jalur distribusi. Jika dulu produk Kokola hanya dijumpai di pasar tradisional dan warung saja, kini Kokola tersebar di mana – mana. Di pasar Indonesia, distribusi produk-produk Kokola ada di jaringan hypermarket dan supermarket, seperti Hypermat, Giant, Hero, Lion Superindo, Carrefour, Yogya Toserba, Griya Toserba, Hari Hari Pasar Swaalayan, Naga Swalayan, serta Ramayana di seluruh Nusantara.

Untuk pasar luar negeri, produk Kokola tersedia di ritel-ritel modern dunia seperti Carrefour, BigW, KMart dan Woolworths. Di Australia, Woolworths sendiri merupakan jaringan ritel besar dengan 890 gerai.

Meskipun demikian, pasar tradisional tidak ditinggalkan. “Produk-produk Kokola tetap ada di pasar tradisional dan warung-warung, malah semakin luas jangkauannya,” ungkap Richard.

Yang jelas, Kokola bertujuan untuk ikut menyajikan makanan yang sehat dan aman bagi para konsumen yang pada akhirnya memberikan rasa kebahagiaan. Ha inilah yang mendasari Kokola untuk berkontribusi kepada negara dengan menghadirkan biskuit yang terjamin akan kehalalan dan keamanan. Komitmen ini adalah bukti tanggung jawab Kokola pada konsumen, seiring dengan program pemerintah yang ada, juga label halal sebagai syarat utama untuk konsumsi masyarakat muslim.

Sementara itu, Andi Fian Octavia, Public and Media Relation Kokola Group, menambahkan, untuk menciptakan biskuit halal dan aman butuh proses dan tahapan yang terjaga dan terstandarisasi. Hal ini hanya bisa dicapai dengan spirit moral yang kuat. Untuk itulah Kokola Group berkomitmen membuktikannya dengan berhasil meraih berbagai sertifikat keamanan pangan baik berstandar nasional maupun internasional.

Adapun sertifikasi yang telah berhasil diperoleh antara lain: Food Safety ISO 22000, sertifikasi halal produk dan proses dari MUI (MajelisUlama Indonesia), BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan), BRC Global Food Safety (British Retail Consortium), Halal Process & Halal Product Certification) dari Majelis Ulama Indonesia.

Bagaimana rencana pengembangan bisnis Kokola ke depan? “Kami targetkan konservatif pertumbuhan bisnis Kokola tahun 2016, yakni tumbuh 5-10% mengingat kondisi ekonomi nasional dan global kurang membaik. Betul, pendapatan kami 50% dari pasar ekspor. Tapi, bahan baku produk Kokola itu 90% impor, karena di negara kita tidak ada gandum,” Richard meyakinkan.

Selain itu, dalam waktu dekat Kokola akan merangsek ke jaringan Indomaret dan Alfamart. Tujuannya, untuk lebih mendekatkan diri ke konsumen.”Ini tantangan Kokola yang kini sedang digarap,” ujar bos dari 1.000 karyawan ini. (EVA)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

The post Transformasi Bisnis Kokola di Tangan Richard Cahadi appeared first on Majalah SWA Online.

Ecodoe, Misi Menjadi Green Souvenir Global

$
0
0

Indonesia adalah salah satu negara penghasil akar wangi terbesar di dunia, selain Bourbon dan Haiti. Tanaman ini banyak tersebar di daerah Garut. Salah satu putra daerah yang bernama Tatang Gunawan, ternyata tidak tahu kalau akar wangi itu banyak tumbuh di tanah kelahirannya.

Ia baru tahu tentang akar wangi yang bisa dimanfaatkan untuk diambil minyaknya, saat kuliah di IPB. Minyak itu kemudian diproses kembali menjadi kosmetik, pelumas senjata, obat-obatan, dan lainnya. Sayang, pengolahannya menyisakan limbah yang banyak.

Inilah yang menggelitik naluri bisnis Tatang. Ia mencoba mengolah akar wangi menjadi sesuatu yang tidak menimbulkan limbah. Dengan akar wangi yang masih segar, ditandai dengan bau harumnya yang khas dan tahan lama, ia mencoba berjualan souvenir saat baru di tingkat pertama kuliah. “Selama masih ada manusia, pasar souvenir pasti ada,” katanya.

Empat tahun berselang, ia bertemu rekan yang kuliah di peternakan IPB untuk mengombinasikan akar wangi dengan bulu domba. Tak seperti negara penghasil wol, seperti Australia dan Selandia Baru, bulu domba di Indonesia dianggap sebagai limbah. Padahal, senyawa keratin yang ada di dalamnya sulit terdegradasi sehingga bisa mencemarkan lingkungan.

“Kami kemudian mengumpulkan bulu domba itu dan mengolahnya menjadi Ecodoe. Misi kami ingin menjadi brand green souvenir andalan Indonesia yang dikenal dan dipasarkan ke seluruh dunia,” katanya.

Seperti halnya bisnis pada umumnya, dua penggawa Ecodoe ini menyiasati minimnya modal dengan berjualan via online lewat Facebook dan Instagram: Ecodoe dan website: www.ecodoe.com.

Ecodoe Lebaran

 

Dari sana, mereka meniti jejaring hingga akhirnya menemui investor untuk membuka toko offline perdana di Bogor. Mereka juga punya mitra gerai di SMESCO Jakarta dan Kaliunda Gallery di Bali yang menyasar para wisatawan lokal maupun mancanegara yang tengah berlibur di Pulau Dewata.

“Kami juga ikut bermacam-macam kompetisi bisnis untuk tambah modal, hingga yang kemarin di Singapura. Intinya, masalah modal karena ketidaktahuan jaringan,” kata Tatang.

Meski niat mulia keduanya, merintis bisnis, sempat ditentang orang tua, mereka pantang surut langkah. Dengan sabar, mereka memberi pengertian kepada orang tua tercinta kalau banyak peluang wirausaha yang menguntungkan, tak hanya untuk mereka, tapi juga masyarakat di sekitarnya.

Ya, Ecodoe memang memberdayakan peternak di Wonosobo untuk mengumpulkan bulu domba. Itu belum termasuk ibu-ibu yang menjadi pengrajin akar wangi di Garut, serta masyarakat Bogor yang membantu pemasangan bulu dan pengemasan.

“Jadi, banyak pihak yang terlibat. Kami making money tak hanya untuk diri sendiri tetapi juga untuk orang lain. Ada benefit buat masyarakat sekitar,” ujarnya.

Souvenir yang mereka buat beragam, mulai dari bros kupu-kupu yang harganya Rp 12.000 hingga yang termahal replika dari akar wangi dengan harga hingga Rp 150.000. Bentuknya yang cantik dan baunya yang harum membuat souvenir ini sangat digemari. Pesanan tak hanya datang dari kota-kota besar di Indonesia, tapi juga dari Singapura, Malaysia, Singapura, Filipina, Jepang, dan Italia.

Tim Ecodoe juga telah mendapat beragam penghargaan untuk bisnis sosialnya itu. Seperti, medali emas untuk poster dan perak untuk presentasi pada Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional di Universitas Diponegoro, Semarang yang digelar DIKTI Agustus 2014. Kemudian, Juara I Sociopreneur Expo di UIN Syarif Hidayatullah, Desember 2014. Terakhir, mereka menjadi jawara di Program Young Social Enterpreneur dari Singapore International Foundation, Oktober 2015 lalu.

“Kami akan ekspansi bisnis pada beberapa pekan ke depan. Reseller belum berjalan meski tawaran yang masuk banyak sekali. Kami sedang menyiapkan sistemnya. Kami punya cita-cita, turis asing yang datang ke Indonesia tak lengkap kalau tidak membawa pulang oleh-oleh souvenir Ecodoe,” kata Tatang.

The post Ecodoe, Misi Menjadi Green Souvenir Global appeared first on Majalah SWA Online.

Viewing all 430 articles
Browse latest View live